Sabtu, 21 Desember 2013

sejarah sebagai landasan pendidikan



BAB I

PENDAHULUAN
1.     Latar Belakang

Kehidupan manusia tiada terlepas dari sejarah kehidupan, karena dengan sejarah itu manusia dapat menjadikan tolak ukur untuk melakukan suatu tindakan dimasa sekarang, apakah baik atau sebaliknya, sehingga dapat menghasilkan hasil yang maksimal.
Sejarah adalah suatu peristiwa yang telah terjadi di masa lampau, yang merupakan bagian dari kehidupan manusia, sejarah itu diisi tergantung pada pembuat sejarah apakah diisi dengan tinta sejarah yang bermanfaat atau sebakliknya. Hingga sampai saat ini pun sebenarnya kita juga sedang membuat sejarah tentang kehidupan kita untuk generasi penerus kita baik itu untuk anak dan cucu kita dan semua orang yang terlibat dalam aktivitas kehidupan kita. Secara tidak langsung kita ada pada saat ini merupakan sejarah dari orang tua kita, orang tua kita ada dari orang tua kita sebelumnya dan begitulah seterusnya.
Peristiwa sejarah meliputi berbagai aktivitas manusia semua bidang manusia salah satunya adalah landasan sejarah dalam bidang pendidikan yang merupakan pembahasan makalah ini. Pendidikan merupakan hasil sejarah orang – orang sebelum kita yang berjasa dalam bidang sejarah, oleh karena itu dengan adanya landasan sejarah pendidikan di masa lalu bisa dijadikan gambaran untuk melakukan pendidikan dimasa sekarang. Sehingga dalam pelaksannan pendidikan dapat mengarah pada tujuan sebenarnya pendidikan itu.



2.            Rumusan masalah

Berdasarakan latar belakang di atas,maka terdapat rumusan-rumusan masalah.adapun rumusan masalahnya yaitu sebagai berikut:

a)      Apa itu Pendidikan ?
b)      Apa Itu Landasan Pendidikan?
c)      Apa Itu Sejarah Landasan Pendidikan?
d)     Bagaimana Sejarah Pendidikan di Dunia?
e)     Bagaimana Sejarah Pendidikan di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN

A.Pengertian Pendidikan

Secara umum, pendidikan merupakan segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Secara khusus, pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan, yang berlangsung di dalam dan luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang
.
B. Pengertian Landasan Pendidikan

Yaitu yang menjadi sebuah konsep,alas  atau pondasi pendidikan.
                Sejarah pendidikan dimulai pada masa Hindu/Budha sampai pendidikan pada masa orde baru.dan pada jaman realisme sampai jaman sosialisme.

C. Pengertian Sejarah Pendidikan

Karena pendidikan mepunyai sejarah yang amat panjang yang perlu untuk kita ketahui sebagai bahan untuk kajian dan untuk menambah wawasan tentang pendidikan.

D.Sejarah Pendidikan Dunia

Perjalanan pendidikan di dunia telah lama belangsung dan mempunyai historis(sejarah) yang panjang dan perlu untuk kita ketahui bagai mana perjalanan pendidikan di dunia .oleh karena itu penulis akan memaparkan sejarah pendidikan dunia dari zaman realisme sampai zaman sosialisme



1.      zaman realism

Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan alam yang didukung oleh penemuan-penemuan ilmiah baru, pendidikan diarahkan pada kehidupan dunia dan bersumber dari keadaan dunia pula, berbeda dengan pendidikan-pendidikan sebelumya yang banyak berkiblat pada dunia ide, dunia surga dan akhirat. Realisme menghendaki pikiran yang praktis (Pidarta, 2007: 111-114). Menurut aliran ini, pengetahuan yang benar diperoleh tidak hanya melalui penginderaan semata tetapi juga melalui persepsi penginderaan .

Tokoh-tokoh pendidikan zaman Realisme ini adalah Francis Bacon dan Johann Amos Comenius. Sedangkan prinsip-prinsip pendidikan yang dikembangkan pada zaman ini meliputi:

          Pendidikan lebih dihargai daripada pengajaran,
          Pendidikan harus menekankan aktivitas sendiri,
          Penanaman pengertian lebih penting daripada hafalan,
          Pelajaran disesuaikan dengan perkembangan anak,
          Pelajaran harus diberikan satu per satu, dari yang paling mudah,
          Pengetahuan diperoleh dari metode berpikir induktif (mulai dari menemukan fakta- fakta khusus kemudian dianalisa sehingga menimbulkan simpulan) dan anak-anak harus belajar dari realita alam,
         Pendidikan bersifat demokratis dan semua anak harus mendapatkan kesempatan yang sama untuk belajar





2.      zaman rasionalisme

Menurut aliran ini bahwa manusia mampu untuk berpikr sendiri atau mandiri dan juga bertiindak untuk dirinya sendiri,dengan itu manusia harus banyak berlatih supaya bisa bertindak untuk dirinya sendiri.tokoh pendidikan pada Zaman ini pada abad ke 18 adalah jhon lock.



3.      zaman naturalism

Pada abad ke-18 muncullah aliran Naturalisme Sebagai reaksi terhadap aliran Rasionalisme dengan tokohnya, J. J. Rousseau. Aliran ini menentang kehidupan yang tidak wajar sebagai kibat dari Rasionalisme, seperti gaya hidup yang diperhalus, cara hidup yang dibuat-buat sampai pada korupsi, anak-anak dipandang sebagai manusia dewasa yang kecil. Naturalisme menginginkan keseimbangan antara kekuatan rasio dengan hati (Pidarta, 2007: 115). Naturalisme menyatakan bahwa manusia didorong oleh kebutuhan-kebutuhannya, dapat menemukan jalan kebenaran di dalam dirinya sendiri (Mudyaharjo, 2008: 118). Menurut Rousseau ada tiga asas mengajar, yaitu:
a)      Asas pertumbuhan, pengajaran harus memberi kesempatan untuk anak-anak bertumbuh secara    wajar dengan cara mempekerjakan mereka sesuai dengan kebutuhannya
b)      Asas aktivitas, melalui bekerja anak-anak akan menjadi aktif yang akan memberikan pengalaman, yang kemudian akan menjadi pengetahun mereka
c)      Asas individualitas, dengan cara menyiapkan pendidikan sesuai dengan individualitas masing-masing anak, sehingga mereka berkembang sesuai dengan alamnya sendiri .

4.      zaman developmentalisme

            Aliran ini memandang pendidikan sebagai suatu peroses perkembangan jiwa sehingga aliran ini sering disebut gerakan psikologis dalam pendidikan. Tokoh-tokoh aliran ini adalah : pestalozzi,johan fredrich herbart,fried rich wilhelm frobel, dan setan stanley hall. Konsep pendidikan yang dikembangkan oleh aliran ini meliputi:
          Mengaktualisasi semua potensi anakyang masih laten, membentuk watak susila dan       kepribadian yang harmonis, serta meningkatkan derajat social manusia.
         Pengembangan ini dilakukan sejalan dengan tingkat-tingkat perkembangan anak yang melalui observasi dan eksperimen
         Pendidikan adalah pengembangan pembawaan (nature) yang disertai asuhan yang baik (nurture).
         Pengembangan pendidikan mengutamakan perbaikan pendidikan dasar dan pengembangan pendidikan universal.



5.      Zaman nasionalisme

            Zaman nasionalisme muncul pada abad ke 19 sebagai upaya membentuk patriot-patriot bangsa dan mempertahankan bangsa dari kaum imperialis.tokoh-tokohnya adalah la chatolais ( perancis ),fichte (jerman) dan jefferson(amerika serikat) Konsep pendidikan yang ingin diusung oleh aliran ini adalah:
         Menjaga, memperkuat, dan mempertinggi kedudukan negara,
         Mengutamakan pendidikan sekuler, jasmani, dan kejuruan,


6.      zaman riberalisme,positivisme, dan indipidualisme.

Lahir pada abad ke 19.liberalisme berpendapat bahwa pendidikan adalah alat  untuk memperkuat kekuasaan seseorang di wilayah yang ingin dia kuasai yang di pelopori dalam bidang ekonomi.siapa yang paling banyak pengetahuan maka dialah yang paling berkuasa. Kemudian akan mengarah ke individualkisme.sedangkan positivisme adalah percaya bahwa kebenaran yang dapat di amati oleh panca indra sehinnga kepada agama makin melemah karena lebih mengutamakan akalnya.tokoh aliran ini adalah august comte.

7.      zaman sosialisme
            Aliran ini bependapat bahwa hidup bersosial lebih baik dari pada hidup secara individul. karena akan mempersulit terhadap pendidikan.oleh karena itu,pendidikan harus di abdikan untuk tujuan-tujuan sosial.tokoh-tokoh aliran ini adalah paur narttop,george kerchensteiner, dan jhon dewey.



















E.     SEJARAH PENDIDIKAN PADA MASA PERJUANGAN

1.     Sistem Pendidikan Mohamad Syafe’i
Sistem pendidikan ini dinamakan Indonesisch Nederland School (NIS) lahir di Sumatra barat kota Padang, sebagai reaksi terhadap system pendidikan hindia belanda yang mencetak orang-orang pribumi menjadi mesin bagi kepentingan mereka, ada empat pokok yang di tekankan dalam system persekolahan NIS yaitu, pendidikan akademik, keterampilan, kerohanian dan kesiswaan.
2.     Sistem Pendidikan Ki Hajar Dewantara
Sistem pendidikan ini lebih dikenal dengan nama pendidikan taman siswa yang lahir di Yogyakarta tahun 1922, tujuannya hampir sama sebenarnya yaitu sebagai bentuk perjuangan melawan penjajahan Belanda dalam bentuk pendidikan. Taman Siswa bukan badan perkumpulan yang terdiri dari anggota-anggota atau kepunyaan pribadi, akan tetapi merupakan sebuah badan perguruan yang diperuntukkan untuk kepentingan rakyat. Guru-gurunya merupakan pribumi asli yang rela dan ikhlas mendedikasikan dirinya untuk pengajaran dan pendidikan. Taman siswa memiliki hubungan dekat dengan berbagai pergerakan rakyat pada masa itu di antaranya perhimpunan Budi Utomo.
3.     Sistem Pendidikan kyai Haji Ahmad Dahlan
Sistem pendidikan ini didirikan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan tahun 1912 di Yogyakarta, kemudian pendidikannya berkembang dengan cirri khas keagamaan, hal ini sejalan dengan berdirinya organisasi Islam bernama Muhammadiyah, sehingga system pendidikannya terkenal dengan sebutan pendidikan Muhammadiyah.











F. SEJARAH PENDIDIKAN PADA MASA PEMBANGUNAN
Dimasa pembangunan ini Indonesia mulai menata kehidupannya dengan meningkatkan segala sector yang akan menguatkan Negara dimata dunia seperti pada sector social, ekonomi, kebudayaan, pertahanan dan juga pendidikan.
Kebijakan-kebijakan pemerintah, mulai dari pemerintahan kolonial, awal, dan pasca kemerdekaan hingga masuknya Orde Baru terkesan meng-"anak­tirikan", mengisolasi bahkan hampir saja menghapuskan sistem pendidikan Islam Hanna karena alasan "Indonesia bukanlah negara Islam". Namun berkat semangat juang yang tinggi dari tokoh-tokoh pendidikan Islam, akhirnya berbagai kebijakan tersebut mampu "diredam" untuk sebuah tujuan ideal, yaitu "menciptakan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia ..." seperti tercantum dalam UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003. Dengan demikian, sebenarnya banyak faktor yang mempengaruhi kebijakan-kebijakan pemerintah terhadap pendidikan Islam, baik dari aspek sosiopolitik maupun aspek religius.
Secara operasional, kata kebijakan berasal dari kata "bijak" yang berarti rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan kepemimpinan, dan cara bertindak pemerintah, organisasi dan sebagainya.' Sedangkan Orde Baru merupakan suatu pemerintahan dan sebagainya; peraturan pemerintah; susunan angkatan sejak tanggal 11 Maret 1966.2 Selanjutnya rentang waktu sistem pemerintahan RI sejak lahirnya SUPERSEMAR sampai lengsernya Soeharto dari jabatan presiden RI tanggal 20 Mei 1998 yang merupakan awal masa reformasi di Indonesia, penulis jadikan sebagai batasan pembahasan dalam penyajian tulisan ini. Di samping itu, tulisan ini juga berupaya mendeskripsikan berbagai kebijakan pem.erintah era Orde Baru terutama yang ada kaitannya dengan pendidikan Islam.

1.      Menjembatani Dualisme Pendidikan
Diakui bahwa kebijakan pemerintah Orde Baru mengenai pendidikan Islam-dalam konteks madrasah-di Indonesia bersifat positif dan kon­struktif, khususnya dalam dua dekade terakhir 1980-an sampai dengan 1990-an. Pada masa pemerintah Orde Baru, lembaga pendidikan (madrasah) dikembangkan dalam rangka pemerataan kesempatan dan peningkatan mutu pendidikan.
Pada awal-awal masa pemerintahan Orde Baru, kebijakan tentang madrasah bersifat melanjutkan dan meningkatkan kebijakan Orde Lama. Pada tahap ini madrasah belum dipandang sebagai bagian dari sistem pen­didikan nasional, tetapi baru bersifat lembaga pendidikan otonom di bawah pengawasan Menteri Agama. Hal ini disebabkan pendidikan madrasah belum didominasi oleh muatan-muatan agama, menggunakan kurikulum yang belum terstandar, memiliki struktur yang tidak seragam, dan kurang terpantaunya manajemen madrasah oleh pemerintah.
Menghadapi kenyataan tersebut di atas, langkah pertama dalam mela­kukan pembaruan ini adalah dikeluarkannya Kebijakan Menteri Agama Tahun 1967 sebagai respons terhadap TAP MPRS No. XXVII Tahun 19663 dengan melakukan formalisasi dan strukturisasi madrasah. Formalisasi ditempuh dengan menegerikan sejumlah madrasah dengan kriteria ter­tentu yang diatur oleh pemerintah di samping mendirikan madrasah­madrasah yang baru.
Sedangkan strukturisasi dilakukan dengan mengatur perjenjangan dan perumusan kurikulum sekolah-sekolah yang berada di bawah Depdikbud 5 Salah satunya seperti tercantum pada Pasal 1 TAP MPRS No. XXVII Tahun 1966 "menetapkan pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah mulai dari sekolah dasar sampai ke universitas-universitas negeri.
Dari uraian di atas dipahami bahwa upaya melakukan formalisasi dan strukturisasi madrasah merupakan agenda awal pemerintah (Menteri Agama) pada masa Orde Baru. Proses penegerian sejumlah madrasah swasta tampaknya didorong oleh animo masyarakat yang cukup tinggi, yang pada satu sisi ingin mendalami ajaran Islam itu sendiri, namun di sisi lain berkeinginan untuk sejajar dengan sekolah-sekolah umum yang sudah berstatus negeri, sehingga dengan demikian output lembaga madrasah juga dapat memiliki peluang dan kesempata:. untuk duduk dan memegang jabatan pada instansi-instansi yang ada. Sementara upaya strukturisasi kurikulum dengan memasukkan mata pelajaran pendidikan agama ke sekolah-sekolah mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga perguruan tinggi tampaknya didorong oleh keinginan melahirkan output yang tidak "hampa" dari nilai-nilai religius. Agaknya hal ini merupakan salah satu faktor yang memengaruhi berbagai kebijakan pemerintah terhadap pendidikan Islam di Nusantara.
Seiring dengan struktur madrasah yang semakin lengkap, pada tanggal 10 sampai 20 Agustus 1970 telah diadakan pertemuan di Cobogo, Bogor dalam rangka penyusunan kurikulum madrasah dalam semua tingkatan secara nasional. Langkah ini merupakan salah satu kontribusi pemerintah Orde Baru dalam mendekatkan hubungan madrasah dengan sekolah. Otonomi yang diberikan kementerian agama untuk mengelola madrasah terus dibarengi dengan kebijakan yang mengarah kepada penyempurnaan sistem pendidikan nasional. Langkah ini menjadi agenda penting pada masa awal-awal pemerintahan Orde Baru.
Dalam dekade 1970-an madrasah terns dikembangkan untuk memper­kuat keberadaannya, namun di awal-awal tahun 1970-an, justru kebijakan pemerintah terkesan berupaya untuk mengisolasi madrasah dari bagian sistem pendidikan nasional. Hal ini terlihat dengan langkah yang ditempuh pemerintah dengan mengeluarkan suatu kebijakan berupa Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 34 Tanggal 18 April Tahun 1972 tentang "Tanggung Jawab Fungsional Pendidikan dan Latihan". Isi keputusan ini pada intinya mencakup tiga hal:
1.      Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan umum dan kejuruan.
2.      Menteri Tenaga Kerja bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan clan latihan keahlian clan kejuruan tenaga kerja akan pegawai negeri.
3.      Ketua Lembaga Administrasi Negara bertugas clan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan dan latihan khusus untuk pegawai ne­geri?
Selanjutnya, Kepres Nomor 34 Tahun 1972 ini dipertegas oleh Inpres Nomor 15 Tahun 1974 yang mengatur operasionalnya. Dalam TAP MPRS Nomor XVII Tahun 1966 dijelaskan "agama merupakan salah satu unsur mutlak dalam pencapaian tujuan nasional. Persoalan keagamaan dikelola oleh Departemen Agama, sedangkan madrasah dalam TAP MPRS Nomor 2 Tahun 1960 adalah lembaga pendidikan otonom di bawah pengawasan Menteri Agama" e Dari ketentuan ini, Departemen Agama menyelenggarakan pendidikan madrasah tidak saja bersifat keagamaan dan umum, tetapi juga bersifat kejuruan. Dengan Keputusan Presiden No. 34 Tahun 1972 clan Inpres No. 15 Tahun 1974, penyelenggaraan pendidikan umum dan kejuruan sepenuhnya berada di bawah tanggung jawab Mendikbud. Secara implisit ketentuan ini mengharuskan diserahkannya penyelenggaraan pendidikan madrasah yang sudah menggunakan kurikulum nasional kepada Depdikbud.
Dua kebijakan pemerintah di atas, menggambarkan ketegangan yang cukup kuat antara madrasah dengan pendidikan umum (sekolah). Dalam konteks ini, tampaknya madrasah tidak hanya diisolasi dari sistem pen­didikan nasional, tetapi terdapat indikasi kuat untuk dihapuskan. Meskipun sudah adanya usaha penegerian madrasah dan penyusunan kurikulum 1973, tampaknya usaha itu tidak cukup sebagai alasan untuk mengakui madrasah sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional
Kebijakan yang dinilai tidak menguntungkan umat Islam, menimbul­kan respons yang berdatangan dari ulama dan madrasah swasta. Respons ini ditunjukan antara lain oleh musyawarah kerja Majelis Pertimbangan Pendidikan dan Pengajaran Agama (MP3A);. Dalam musyawarah ini terdapat kesepakatan untuk meyakinkan pemerintah bahwa madrasah adalah lembaga pendidikan yang memberikan sumbangan yang cukup berarti dalam proses pembangunan. Di samping itu, dalam pengelolaan madrasah, MP3A berpendapat yang paling tepat diserahi tanggung jawab itu adalah Depag, sebab Menteri Agamalah yang lebih tahu konstelasi pendidikan Islam, butane Mendikbud atau menteri-menteri lain.
Melihat aspirasi umat Islam di atas yang keberatan atas kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, maka pemerintah pun secara aktif menyikapi tuntutan umat Islam tersebut, sehingga pada tanggal 26 November 1974 diadakan sidang kabinet terbatas yang salah satu hasilnya adalah kesepakatan yang dikeluarkan oleh tiga menteri (Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan clan Kebudayaan, clan Kementerian Dalam Negeri) yang dikenal dengan "SKB Tiga Mentor" tahun 1975." Kesepakatan tiga menteri itu mengenai "peningkatan mutu pendidikan madrasah".
Secara umum SKB Tiga Menteri tersebut memuat beberapa ketentuan yang meliputi kelembagaan, kurikulum dan pengajaran. Dalam keputusan bersama ini yang dimaksud dengan madrasah adalah lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang diberikan sekurang-kurangnya 30% di samping mata pelajaran umum.
Hanun Asrohah menjelaskan bahwa untuk merealisir SKB tersebut, Departemen Agama melalui penertiban, penyeragaman, dan penyamaan perjenjangan pada madrasah-madrasah dengan langkah-langkah:'"
a.       Menciutkan jumlah PGAN dan mengubah status sebagian besar PGAN tersebut menjadi Madrasah Tsanawiyah atau Aliyah Negeri
b.      Mengubah status Sekolah Persiapan IAIN, menjadi Madrasah Aliyah Negeri.
c.       PGA-PGA yang diselenggarakan oleh pihak swasta, juga barns Dubai statusnya menjadi Madrasah Tsanawiyah atau Madrasah Aliyah.
Sejumlah keputusan yang memperkuat posisi madrasah lebih ditegaskan lagi sehingga menunjukkan kesetaraan madrasah dengan sekolah. Di antara beberapa pasal yang cukup strategis antara lain pertama, dalam Bab I Pasal 1 ayat 2 berbunyi: madrasah itu meliputi tiga tingkatan, a) Madrasah Ibtidaiyah setingkat dengan Sekolah Dasar; b) Madrasah Tsanawiyah setingkat dengan Sekolah' Menengah Pertama; dan c) Madrasah Aliyah setingkat dengan Sekolah Menengah Atas. Kemudian dalam peningkatan mutu pendidikan, "pada madrasah diupayakan tingkat mata pelajaran umumnya mencapai tingkat yang sama dengan mata pelajaran umum di sekolah. Hal ini memberi pengaruh kepada pengakuan ijazah, lulusan clan status siswa madrasah. Kedua, dalam Bab II Pasal 2 disebutkan bahwa: a) ijazah madrasah dapat mempunyai nilai yang sama dengan ijazah sekolah umum yang setingkat; b) lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum setingkat lebih atas; dan c) siswa madrasah dapat pindah ke sekolah umum yang setingkat.
Dalam pengelolaan dan pembinaan pendidikan, Depag telah mempunyai suatu otoritas dalam mengelola dan membina madrasah sebagai salah satu lembaga pendidikan. Kenyataan ini terlihat dalam Bab IV Pasal 4 sebagai berikut: pertama, pengelolaan madrasah dilakukan oleh Menteri Agama, Kedua, pembinaan mata pelajaran agama pada madrasah dilakukan oleh Menteri Agama, Ketiga, pembinaan dan pengawasan untuk mata pelajaran umum pada madrasah dilakukan oleh Mendikbud bersama-sama dengan Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri.'s
Dari beberapa pasal yang dimuat dalam SKB Tiga Menteri tersebut, terlihat adanya keinginan dan upaya pemerintah untuk mengakui eksistensi madrasah sekaligus dalam meningkatkan mutunya. Dengan SKB tersebut madrasah memiliki definisinya yang semakin jelas sebagai pendidikan yang setara dengan sekolah walaupun keduanya dikelola oleh instansi yang berbeda. Kondisi ini menjadikan madrasah tidak lagi hanya dianggap sebagai lembaga pendidikan keagamaan, melainkan sudah merupakan lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang sekurang-kurangnya 30%, di samping mata pelajaran umum.
Sekalipun persentase mata pelajaran agama Islam sesuai SKB itu minimal 30%, namun semangatnya tetap 100%. Maksudnya adalah mata pelajaran agama tetap diberikan 100% di MA, hanya saja waktu yang disediakan untuk menyajikan mata pelajaran agama tersebut 30% dari keseluruhan waktu/jam pelajaran yang ada di MA. 16
2.      Restrukturisasi Kurikulum Madrasah Dan Menga­tasi Kelangkaan Uiama
Setelah SKB Tiga Menteri, usaha pengembangan madrasah selanjutnya adalah dikeluarkannya SKB Menteri P&K Nomor 299/u/1984 dengan Menteri Agama Nomor 45 Tahun 1984, tentang Pengaturan Pembakuan Kurikulum Sekolah Umum dan Kurikulum Madrasah yang isinya antara lain adalah mengizinkan kepada lulusan madrasah untuk melanjutkan ke sekolah-sekolah umum yang lebih tinggi." SKB 2 Menteri dijiwai oleh TAP MPR No. II/TAP/MPR/ 1983 tentang Perlunya Penyesuaian Sistem Pendidikan sejalan dengan daya kebutuhan pembangunan di segala bidang, antara lain dilakukan melalui perbaikan kurikulum sebagai salah satu di antara berbagai upaya perbaikan penyelenggaraan pendidikan di sekolah umum dan madrasah.
Dalam keputusan itu terjadi perubahan berupa perbaikan dan penyempurnaan kurikulum sekolah umum clan madrasah. Perubahan tersebut tertuang dalam KMA No. 99 Tahun 1984 untuk tingkat MI, KMA Nomor 100 untuk tingkat MTs, clan KMA Nomor 101 untuk tingkat PGAN.19 Keempat KMA tersebut merupakan upaya untuk memperbaiki kurikulum madrasah agar lebih efektif clan efisien aatara lain dalam hal: a) mengorganisasikan program pengajaran (tingkat madrasah); b) untuk membentuk manusia memiliki ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta keharmonisan sesama manusia dan lingkungannya; c) mengefektifkan proses belajar mengajar; dan d) mengoptimalkan waktu belajar.
Upaya dalam pengaturan dan pembaruan kurikulum madrasah di­kembangkan dengan menyusun kurikulum sesuai dengan konsensus yang ditetapkan. Khusus untuk MA, waktu untuk setiap mata pelajaran berlangsung 45 menit dan memakai semester. Sementara itu, jenis program pendidikan dalam kurikulum madrasah terdiri dari program inti clan program pilihan. Pengembangan kedua program kurikulum ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu: a) pendidikan agama, terdiri dari: Al-Quran Hadis, Akidah Akhlak, Fikih, SKI, clan Bahasa Arab; dan b) pendidikan dasar umum yang terdiri dari: PMP, PSPB, Bahasa dan Sastra Indonesia, Sejarah Nasional Indonesia, Pengetahuan Sosial, Sains, Olahraga dan Kesehatan, Matematika, Pendidikan Seni, Pendidikan Keterampilan, Bahasa Inggris (MTs clan MA), Ekonomi (MA), Geografi (MA), Biologi (MA), Fisika (MA) dan Kimia (MA)."
Sebagai esensi dari pembakuan kurikulum sekolah umum dan madrasah ini memuat antara lain:
a.       Kurikulum sekolah umum dan madrasah terdiri dari program inti dan program pilihan.
b.      Program inti dalam rangka memenuhi tujuan pendidikan sekolah umum dan madrasah, dan program inti sekolah umum clan madrasah secara kualitatif sama.
c.       Program khusus (pilihan) diadakan untuk memberikan bekal kemam­puan siswa yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi bagi Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah.
d.      Pengaturan pelaksanaan kurikulum sekolah umum dan madrasah me­ngenai sistem kredit semester, bimbingan karier, ketuntasan belajar, clan sistem penilaian adalah sama.
e.       Hal-hal yang berhubungan dengan tenaga guru dan sarana pendidikan dalam rangka keberhasilan pelaksanaan kurikulum akan diatur bersama oleh kedua departemen yang bersangkutan.
Dengan demikian, kurikulum 1984 tersebut pada hakikatnya mengacu kepada SKB 3 Menteri dan SKB 2 Menteri, baik dalam program, tujuan maupun bahan kajian dan pelajarannya. Di antara rumusan kurikulum 1984 memuat hal strategis sebagai berikut:
a.       Program kegiatan kurikulum madrasah (MI, MTs dan MA) tahun 1984 dilakukan melalui kegiatan interen kurikuler, kokurikuler dan ekstra­kurikuler, baik dalam program inti maupun program pilihan.
b.      Proses belajar mengajar dilaksanakan dengan memerhatikan keserasian antara cara seseorang belajar dengan apa yang dipelajarinya.
c.       Penilaian dilakukan secara berkesinambungan dan menyeluruh untuk peningkatan proses dan hasil belajar, serta pengelolaan program.
Selanjutnya, penilaian akan menurunnya tingkat penguasaan ilmu-ilmu keagamaan lulusan rnadrasah ala SKB 3 Menteri direspons pemerintah dengan mendirikan MAPK.z3 Kelahiran MAPK yang dirintis oleh H. Munawir Sjadzali, MA (ketika ia menjabat sebagai Menteri Agama RI) menurut Ali Hasan dan Mukti A1i24 dilatarbelakangi oleh kebutuhan akan tenaga ahli di bidang agama Islam (ulama) sesuai dengan tuntutan pembangunan nasional, sehingga kondisi itu perlu dilakukan upaya peningkatan mutu pendidikan pada MA.
Sejak dikeluarkannya SKB 3 Menteri yang dilanjutkan dengan SKB 2 Menteri, secara formal madrasah sudah menjadi sekolah umum yang menjadikan agama sebagai ciri khas kelembagaannya. Kebijakan pemerintah dalam 2 SKB di atas menimbulkan dilema baru bagi madrasah. Di satu pihak materi pengetahuan umum bagi madrasah secara kuantitas dan kualitas mengalami peningkatan, tetapi di pihak lain penguasaan murid terhadap ilmu pengetahuan agama menjadi "serba tanggung", sehingga untuk mencetak ulama dari madrasah merupakan suatu hal yang terlalu riskan.
Menyadari kondisi itu, pemerintah berusaha mengadakan terobosan­terobosan, sehingga muncul keinginan pemerintah untuk mendirikan MA bersifat khusus yang kemudian dikenal dengan nama Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) yang didasarkan pada Keputusan Menteri Agama No. 73 Tahun 1987.25 Pada MAPK ini dititikberatkan pada pengembangan dan pendalaman ilmu-ilmu keagamaan dengan tidak mengenyampingkan ilmu umum sebagai usaha pengembangan wawasan.zs
Untuk itu, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Agama Badan Litbang Agama Depag bekerjasama dengan Dirjen Binbaga Islam melakukan studi kelayakan terhadap beberapa MAN yang dianggap memungkinkan, baik sarana maupun prasarananya dalam menyelenggarakan program khusus. Dari penelitian tersebut ditunjuk 5 (lima) MAN sebagai penyelenggara program khusus. Kelima madrasah itu adalah: MAN Darussalam (Ciamis, Jawa Barat), MAN Jung Pandang, MAN 1 Yogyakarta, MAN Koto Baru (Padang Panjang, Sumbar) dan MAN Jember (Jawa Timur) yang penyelenggaraannya mengacu kepada Keputusan Dirjen Binbaga Islam Nomor 47/E/1987 tanggal 23 Juli 1987.27
Dalam hal kurikulum, pada dasarnya kurikulum MAPK yang mempunyai perbandingan 70% agama dan 30% umum, secara kurikuler dimaksudkan untuk mengembangkan program pembibitan calon-calon ulama, sehingga penyelenggaraan MAPK merupakan program intensifikasi pendidikan melalui sistem asrama (program tutorial) clan pengembangan kemahiran berbahasa Arab dan Inggris. Sedangkan buku sumber, pendekatan yang digunakan, sistem evaluasi, penetapan angka kredit, semuanya sama dengan MA, hanya saja ditambah dengan bimbingan belajar (tutorial) untuk kitab kuning pada sore hari, sehingga kegiatan belajar mengajar cukup padat, baik intra maupun ekstrakurikuler.
Setelah berjalan beberapa tahun, tampaknya program MAPK hasilnya cukup menggembirakan, sehingga pemerintah terus mengupayakan pembina­an clan pengembangan baik fisik maupun mental. Dengan diberlakukannya kurikulum 1994 yang merupakan.konsekuensi UUSPN Nomor 2 tahun 1989, MAPK diganti namanya menjadi Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK). Hemat penulis, perubahan dari MAPK menjadi MAK hanyalah perubahan nama saja, bukan perubahan substansi lembaga atau kurikulum serta tujuan awal pendirian lembaga tersebut, yaitu mempersiapkan tenaga terampil yang menguasai pengetahuan agama secara baik dan mendalam. Selain itu, perubahan tersebut merupakan implikasi dikeluarkannya PP No. 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar Pasal 4 Ayat (3) bahwa MI dan MTs yang diselenggarakan oleh Departemen Agama adalah sekolah umum berciri khas agama Islam dan SK Mendikbud No. 489/U/1992 bahwa MA adalah SMU yang berciri khas agama Islam. Meskipun tidak terdapat PP atau SK yang menunjukkan perubahan nama tersebut, namun diyakini bahwa perubahan MAPK menjadi MAK merupakan dampak positif dari PP dan SK tersebut yang juga menginginkan lahirnya lembaga-lembaga kejuruan dengan penguasaan keterampilan yang lebih khusus terutama dalam bidang penguasaan ajaran agama Islam.
3.      Unifikasi Sister Pendidikan
Memasuki dekade 90-an, kebijakan pemerintah Orde Baru mengenai madrasah ditujukan secara penuh untuk membangun satu sistem pendidikan nasional yang utuh. Maksudnya adalah sistem pendidikan nasional tidak hanya bergantung kepada pendidikan jalur sekolah, tetapi juga memanfaatkan jalur luar sekolah. Untuk tujuan ini, pemerintah melakukan berbagai langkah dan terobosan. Satu di antaranya melalui penyusunan UU No. 1 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan sekaligus menggantikan UU No. 4 Tahun 1950 jo UU No. 12 Tahun 1954. Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tersebut -memuat 20 bab, 59 pasal yang secara umum terdiri dari kelembagaan, peserta didik, tenaga kependidikan, sumber daya pendidikan, kurikulum, pembelajaran, evaluasi, dan supervisi.28 Berdasarkan undang­undang tersebut, pendidikan di Indonesia dilaksanakan secara semesta, menyeluruh, terpadu. Semesta dalam arti terbuka bagi seluruh rakyat dan berlaku di seluruh wilayah negara. Menyeluruh dalam arti mencakup jalur, jenjang dan jenis pendidikan. Sedangkan terpadu berarti keterkaitan antara pendidikan nasional dengan seluruh usaha pembangunan nasional.
Penjabaran UUSPN ini dituangkan dalam peraturan pemerintah. Di antara PP itu adalah PP No. 27 Tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah, PP No. 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar, PP No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah, PP No. 30 Tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi, PP No. 72 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luau Biasa, PP No. 73 tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah, PP No. 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan, dan PP No. 39 Tahun 1992 tentang Peran Serta Masyarakat dalam SISPENAS.
Diundangkannya UU No. 2 Tahun 1989, memberikan efek positif terhadap pendidikan agama secara umum dan lembaga pendidikan madrasah khususnya. Indikasi ini terlihat dalam Pasal 4 bahwa pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Dalam persoalan ini, tujuan pendidikan nasional secara umum adalah mengembangkan intelektual, moral dan spiritual. Tentu dalam hal moral dan spiritual pendidikan agama mempunyai peran strategis.
Pola integrasi madrasah ke dalam sistem pendidikan nasional tampaknya dalam batas tertentu mengikuti pola sekolah-sekolah swasta Islam, seperti Muhammadiyah, al-Azhar, clan lain-lain. Lembaga ini mengembangkan kurikulum yang diatur oleh pemerintah secara nasional, di samping menambahkan muatan dari kegiatan keagamaan yang cukup banyak. Penambahan ini dibenarkan menurut UUSPN Pasal 47 Ayat 2, sebagai ciri khas pendidikan yang dikelola oleh orang/yayasan Islam.




B.     Analisis Fakta Sejarah
Melihat alaur sejarah pendidikan Islam di Indonesia sebagaimana tersebut diatas maka penuiis mengambii satu anaiisis bahwa pendidikan Islam pada masa orde baru merupakan tahap awal munculnya kesadaran bangsa Indonesia akan pentingnya penanaman nilai-nilai keagamaan pada masyarakat Indonesia sehingga bangsa Indonesia dapat menyongsong masa akan datang bukan hanya dengan IPTEK melainkan juga di imbang o'ten hV11AV, meskipun Dada awainya untie mewujudkan pendidikan dalam bentuk madrasah yang memiliki kesetaraan dengan pendidikan umum adaiah proses yang sangat peiik. hai tersebut dapat delight clan fact sejarah yang penulis ungkapkan di atas ketika awal orde baru terkesan mengaanaktirikan pendidikan Islam Balkan hampir menghanuskannya. ham tersebut dibuktikan dengan beberapa keputusan yang diberikan oleh pemerintah terhadap pendidikan. Sepertihalnya keputusan presiden yang Nomor S4 tanggal 18 April tahun 1y%1, tentang "Tanggung Jawab Fungsional Pendidikan dan Latihan", yang dianggap mengisolasi pendidikan Islam ham tersebut dikarenakan di dalam kenutusan tersebut mengarah kepada penyerahan kewenangan pendidikan Islam kepada Depdikbud, yang seharusnya tetap diberikan kepada menteri Agama karena menteri agamaiah yang memiliki kewenangan serta memahami mengenai aspek keagamaan dibandingkan Dendikbud, hai tersebutiah yang menladi saiah satu hambatan lagi bagi pendidikan Islam yang akhirnya bangkitlah umat Islam ketika itu untuk mengusulakn agar kewenangan pendidikan Isiam kembaii diberikan kepada Depot.
Begitu banyak lika-liku perjuangan pendidikan Islam di Indonesia pada masa awai kemerdekaan hingga orde baru, hinge Dada akhirnya dari situlah awal berjayanya pendidikan Islam di mata pemerintah hal tersebut dapat dilihat dari fakta seiarah yang menyebutkan bahwa madras telah disetarakan dengue pendidikan umum, septa terdapat pula pendidikan madrasah yang diusung guna untuk mernbangkitkan serta memunculkan para generasi ulama-ulama yang berkompeten tetapi tidak tertinggal dalam hal pendidikan umum yakni dengan adanya MAPK atau MAK, yang memberikan porsi pendidikan agama lebih bank tetapi tidal meninggalkan pendidikan umum.


G.      SEJARAH PENDIDIKAN PADA MASA REFORMASI
Keterkungkungan yang terjadi hampir kurang lebih 30 tahun ketika masa soeharto mengakibatkan rakyat Indonesia tidak dapat berkutik atau bergerak bebas baik dalam dunia politik maupun dalam dunia pendidikan, sebagaimana kita ketahui pada masa pembangunan pendidikan bersifat sentralistik, setiap kebijakan mengenai pendidikan sepi dari kritikan ataupun penolakan baik dari kalangan praktisi maupun persekolahan.

A. Proses Pendidikan
            Reformasi pendidikan merupakan hukum alam yang akan mencari jejaknya sendiri, khususnya memasuki masa milenium ketiga yang mengglobal dan sangat ketat dengan persaingan. Agar kita tidak mengalami keterkejutan budaya dan merasa asing dengan dunia kita sendiri, refleksi pendidikan ini setidaknya merupakan sebuah potret diri agar dikemudian hari kita tidak lupa dengan wajah diri kita sendiri (Suyanto & Hisyam, 2000: 2). Perubahan yang sangat menonjol pada era reformasi adalah dilaksanakannya otonomi daerah sebagai implementasi dari UU No. 22/1999 tentang pemerintahan daerah. Lebih lanjut, tantangan yang berkaitan dengan regulasi adalah kondisi UU No. 2/1989 tentang sistem pendidikan nasional (UU SPN) yang menganut manajemen pendidikan sentralistis/k dan masih lebih menitikberatkan penyelenggaraan pendidikan pada pemerintah, yang tidak lagi sesuai dengan prinsip otonomi daerah.
            Dari segi kualifikasi tenaga guru di Indonesia masih jauh dari harapan. Hal ini ditunjukkan oleh statistik sebagai berikut: dari jumlah guru SD sebanyak 1.141.161 orang, 53% diantaranya berkualifikasi D-II atau statusnya lebih rendah. Dari jumlah guru SLTP sebanyak 441.174 orang, 36% berkualifikasi D-II atau lebih rendah, 24,9% berijasah D-III kemudian dari 346.783 orang guru sekolah menengah, sebanyak 32% masih berkualifikasi D-III atau lebih rendah statusnya. Sementara itu pengangkatan tenaga pendidik yang baru setiap tahun hanya dipenuhi 25% dari usulan kebutuhan akan tenaga pendidik (Soearni, 2003: 396 – 397).
            Implikasi dari situasi bangsa Indonesia seperti itu adalah dalam waktu kurang dari satu dasawarsa ini sering terjadi pergantian kabinet sesuai dengan presiden yang berkuasa. Hal ini tentu saja membawa dampak secara tidak langsung terhadap sistem pendidikan di Indonesia. Pergantian kabinet, termasuk menteri pendidikan nasional dapat berdampak seringnya terjadi pergantian kurikulum pendidikan yang diterapkan di seluruh Indonesia.

B. Periodesasi Pemerintahan
            Pada era pemerintahan Habibie masih menggunakan kurikulum 1994 yang disempurnakan sampai pada masa pemerintahan Gus Dur. Pada masa pemerintahan Megawati terjadi beberapa perubahan tatanan di bidang pendidikan, antara lain : 
a. Dirubahnya kurikulum 1994 menjadi kurikulum 2000 dan akhirnya disempurnakan menjadi kurikulum 2002 (KBK). KBK atau Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan kurikulum yang pada dasarnya berorientasi pada pengembangan tiga aspek utama, antara lain aspek afektif (sikap), kognitif (pengetahuan) dan psikomotorik (ketrampilan).
 
b. Pada tanggal 8 juli 2003 disahkannya Undang – undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang memberikan dasar hukum untuk membangun pendidikan nasional dengan menerapkan prinsip demokrasi, desentralisasi, otonomi, keadilan dan menjunjung Hak Asasi Manusia.
            Menurut Lembaran Negara Nomor 4301 Pendidikan dalam UU Republik Indonesia No. 20/2003, pembaharuan sistem pendidikan nasional dilakukan untuk memperbaharui visi, misi dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Visi dari pendidikan nasional adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Adapun misi dari pendidikan nasional adalah sebagai berikut :
a. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperleh pendidikan dan bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar.
c. Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral.
d. Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, ketrampilan, pengalaman, sikap dan nilai berdasarkan standar nasional dan global.
e. Memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.
            Kemudian setelah Megawati turun dari jabatannya dan digantikan oleh Susilo Bambang Yudhoyono, UU No. 20/2003 masih tetap berlaku, namun pada masa SBY juga ditetapkan UU RI No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Penetapan Undang – undang tersebut disusul dengan pergantian kurikulum KBK menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum ini berasaskan pada PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. KTSP merupakan kurikum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing – masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan, tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan serta silabus (BSNP, 2006: 2). KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip sebagai berikut :
a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan pesrta didik serta lingkungan.
b. Beragam dan terpadu.
c. Tanggapan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan.
e. Menyeluruh dan berkesinambungan.
f. Belajar sepanjang hayat.
g. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah




Tujuan pendidikan KTSP :
a. Untuk pendidikan dasar, diantaranya meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
b. Untuk pendidikan menengah, meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
c. Untuk pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya


H.   HUBUNGAN SEJARAH DENGAN PENDIDIKAN
Ada pepatah yang mengatakan jika suatu bangsa ingin maju maka belajarlah dari sejarah. Pendidikan menjadi salah satu aspek yang bisa meminimalisir keterpurukan itu, andaikan para penguasa negeri ini masih berkutat dalam system pemerintahan yang masih didomonasi oleh praktik-praktik korupsi, kolusi dan nepotisme, mungkin anak cucu kita akan bertanya, kapan Indonesia ini maju? Padahal bangsa lain sudah melompat jauh menggapai angan-angan yang mereka impikan, sedangkan kita? Sejarah saja kita lupakan, ideology bangsa saja kita injak-injak sampai tiada tersisa, mau kemana bangsa ini? Untuk itu harapan kami adalah reformasi yang sekarang ini merupakan momentum bagi dunia akademik untuk merubah bangsa ini menjadi lebih baik lewat pendidikan.

A.      Sejarah dan Pewarisan Nilai.

Pendidikan pada hakikatnya merupakan upaya pewarisan nilai-nilai dan budaya. Budaya dan nilai-nilai yang di pandang baik dan di junjung tinggi oleh generasi terdahulu diwariskan dan di teruskan kepada generasi berikutnya, bukan saja sebagai upaya untuk mensosialisasikan dan mengintegrasikan individu-individu ke dalam komunitas bangsanya, lebih jaauh lagi di maksudkan sebagai upaya memberikan bekal kekuatan dalam menghadapi masa kini dan bahkan masa-masa yang akan datang.

Hubungan antara sejarah dan pendidikan ialah bahwa proses pendidikan memerlukan dukungan sejarah, sebab sejarahlah pada hakikatnya yang memberikan bahan-bahan, inspirasi, motivasi dan berbagai perspektif bagi proses pengembanga daya-daya manusia yang menjadi hakikat dan inti pokok pendidikan.

B.      Pewarisan Nilai, Kesadaran Sejarah dan Pembangunan Bangsa.

Perlu disadari pula bahwa peranan sejarah dalam proses pendidikan sebagai bahan, inspirasi, motivasi dan perspektif dalam pengembagan daya-daya manusia tidaklah sebagai sesuatu yang berfungsi dengan sendirinya. Untuk itu di perlukan pula prasyarat lain, yaitu kesadaran sejarah. Kesadaran sejarah dalam hubungan ini lebih dikaitkan kepada kesadaran sejarah sebagai bangsa, ialah mengenai bangsanya sendiri, mengenai self understanding of nation, kesadaran mengenai sangkan parannya bangsa sendiru, serta persoalan-persoalan siapakah kita ini dan mengapa kita menjadi seperti sekarang ini, persoalan what we are, why we are what we are.











BAB III
PENUTUP
A.Simpulan
Sejarah sangat penting dalam rangka membentuk kepribadian yang utama.dalam peranannya sebagai landasan pendidikan,sejarah ini sangat urgen manfaatnya apabila di kaitkan dengan landasan Pendidikan.
B.Saran
Negara Indonesia ini sangat kaya akan sejarah,baik sejarah pendidikan maupun yang umum.oleh karena itu,kita sebagai Masyarakat dan Mahasiswa harus bisa mengetahui sejarah-sejarah pendidkan,baik sejarah pendidikan Dunia Maupun Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar