BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Kehidupan manusia
tiada terlepas dari sejarah kehidupan, karena dengan sejarah itu manusia dapat
menjadikan tolak ukur untuk melakukan suatu tindakan dimasa sekarang, apakah
baik atau sebaliknya, sehingga dapat menghasilkan hasil yang maksimal.
Sejarah adalah suatu
peristiwa yang telah terjadi di masa lampau, yang merupakan bagian dari
kehidupan manusia, sejarah itu diisi tergantung pada pembuat sejarah apakah
diisi dengan tinta sejarah yang bermanfaat atau sebakliknya. Hingga sampai saat
ini pun sebenarnya kita juga sedang membuat sejarah tentang kehidupan kita
untuk generasi penerus kita baik itu untuk anak dan cucu kita dan semua orang
yang terlibat dalam aktivitas kehidupan kita. Secara tidak langsung kita ada
pada saat ini merupakan sejarah dari orang tua kita, orang tua kita ada dari
orang tua kita sebelumnya dan begitulah seterusnya.
Peristiwa sejarah
meliputi berbagai aktivitas manusia semua bidang manusia salah satunya adalah
landasan sejarah dalam bidang pendidikan yang merupakan pembahasan makalah ini.
Pendidikan merupakan hasil sejarah orang – orang sebelum kita yang berjasa
dalam bidang sejarah, oleh karena itu dengan adanya landasan sejarah pendidikan
di masa lalu bisa dijadikan gambaran untuk melakukan pendidikan dimasa
sekarang. Sehingga dalam pelaksannan pendidikan dapat mengarah pada tujuan sebenarnya pendidikan itu.
2.
Rumusan masalah
Berdasarakan latar belakang di atas,maka terdapat rumusan-rumusan
masalah.adapun rumusan masalahnya yaitu sebagai berikut:
a) Apa
itu Pendidikan ?
b) Apa
Itu Landasan Pendidikan?
c) Apa
Itu Sejarah Landasan Pendidikan?
d) Bagaimana
Sejarah Pendidikan di Dunia?
e) Bagaimana
Sejarah Pendidikan di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Pendidikan
Secara umum, pendidikan merupakan segala pengalaman belajar yang
berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Secara khusus,
pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan
pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan, yang
berlangsung di dalam dan luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan
peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup
secara tepat di masa yang akan datang
.
B. Pengertian Landasan Pendidikan
Yaitu yang menjadi sebuah konsep,alas atau pondasi pendidikan.
Sejarah
pendidikan dimulai pada masa Hindu/Budha sampai pendidikan pada masa orde
baru.dan pada jaman realisme sampai jaman sosialisme.
C. Pengertian Sejarah Pendidikan
Karena pendidikan mepunyai sejarah yang amat panjang yang perlu untuk kita
ketahui sebagai bahan untuk kajian dan untuk menambah wawasan tentang
pendidikan.
D.Sejarah Pendidikan Dunia
Perjalanan pendidikan di dunia telah lama belangsung dan mempunyai
historis(sejarah) yang panjang dan perlu untuk kita ketahui bagai mana
perjalanan pendidikan di dunia .oleh karena itu penulis akan memaparkan sejarah
pendidikan dunia dari zaman realisme sampai zaman sosialisme
1.
zaman realism
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan alam yang didukung oleh
penemuan-penemuan ilmiah baru, pendidikan diarahkan pada kehidupan dunia dan
bersumber dari keadaan dunia pula, berbeda dengan pendidikan-pendidikan
sebelumya yang banyak berkiblat pada dunia ide, dunia surga dan akhirat.
Realisme menghendaki pikiran yang praktis (Pidarta, 2007: 111-114). Menurut
aliran ini, pengetahuan yang benar diperoleh tidak hanya melalui penginderaan
semata tetapi juga melalui persepsi penginderaan .
Tokoh-tokoh pendidikan zaman Realisme ini adalah Francis Bacon dan Johann
Amos Comenius. Sedangkan prinsip-prinsip pendidikan yang dikembangkan pada
zaman ini meliputi:
Pendidikan
lebih dihargai daripada pengajaran,
Pendidikan
harus menekankan aktivitas sendiri,
Penanaman
pengertian lebih penting daripada hafalan,
Pelajaran
disesuaikan dengan perkembangan anak,
Pelajaran
harus diberikan satu per satu, dari yang paling mudah,
Pengetahuan
diperoleh dari metode berpikir induktif (mulai dari menemukan fakta- fakta
khusus kemudian dianalisa sehingga menimbulkan simpulan) dan anak-anak harus
belajar dari realita alam,
Pendidikan bersifat
demokratis dan semua anak harus mendapatkan kesempatan yang sama untuk belajar
2.
zaman rasionalisme
Menurut aliran ini bahwa manusia mampu untuk berpikr sendiri atau mandiri
dan juga bertiindak untuk dirinya sendiri,dengan itu manusia harus banyak
berlatih supaya bisa bertindak untuk dirinya sendiri.tokoh pendidikan pada
Zaman ini pada abad ke 18 adalah jhon lock.
3.
zaman naturalism
Pada abad ke-18 muncullah aliran Naturalisme Sebagai reaksi terhadap aliran
Rasionalisme dengan tokohnya, J. J. Rousseau. Aliran ini menentang kehidupan
yang tidak wajar sebagai kibat dari Rasionalisme, seperti gaya hidup yang
diperhalus, cara hidup yang dibuat-buat sampai pada korupsi, anak-anak
dipandang sebagai manusia dewasa yang kecil. Naturalisme menginginkan
keseimbangan antara kekuatan rasio dengan hati (Pidarta, 2007: 115).
Naturalisme menyatakan bahwa manusia didorong oleh kebutuhan-kebutuhannya,
dapat menemukan jalan kebenaran di dalam dirinya sendiri (Mudyaharjo, 2008:
118). Menurut Rousseau ada tiga asas mengajar, yaitu:
a)
Asas pertumbuhan, pengajaran harus memberi kesempatan untuk anak-anak bertumbuh
secara wajar dengan cara mempekerjakan mereka sesuai dengan
kebutuhannya
b)
Asas aktivitas, melalui bekerja anak-anak akan menjadi aktif yang akan
memberikan pengalaman, yang kemudian akan menjadi pengetahun mereka
c)
Asas individualitas, dengan cara menyiapkan pendidikan sesuai dengan
individualitas masing-masing anak, sehingga mereka berkembang sesuai dengan
alamnya sendiri .
4.
zaman developmentalisme
Aliran ini memandang pendidikan sebagai suatu peroses perkembangan jiwa
sehingga aliran ini sering disebut gerakan psikologis dalam pendidikan.
Tokoh-tokoh aliran ini adalah : pestalozzi,johan fredrich herbart,fried rich
wilhelm frobel, dan setan stanley hall. Konsep pendidikan yang dikembangkan
oleh aliran ini meliputi:
Mengaktualisasi
semua potensi anakyang masih laten, membentuk watak susila
dan kepribadian yang harmonis, serta
meningkatkan derajat social manusia.
Pengembangan ini
dilakukan sejalan dengan tingkat-tingkat perkembangan anak yang melalui
observasi dan eksperimen
Pendidikan adalah
pengembangan pembawaan (nature) yang disertai asuhan yang baik (nurture).
Pengembangan
pendidikan mengutamakan perbaikan pendidikan dasar dan pengembangan pendidikan
universal.
5.
Zaman nasionalisme
Zaman nasionalisme muncul pada abad ke 19 sebagai upaya membentuk
patriot-patriot bangsa dan mempertahankan bangsa dari kaum
imperialis.tokoh-tokohnya adalah la chatolais ( perancis ),fichte (jerman) dan
jefferson(amerika serikat) Konsep pendidikan yang ingin diusung oleh aliran ini
adalah:
Menjaga, memperkuat,
dan mempertinggi kedudukan negara,
Mengutamakan
pendidikan sekuler, jasmani, dan kejuruan,
6.
zaman riberalisme,positivisme, dan indipidualisme.
Lahir pada abad ke 19.liberalisme berpendapat bahwa pendidikan adalah
alat untuk memperkuat kekuasaan seseorang di wilayah yang ingin dia
kuasai yang di pelopori dalam bidang ekonomi.siapa yang paling banyak
pengetahuan maka dialah yang paling berkuasa. Kemudian akan mengarah ke
individualkisme.sedangkan positivisme adalah percaya bahwa kebenaran yang dapat
di amati oleh panca indra sehinnga kepada agama makin melemah karena lebih
mengutamakan akalnya.tokoh aliran ini adalah august comte.
7.
zaman sosialisme
Aliran ini bependapat bahwa hidup bersosial lebih baik dari pada hidup secara
individul. karena akan mempersulit terhadap pendidikan.oleh karena
itu,pendidikan harus di abdikan untuk tujuan-tujuan sosial.tokoh-tokoh aliran
ini adalah paur narttop,george kerchensteiner, dan jhon dewey.
E.
SEJARAH PENDIDIKAN PADA MASA PERJUANGAN
1. Sistem Pendidikan Mohamad
Syafe’i
Sistem pendidikan ini dinamakan Indonesisch
Nederland School (NIS) lahir di Sumatra barat kota Padang, sebagai reaksi
terhadap system pendidikan hindia belanda yang mencetak orang-orang pribumi
menjadi mesin bagi kepentingan mereka, ada empat pokok yang di tekankan dalam
system persekolahan NIS yaitu, pendidikan akademik, keterampilan, kerohanian
dan kesiswaan.
2. Sistem Pendidikan Ki Hajar
Dewantara
Sistem pendidikan ini lebih dikenal dengan nama pendidikan taman siswa yang
lahir di Yogyakarta tahun 1922, tujuannya hampir sama sebenarnya yaitu sebagai
bentuk perjuangan melawan penjajahan Belanda dalam bentuk pendidikan. Taman
Siswa bukan badan perkumpulan yang terdiri dari anggota-anggota atau kepunyaan
pribadi, akan tetapi merupakan sebuah badan perguruan yang diperuntukkan untuk
kepentingan rakyat. Guru-gurunya merupakan pribumi asli yang rela dan ikhlas
mendedikasikan dirinya untuk pengajaran dan pendidikan. Taman siswa memiliki
hubungan dekat dengan berbagai pergerakan rakyat pada masa itu di antaranya
perhimpunan Budi Utomo.
3. Sistem Pendidikan kyai Haji
Ahmad Dahlan
Sistem pendidikan ini didirikan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan tahun 1912 di
Yogyakarta, kemudian pendidikannya berkembang dengan cirri khas keagamaan, hal
ini sejalan dengan berdirinya organisasi Islam bernama Muhammadiyah, sehingga
system pendidikannya terkenal dengan sebutan pendidikan Muhammadiyah.
F.
SEJARAH PENDIDIKAN PADA MASA PEMBANGUNAN
Dimasa pembangunan ini Indonesia mulai menata kehidupannya dengan
meningkatkan segala sector yang akan menguatkan Negara dimata dunia seperti
pada sector social, ekonomi, kebudayaan, pertahanan dan juga pendidikan.
Kebijakan-kebijakan pemerintah,
mulai dari pemerintahan kolonial, awal, dan pasca kemerdekaan hingga masuknya
Orde Baru terkesan meng-"anaktirikan", mengisolasi bahkan hampir
saja menghapuskan sistem pendidikan Islam Hanna karena alasan "Indonesia
bukanlah negara Islam". Namun berkat semangat juang yang tinggi dari
tokoh-tokoh pendidikan Islam, akhirnya berbagai kebijakan tersebut mampu
"diredam" untuk sebuah tujuan ideal, yaitu "menciptakan manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia ..."
seperti tercantum dalam UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003. Dengan demikian,
sebenarnya banyak faktor yang mempengaruhi kebijakan-kebijakan pemerintah
terhadap pendidikan Islam, baik dari aspek sosiopolitik maupun aspek religius.
Secara operasional, kata kebijakan
berasal dari kata "bijak" yang berarti rangkaian konsep dan asas yang
menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan
kepemimpinan, dan cara bertindak pemerintah, organisasi dan sebagainya.'
Sedangkan Orde Baru merupakan suatu pemerintahan dan sebagainya; peraturan
pemerintah; susunan angkatan sejak tanggal 11 Maret 1966.2 Selanjutnya rentang
waktu sistem pemerintahan RI sejak lahirnya SUPERSEMAR sampai lengsernya
Soeharto dari jabatan presiden RI tanggal 20 Mei 1998 yang merupakan awal masa
reformasi di Indonesia, penulis jadikan sebagai batasan pembahasan dalam
penyajian tulisan ini. Di samping itu, tulisan ini juga berupaya
mendeskripsikan berbagai kebijakan pem.erintah era Orde Baru terutama yang ada
kaitannya dengan pendidikan Islam.
1.
Menjembatani Dualisme Pendidikan
Diakui bahwa kebijakan pemerintah
Orde Baru mengenai pendidikan Islam-dalam konteks madrasah-di Indonesia
bersifat positif dan konstruktif, khususnya dalam dua dekade terakhir 1980-an
sampai dengan 1990-an. Pada masa pemerintah Orde Baru, lembaga pendidikan
(madrasah) dikembangkan dalam rangka pemerataan kesempatan dan peningkatan mutu
pendidikan.
Pada awal-awal masa pemerintahan
Orde Baru, kebijakan tentang madrasah bersifat melanjutkan dan meningkatkan
kebijakan Orde Lama. Pada tahap ini madrasah belum dipandang sebagai bagian
dari sistem pendidikan nasional, tetapi baru bersifat lembaga pendidikan
otonom di bawah pengawasan Menteri Agama. Hal ini disebabkan pendidikan
madrasah belum didominasi oleh muatan-muatan agama, menggunakan kurikulum yang
belum terstandar, memiliki struktur yang tidak seragam, dan kurang terpantaunya
manajemen madrasah oleh pemerintah.
Menghadapi kenyataan tersebut di
atas, langkah pertama dalam melakukan pembaruan ini adalah dikeluarkannya
Kebijakan Menteri Agama Tahun 1967 sebagai respons terhadap TAP MPRS No. XXVII
Tahun 19663 dengan melakukan formalisasi dan strukturisasi madrasah. Formalisasi
ditempuh dengan menegerikan sejumlah madrasah dengan kriteria tertentu yang
diatur oleh pemerintah di samping mendirikan madrasahmadrasah yang baru.
Sedangkan strukturisasi dilakukan
dengan mengatur perjenjangan dan perumusan kurikulum sekolah-sekolah yang
berada di bawah Depdikbud 5 Salah satunya seperti tercantum pada Pasal 1 TAP
MPRS No. XXVII Tahun 1966 "menetapkan pendidikan agama menjadi mata
pelajaran di sekolah-sekolah mulai dari sekolah dasar sampai ke
universitas-universitas negeri.
Dari uraian di atas dipahami bahwa
upaya melakukan formalisasi dan strukturisasi madrasah merupakan agenda awal
pemerintah (Menteri Agama) pada masa Orde Baru. Proses penegerian sejumlah
madrasah swasta tampaknya didorong oleh animo masyarakat yang cukup tinggi, yang
pada satu sisi ingin mendalami ajaran Islam itu sendiri, namun di sisi lain
berkeinginan untuk sejajar dengan sekolah-sekolah umum yang sudah berstatus
negeri, sehingga dengan demikian output lembaga madrasah juga dapat memiliki
peluang dan kesempata:. untuk duduk dan memegang jabatan pada instansi-instansi
yang ada. Sementara upaya strukturisasi kurikulum dengan memasukkan mata
pelajaran pendidikan agama ke sekolah-sekolah mulai dari jenjang pendidikan
dasar hingga perguruan tinggi tampaknya didorong oleh keinginan melahirkan
output yang tidak "hampa" dari nilai-nilai religius. Agaknya hal ini
merupakan salah satu faktor yang memengaruhi berbagai kebijakan pemerintah
terhadap pendidikan Islam di Nusantara.
Seiring dengan struktur madrasah
yang semakin lengkap, pada tanggal 10 sampai 20 Agustus 1970 telah diadakan
pertemuan di Cobogo, Bogor dalam rangka penyusunan kurikulum madrasah dalam
semua tingkatan secara nasional. Langkah ini merupakan salah satu kontribusi
pemerintah Orde Baru dalam mendekatkan hubungan madrasah dengan sekolah.
Otonomi yang diberikan kementerian agama untuk mengelola madrasah terus
dibarengi dengan kebijakan yang mengarah kepada penyempurnaan sistem pendidikan
nasional. Langkah ini menjadi agenda penting pada masa awal-awal pemerintahan
Orde Baru.
Dalam dekade 1970-an madrasah terns
dikembangkan untuk memperkuat keberadaannya, namun di awal-awal tahun 1970-an,
justru kebijakan pemerintah terkesan berupaya untuk mengisolasi madrasah dari
bagian sistem pendidikan nasional. Hal ini terlihat dengan langkah yang
ditempuh pemerintah dengan mengeluarkan suatu kebijakan berupa Keputusan
Presiden (Kepres) Nomor 34 Tanggal 18 April Tahun 1972 tentang "Tanggung
Jawab Fungsional Pendidikan dan Latihan". Isi keputusan ini pada intinya
mencakup tiga hal:
1.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan
pendidikan umum dan kejuruan.
2.
Menteri Tenaga Kerja bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan clan latihan
keahlian clan kejuruan tenaga kerja akan pegawai negeri.
3.
Ketua Lembaga Administrasi Negara bertugas clan bertanggung jawab atas
pembinaan pendidikan dan latihan khusus untuk pegawai negeri?
Selanjutnya, Kepres Nomor 34 Tahun
1972 ini dipertegas oleh Inpres Nomor 15 Tahun 1974 yang mengatur
operasionalnya. Dalam TAP MPRS Nomor XVII Tahun 1966 dijelaskan "agama
merupakan salah satu unsur mutlak dalam pencapaian tujuan nasional. Persoalan
keagamaan dikelola oleh Departemen Agama, sedangkan madrasah dalam TAP MPRS
Nomor 2 Tahun 1960 adalah lembaga pendidikan otonom di bawah pengawasan Menteri
Agama" e Dari ketentuan ini, Departemen Agama menyelenggarakan pendidikan
madrasah tidak saja bersifat keagamaan dan umum, tetapi juga bersifat kejuruan.
Dengan Keputusan Presiden No. 34 Tahun 1972 clan Inpres No. 15 Tahun 1974,
penyelenggaraan pendidikan umum dan kejuruan sepenuhnya berada di bawah
tanggung jawab Mendikbud. Secara implisit ketentuan ini mengharuskan
diserahkannya penyelenggaraan pendidikan madrasah yang sudah menggunakan
kurikulum nasional kepada Depdikbud.
Dua kebijakan pemerintah di atas,
menggambarkan ketegangan yang cukup kuat antara madrasah dengan pendidikan umum
(sekolah). Dalam konteks ini, tampaknya madrasah tidak hanya diisolasi dari
sistem pendidikan nasional, tetapi terdapat indikasi kuat untuk dihapuskan.
Meskipun sudah adanya usaha penegerian madrasah dan penyusunan kurikulum 1973,
tampaknya usaha itu tidak cukup sebagai alasan untuk mengakui madrasah sebagai
bagian dari sistem pendidikan nasional
Kebijakan yang dinilai tidak
menguntungkan umat Islam, menimbulkan respons yang berdatangan dari ulama dan
madrasah swasta. Respons ini ditunjukan antara lain oleh musyawarah kerja
Majelis Pertimbangan Pendidikan dan Pengajaran Agama (MP3A);. Dalam musyawarah
ini terdapat kesepakatan untuk meyakinkan pemerintah bahwa madrasah adalah
lembaga pendidikan yang memberikan sumbangan yang cukup berarti dalam proses
pembangunan. Di samping itu, dalam pengelolaan madrasah, MP3A berpendapat yang
paling tepat diserahi tanggung jawab itu adalah Depag, sebab Menteri Agamalah
yang lebih tahu konstelasi pendidikan Islam, butane Mendikbud atau
menteri-menteri lain.
Melihat aspirasi umat Islam di atas
yang keberatan atas kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, maka pemerintah pun
secara aktif menyikapi tuntutan umat Islam tersebut, sehingga pada tanggal 26
November 1974 diadakan sidang kabinet terbatas yang salah satu hasilnya adalah
kesepakatan yang dikeluarkan oleh tiga menteri (Kementerian Agama, Kementerian
Pendidikan clan Kebudayaan, clan Kementerian Dalam Negeri) yang dikenal dengan
"SKB Tiga Mentor" tahun 1975." Kesepakatan tiga menteri itu
mengenai "peningkatan mutu pendidikan madrasah".
Secara umum SKB Tiga Menteri
tersebut memuat beberapa ketentuan yang meliputi kelembagaan, kurikulum dan
pengajaran. Dalam keputusan bersama ini yang dimaksud dengan madrasah adalah
lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata
pelajaran dasar yang diberikan sekurang-kurangnya 30% di samping mata pelajaran
umum.
Hanun Asrohah menjelaskan bahwa
untuk merealisir SKB tersebut, Departemen Agama melalui penertiban,
penyeragaman, dan penyamaan perjenjangan pada madrasah-madrasah dengan
langkah-langkah:'"
a.
Menciutkan jumlah PGAN dan mengubah status sebagian besar PGAN tersebut menjadi
Madrasah Tsanawiyah atau Aliyah Negeri
b.
Mengubah status Sekolah Persiapan IAIN, menjadi Madrasah Aliyah Negeri.
c.
PGA-PGA yang diselenggarakan oleh pihak swasta, juga barns Dubai statusnya
menjadi Madrasah Tsanawiyah atau Madrasah Aliyah.
Sejumlah keputusan yang memperkuat
posisi madrasah lebih ditegaskan lagi sehingga menunjukkan kesetaraan madrasah
dengan sekolah. Di antara beberapa pasal yang cukup strategis antara lain
pertama, dalam Bab I Pasal 1 ayat 2 berbunyi: madrasah itu meliputi tiga
tingkatan, a) Madrasah Ibtidaiyah setingkat dengan Sekolah Dasar; b) Madrasah
Tsanawiyah setingkat dengan Sekolah' Menengah Pertama; dan c) Madrasah Aliyah
setingkat dengan Sekolah Menengah Atas. Kemudian dalam peningkatan mutu
pendidikan, "pada madrasah diupayakan tingkat mata pelajaran umumnya
mencapai tingkat yang sama dengan mata pelajaran umum di sekolah. Hal ini
memberi pengaruh kepada pengakuan ijazah, lulusan clan status siswa madrasah.
Kedua, dalam Bab II Pasal 2 disebutkan bahwa: a) ijazah madrasah dapat
mempunyai nilai yang sama dengan ijazah sekolah umum yang setingkat; b) lulusan
madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum setingkat lebih atas; dan c) siswa
madrasah dapat pindah ke sekolah umum yang setingkat.
Dalam pengelolaan dan pembinaan pendidikan,
Depag telah mempunyai suatu otoritas dalam mengelola dan membina madrasah
sebagai salah satu lembaga pendidikan. Kenyataan ini terlihat dalam Bab IV
Pasal 4 sebagai berikut: pertama, pengelolaan madrasah dilakukan oleh Menteri
Agama, Kedua, pembinaan mata pelajaran agama pada madrasah dilakukan oleh
Menteri Agama, Ketiga, pembinaan dan pengawasan untuk mata pelajaran umum pada
madrasah dilakukan oleh Mendikbud bersama-sama dengan Menteri Agama dan Menteri
Dalam Negeri.'s
Dari beberapa pasal yang dimuat
dalam SKB Tiga Menteri tersebut, terlihat adanya keinginan dan upaya pemerintah
untuk mengakui eksistensi madrasah sekaligus dalam meningkatkan mutunya. Dengan
SKB tersebut madrasah memiliki definisinya yang semakin jelas sebagai
pendidikan yang setara dengan sekolah walaupun keduanya dikelola oleh instansi
yang berbeda. Kondisi ini menjadikan madrasah tidak lagi hanya dianggap sebagai
lembaga pendidikan keagamaan, melainkan sudah merupakan lembaga pendidikan yang
menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang
sekurang-kurangnya 30%, di samping mata pelajaran umum.
Sekalipun persentase mata pelajaran
agama Islam sesuai SKB itu minimal 30%, namun semangatnya tetap 100%. Maksudnya
adalah mata pelajaran agama tetap diberikan 100% di MA, hanya saja waktu yang
disediakan untuk menyajikan mata pelajaran agama tersebut 30% dari keseluruhan
waktu/jam pelajaran yang ada di MA. 16
2.
Restrukturisasi Kurikulum Madrasah Dan Mengatasi Kelangkaan Uiama
Setelah SKB Tiga Menteri, usaha pengembangan
madrasah selanjutnya adalah dikeluarkannya SKB Menteri P&K Nomor 299/u/1984
dengan Menteri Agama Nomor 45 Tahun 1984, tentang Pengaturan Pembakuan
Kurikulum Sekolah Umum dan Kurikulum Madrasah yang isinya antara lain adalah
mengizinkan kepada lulusan madrasah untuk melanjutkan ke sekolah-sekolah umum
yang lebih tinggi." SKB 2 Menteri dijiwai oleh TAP MPR No. II/TAP/MPR/
1983 tentang Perlunya Penyesuaian Sistem Pendidikan sejalan dengan daya
kebutuhan pembangunan di segala bidang, antara lain dilakukan melalui perbaikan
kurikulum sebagai salah satu di antara berbagai upaya perbaikan penyelenggaraan
pendidikan di sekolah umum dan madrasah.
Dalam keputusan itu terjadi
perubahan berupa perbaikan dan penyempurnaan kurikulum sekolah umum clan
madrasah. Perubahan tersebut tertuang dalam KMA No. 99 Tahun 1984 untuk tingkat
MI, KMA Nomor 100 untuk tingkat MTs, clan KMA Nomor 101 untuk tingkat PGAN.19
Keempat KMA tersebut merupakan upaya untuk memperbaiki kurikulum madrasah agar
lebih efektif clan efisien aatara lain dalam hal: a) mengorganisasikan program
pengajaran (tingkat madrasah); b) untuk membentuk manusia memiliki ketakwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa serta keharmonisan sesama manusia dan lingkungannya;
c) mengefektifkan proses belajar mengajar; dan d) mengoptimalkan waktu belajar.
Upaya dalam pengaturan dan pembaruan
kurikulum madrasah dikembangkan dengan menyusun kurikulum sesuai dengan
konsensus yang ditetapkan. Khusus untuk MA, waktu untuk setiap mata pelajaran
berlangsung 45 menit dan memakai semester. Sementara itu, jenis program
pendidikan dalam kurikulum madrasah terdiri dari program inti clan program
pilihan. Pengembangan kedua program kurikulum ini dibagi menjadi dua bagian,
yaitu: a) pendidikan agama, terdiri dari: Al-Quran Hadis, Akidah Akhlak, Fikih,
SKI, clan Bahasa Arab; dan b) pendidikan dasar umum yang terdiri dari: PMP,
PSPB, Bahasa dan Sastra Indonesia, Sejarah Nasional Indonesia, Pengetahuan
Sosial, Sains, Olahraga dan Kesehatan, Matematika, Pendidikan Seni, Pendidikan
Keterampilan, Bahasa Inggris (MTs clan MA), Ekonomi (MA), Geografi (MA),
Biologi (MA), Fisika (MA) dan Kimia (MA)."
Sebagai esensi dari pembakuan
kurikulum sekolah umum dan madrasah ini memuat antara lain:
a.
Kurikulum sekolah umum dan madrasah terdiri dari program inti dan program
pilihan.
b.
Program inti dalam rangka memenuhi tujuan pendidikan sekolah umum dan madrasah,
dan program inti sekolah umum clan madrasah secara kualitatif sama.
c.
Program khusus (pilihan) diadakan untuk memberikan bekal kemampuan siswa yang
akan melanjutkan ke perguruan tinggi bagi Sekolah Menengah Atas/Madrasah
Aliyah.
d.
Pengaturan pelaksanaan kurikulum sekolah umum dan madrasah mengenai sistem
kredit semester, bimbingan karier, ketuntasan belajar, clan sistem penilaian
adalah sama.
e.
Hal-hal yang berhubungan dengan tenaga guru dan sarana pendidikan dalam rangka
keberhasilan pelaksanaan kurikulum akan diatur bersama oleh kedua departemen
yang bersangkutan.
Dengan demikian, kurikulum 1984
tersebut pada hakikatnya mengacu kepada SKB 3 Menteri dan SKB 2 Menteri, baik
dalam program, tujuan maupun bahan kajian dan pelajarannya. Di antara rumusan
kurikulum 1984 memuat hal strategis sebagai berikut:
a.
Program kegiatan kurikulum madrasah (MI, MTs dan MA) tahun 1984 dilakukan
melalui kegiatan interen kurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler, baik
dalam program inti maupun program pilihan.
b.
Proses belajar mengajar dilaksanakan dengan memerhatikan keserasian antara cara
seseorang belajar dengan apa yang dipelajarinya.
c.
Penilaian dilakukan secara berkesinambungan dan menyeluruh untuk peningkatan
proses dan hasil belajar, serta pengelolaan program.
Selanjutnya, penilaian akan
menurunnya tingkat penguasaan ilmu-ilmu keagamaan lulusan rnadrasah ala SKB 3
Menteri direspons pemerintah dengan mendirikan MAPK.z3 Kelahiran MAPK yang
dirintis oleh H. Munawir Sjadzali, MA (ketika ia menjabat sebagai Menteri Agama
RI) menurut Ali Hasan dan Mukti A1i24 dilatarbelakangi oleh kebutuhan akan
tenaga ahli di bidang agama Islam (ulama) sesuai dengan tuntutan pembangunan
nasional, sehingga kondisi itu perlu dilakukan upaya peningkatan mutu
pendidikan pada MA.
Sejak dikeluarkannya SKB 3 Menteri
yang dilanjutkan dengan SKB 2 Menteri, secara formal madrasah sudah menjadi sekolah
umum yang menjadikan agama sebagai ciri khas kelembagaannya. Kebijakan
pemerintah dalam 2 SKB di atas menimbulkan dilema baru bagi madrasah. Di satu
pihak materi pengetahuan umum bagi madrasah secara kuantitas dan kualitas
mengalami peningkatan, tetapi di pihak lain penguasaan murid terhadap ilmu
pengetahuan agama menjadi "serba tanggung", sehingga untuk mencetak
ulama dari madrasah merupakan suatu hal yang terlalu riskan.
Menyadari kondisi itu, pemerintah
berusaha mengadakan terobosanterobosan, sehingga muncul keinginan pemerintah
untuk mendirikan MA bersifat khusus yang kemudian dikenal dengan nama Madrasah
Aliyah Program Khusus (MAPK) yang didasarkan pada Keputusan Menteri Agama No.
73 Tahun 1987.25 Pada MAPK ini dititikberatkan pada pengembangan dan pendalaman
ilmu-ilmu keagamaan dengan tidak mengenyampingkan ilmu umum sebagai usaha
pengembangan wawasan.zs
Untuk itu, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Pendidikan Agama Badan Litbang Agama Depag bekerjasama dengan
Dirjen Binbaga Islam melakukan studi kelayakan terhadap beberapa MAN yang
dianggap memungkinkan, baik sarana maupun prasarananya dalam menyelenggarakan
program khusus. Dari penelitian tersebut ditunjuk 5 (lima) MAN sebagai
penyelenggara program khusus. Kelima madrasah itu adalah: MAN Darussalam
(Ciamis, Jawa Barat), MAN Jung Pandang, MAN 1 Yogyakarta, MAN Koto Baru (Padang
Panjang, Sumbar) dan MAN Jember (Jawa Timur) yang penyelenggaraannya mengacu
kepada Keputusan Dirjen Binbaga Islam Nomor 47/E/1987 tanggal 23 Juli 1987.27
Dalam hal kurikulum, pada dasarnya
kurikulum MAPK yang mempunyai perbandingan 70% agama dan 30% umum, secara
kurikuler dimaksudkan untuk mengembangkan program pembibitan calon-calon ulama,
sehingga penyelenggaraan MAPK merupakan program intensifikasi pendidikan
melalui sistem asrama (program tutorial) clan pengembangan kemahiran berbahasa
Arab dan Inggris. Sedangkan buku sumber, pendekatan yang digunakan, sistem
evaluasi, penetapan angka kredit, semuanya sama dengan MA, hanya saja ditambah
dengan bimbingan belajar (tutorial) untuk kitab kuning pada sore hari, sehingga
kegiatan belajar mengajar cukup padat, baik intra maupun ekstrakurikuler.
Setelah berjalan beberapa tahun,
tampaknya program MAPK hasilnya cukup menggembirakan, sehingga pemerintah terus
mengupayakan pembinaan clan pengembangan baik fisik maupun mental. Dengan
diberlakukannya kurikulum 1994 yang merupakan.konsekuensi UUSPN Nomor 2 tahun
1989, MAPK diganti namanya menjadi Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK). Hemat
penulis, perubahan dari MAPK menjadi MAK hanyalah perubahan nama saja, bukan
perubahan substansi lembaga atau kurikulum serta tujuan awal pendirian lembaga
tersebut, yaitu mempersiapkan tenaga terampil yang menguasai pengetahuan agama
secara baik dan mendalam. Selain itu, perubahan tersebut merupakan implikasi
dikeluarkannya PP No. 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar Pasal 4 Ayat (3)
bahwa MI dan MTs yang diselenggarakan oleh Departemen Agama adalah sekolah umum
berciri khas agama Islam dan SK Mendikbud No. 489/U/1992 bahwa MA adalah SMU
yang berciri khas agama Islam. Meskipun tidak terdapat PP atau SK yang
menunjukkan perubahan nama tersebut, namun diyakini bahwa perubahan MAPK
menjadi MAK merupakan dampak positif dari PP dan SK tersebut yang juga
menginginkan lahirnya lembaga-lembaga kejuruan dengan penguasaan keterampilan
yang lebih khusus terutama dalam bidang penguasaan ajaran agama Islam.
3.
Unifikasi Sister Pendidikan
Memasuki dekade 90-an, kebijakan
pemerintah Orde Baru mengenai madrasah ditujukan secara penuh untuk membangun
satu sistem pendidikan nasional yang utuh. Maksudnya adalah sistem pendidikan
nasional tidak hanya bergantung kepada pendidikan jalur sekolah, tetapi juga
memanfaatkan jalur luar sekolah. Untuk tujuan ini, pemerintah melakukan
berbagai langkah dan terobosan. Satu di antaranya melalui penyusunan UU No. 1
Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan sekaligus menggantikan UU No.
4 Tahun 1950 jo UU No. 12 Tahun 1954. Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tersebut
-memuat 20 bab, 59 pasal yang secara umum terdiri dari kelembagaan, peserta
didik, tenaga kependidikan, sumber daya pendidikan, kurikulum, pembelajaran,
evaluasi, dan supervisi.28 Berdasarkan undangundang tersebut, pendidikan di
Indonesia dilaksanakan secara semesta, menyeluruh, terpadu. Semesta dalam arti
terbuka bagi seluruh rakyat dan berlaku di seluruh wilayah negara. Menyeluruh
dalam arti mencakup jalur, jenjang dan jenis pendidikan. Sedangkan terpadu
berarti keterkaitan antara pendidikan nasional dengan seluruh usaha pembangunan
nasional.
Penjabaran UUSPN ini dituangkan
dalam peraturan pemerintah. Di antara PP itu adalah PP No. 27 Tahun 1990
tentang Pendidikan Prasekolah, PP No. 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar,
PP No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah, PP No. 30 Tahun 1990 tentang
Pendidikan Tinggi, PP No. 72 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luau Biasa, PP No.
73 tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah, PP No. 38 Tahun 1992 tentang
Tenaga Kependidikan, dan PP No. 39 Tahun 1992 tentang Peran Serta Masyarakat
dalam SISPENAS.
Diundangkannya UU No. 2 Tahun 1989,
memberikan efek positif terhadap pendidikan agama secara umum dan lembaga
pendidikan madrasah khususnya. Indikasi ini terlihat dalam Pasal 4 bahwa
pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan yang mantap
dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Dalam
persoalan ini, tujuan pendidikan nasional secara umum adalah mengembangkan
intelektual, moral dan spiritual. Tentu dalam hal moral dan spiritual
pendidikan agama mempunyai peran strategis.
Pola integrasi madrasah ke dalam
sistem pendidikan nasional tampaknya dalam batas tertentu mengikuti pola
sekolah-sekolah swasta Islam, seperti Muhammadiyah, al-Azhar, clan lain-lain.
Lembaga ini mengembangkan kurikulum yang diatur oleh pemerintah secara
nasional, di samping menambahkan muatan dari kegiatan keagamaan yang cukup
banyak. Penambahan ini dibenarkan menurut UUSPN Pasal 47 Ayat 2, sebagai ciri
khas pendidikan yang dikelola oleh orang/yayasan Islam.
B.
Analisis Fakta Sejarah
Melihat alaur sejarah pendidikan
Islam di Indonesia sebagaimana tersebut diatas maka penuiis mengambii satu
anaiisis bahwa pendidikan Islam pada masa orde baru merupakan tahap awal
munculnya kesadaran bangsa Indonesia akan pentingnya penanaman nilai-nilai
keagamaan pada masyarakat Indonesia sehingga bangsa Indonesia dapat menyongsong
masa akan datang bukan hanya dengan IPTEK melainkan juga di imbang o'ten
hV11AV, meskipun Dada awainya untie mewujudkan pendidikan dalam bentuk madrasah
yang memiliki kesetaraan dengan pendidikan umum adaiah proses yang sangat
peiik. hai tersebut dapat delight clan fact sejarah yang penulis ungkapkan di atas
ketika awal orde baru terkesan mengaanaktirikan pendidikan Islam Balkan hampir
menghanuskannya. ham tersebut dibuktikan dengan beberapa keputusan yang
diberikan oleh pemerintah terhadap pendidikan. Sepertihalnya keputusan presiden
yang Nomor S4 tanggal 18 April tahun 1y%1, tentang "Tanggung Jawab
Fungsional Pendidikan dan Latihan", yang dianggap mengisolasi pendidikan
Islam ham tersebut dikarenakan di dalam kenutusan tersebut mengarah kepada
penyerahan kewenangan pendidikan Islam kepada Depdikbud, yang seharusnya tetap
diberikan kepada menteri Agama karena menteri agamaiah yang memiliki kewenangan
serta memahami mengenai aspek keagamaan dibandingkan Dendikbud, hai tersebutiah
yang menladi saiah satu hambatan lagi bagi pendidikan Islam yang akhirnya bangkitlah
umat Islam ketika itu untuk mengusulakn agar kewenangan pendidikan Isiam
kembaii diberikan kepada Depot.
Begitu banyak lika-liku perjuangan
pendidikan Islam di Indonesia pada masa awai kemerdekaan hingga orde baru,
hinge Dada akhirnya dari situlah awal berjayanya pendidikan Islam di mata
pemerintah hal tersebut dapat dilihat dari fakta seiarah yang menyebutkan bahwa
madras telah disetarakan dengue pendidikan umum, septa terdapat pula pendidikan
madrasah yang diusung guna untuk mernbangkitkan serta memunculkan para generasi
ulama-ulama yang berkompeten tetapi tidak tertinggal dalam hal pendidikan umum
yakni dengan adanya MAPK atau MAK, yang memberikan porsi pendidikan agama lebih
bank tetapi tidal meninggalkan pendidikan umum.
G.
SEJARAH PENDIDIKAN PADA MASA REFORMASI
Keterkungkungan yang terjadi hampir kurang lebih 30 tahun ketika masa
soeharto mengakibatkan rakyat Indonesia tidak dapat berkutik atau bergerak
bebas baik dalam dunia politik maupun dalam dunia pendidikan, sebagaimana kita
ketahui pada masa pembangunan pendidikan bersifat sentralistik, setiap
kebijakan mengenai pendidikan sepi dari kritikan ataupun penolakan baik dari
kalangan praktisi maupun persekolahan.
A. Proses
Pendidikan
Reformasi pendidikan merupakan hukum alam yang akan mencari jejaknya sendiri,
khususnya memasuki masa milenium ketiga yang mengglobal dan sangat ketat dengan
persaingan. Agar kita tidak mengalami keterkejutan budaya dan merasa asing
dengan dunia kita sendiri, refleksi pendidikan ini setidaknya merupakan sebuah
potret diri agar dikemudian hari kita tidak lupa dengan wajah diri kita sendiri
(Suyanto & Hisyam, 2000: 2). Perubahan yang sangat menonjol pada era
reformasi adalah dilaksanakannya otonomi daerah sebagai implementasi dari UU
No. 22/1999 tentang pemerintahan daerah. Lebih lanjut, tantangan yang berkaitan
dengan regulasi adalah kondisi UU No. 2/1989 tentang sistem pendidikan nasional
(UU SPN) yang menganut manajemen pendidikan sentralistis/k dan masih lebih
menitikberatkan penyelenggaraan pendidikan pada pemerintah, yang tidak lagi
sesuai dengan prinsip otonomi daerah.
Dari
segi kualifikasi tenaga guru di Indonesia masih jauh dari harapan. Hal ini
ditunjukkan oleh statistik sebagai berikut: dari jumlah guru SD sebanyak
1.141.161 orang, 53% diantaranya berkualifikasi D-II atau statusnya lebih
rendah. Dari jumlah guru SLTP sebanyak 441.174 orang, 36% berkualifikasi D-II
atau lebih rendah, 24,9% berijasah D-III kemudian dari 346.783 orang guru
sekolah menengah, sebanyak 32% masih berkualifikasi D-III atau lebih rendah
statusnya. Sementara itu pengangkatan tenaga pendidik yang baru setiap tahun
hanya dipenuhi 25% dari usulan kebutuhan akan tenaga pendidik (Soearni, 2003:
396 – 397).
Implikasi dari situasi bangsa Indonesia seperti itu adalah dalam waktu kurang
dari satu dasawarsa ini sering terjadi pergantian kabinet sesuai dengan
presiden yang berkuasa. Hal ini tentu saja membawa dampak secara tidak langsung
terhadap sistem pendidikan di Indonesia. Pergantian kabinet, termasuk menteri
pendidikan nasional dapat berdampak seringnya terjadi pergantian kurikulum
pendidikan yang diterapkan di seluruh Indonesia.
B. Periodesasi Pemerintahan
Pada
era pemerintahan Habibie masih menggunakan kurikulum 1994 yang disempurnakan
sampai pada masa pemerintahan Gus Dur. Pada masa pemerintahan Megawati terjadi
beberapa perubahan tatanan di bidang pendidikan, antara lain :
a. Dirubahnya kurikulum 1994 menjadi kurikulum 2000 dan akhirnya disempurnakan menjadi kurikulum 2002 (KBK). KBK atau Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan kurikulum yang pada dasarnya berorientasi pada pengembangan tiga aspek utama, antara lain aspek afektif (sikap), kognitif (pengetahuan) dan psikomotorik (ketrampilan).
b. Pada tanggal 8 juli 2003 disahkannya Undang – undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang memberikan dasar hukum untuk membangun pendidikan nasional dengan menerapkan prinsip demokrasi, desentralisasi, otonomi, keadilan dan menjunjung Hak Asasi Manusia.
a. Dirubahnya kurikulum 1994 menjadi kurikulum 2000 dan akhirnya disempurnakan menjadi kurikulum 2002 (KBK). KBK atau Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan kurikulum yang pada dasarnya berorientasi pada pengembangan tiga aspek utama, antara lain aspek afektif (sikap), kognitif (pengetahuan) dan psikomotorik (ketrampilan).
b. Pada tanggal 8 juli 2003 disahkannya Undang – undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang memberikan dasar hukum untuk membangun pendidikan nasional dengan menerapkan prinsip demokrasi, desentralisasi, otonomi, keadilan dan menjunjung Hak Asasi Manusia.
Menurut Lembaran Negara Nomor 4301 Pendidikan dalam UU Republik Indonesia No.
20/2003, pembaharuan sistem pendidikan nasional dilakukan untuk memperbaharui
visi, misi dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Visi dari pendidikan
nasional adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat
dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga Negara Indonesia berkembang
menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan
zaman yang selalu berubah. Adapun misi dari pendidikan nasional adalah sebagai
berikut :
a. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperleh pendidikan dan bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar.
c. Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral.
d. Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, ketrampilan, pengalaman, sikap dan nilai berdasarkan standar nasional dan global.
e. Memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.
a. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperleh pendidikan dan bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar.
c. Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral.
d. Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, ketrampilan, pengalaman, sikap dan nilai berdasarkan standar nasional dan global.
e. Memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kemudian setelah Megawati turun dari jabatannya dan digantikan oleh Susilo
Bambang Yudhoyono, UU No. 20/2003 masih tetap berlaku, namun pada masa SBY juga
ditetapkan UU RI No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Penetapan Undang – undang
tersebut disusul dengan pergantian kurikulum KBK menjadi Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum ini berasaskan pada PP No. 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan. KTSP merupakan kurikum operasional yang
disusun dan dilaksanakan oleh masing – masing satuan pendidikan. KTSP terdiri
dari tujuan pendidikan, tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan
kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan serta silabus (BSNP,
2006: 2). KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip sebagai berikut :
a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan pesrta
didik serta lingkungan.
b. Beragam dan terpadu.
c. Tanggapan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan.
e. Menyeluruh dan berkesinambungan.
f. Belajar sepanjang hayat.
g. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Tujuan pendidikan KTSP :
a. Untuk pendidikan dasar, diantaranya meletakkan dasar kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta ketrampilan untuk hidup mandiri
dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
b. Untuk pendidikan menengah, meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut.
c. Untuk pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta ketrampilan untuk hidup mandiri
dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya
H.
HUBUNGAN SEJARAH DENGAN PENDIDIKAN
Ada pepatah yang mengatakan jika suatu bangsa ingin maju maka belajarlah
dari sejarah. Pendidikan menjadi salah satu aspek yang bisa meminimalisir
keterpurukan itu, andaikan para penguasa negeri ini masih berkutat dalam system
pemerintahan yang masih didomonasi oleh praktik-praktik korupsi, kolusi dan
nepotisme, mungkin anak cucu kita akan bertanya, kapan Indonesia ini maju?
Padahal bangsa lain sudah melompat jauh menggapai angan-angan yang mereka
impikan, sedangkan kita? Sejarah saja kita lupakan, ideology bangsa saja kita
injak-injak sampai tiada tersisa, mau kemana bangsa ini? Untuk itu harapan kami
adalah reformasi yang sekarang ini merupakan momentum bagi dunia akademik untuk
merubah bangsa ini menjadi lebih baik lewat pendidikan.
A.
Sejarah dan Pewarisan Nilai.
Pendidikan pada
hakikatnya merupakan upaya pewarisan nilai-nilai dan budaya. Budaya dan
nilai-nilai yang di pandang baik dan di junjung tinggi oleh generasi terdahulu
diwariskan dan di teruskan kepada generasi berikutnya, bukan saja sebagai upaya
untuk mensosialisasikan dan mengintegrasikan individu-individu ke dalam
komunitas bangsanya, lebih jaauh lagi di maksudkan sebagai upaya memberikan
bekal kekuatan dalam menghadapi masa kini dan bahkan masa-masa yang akan
datang.
Hubungan antara sejarah
dan pendidikan ialah bahwa proses pendidikan memerlukan dukungan sejarah, sebab
sejarahlah pada hakikatnya yang memberikan bahan-bahan, inspirasi, motivasi dan
berbagai perspektif bagi proses pengembanga daya-daya manusia yang menjadi
hakikat dan inti pokok pendidikan.
B.
Pewarisan Nilai, Kesadaran Sejarah dan Pembangunan Bangsa.
Perlu disadari pula
bahwa peranan sejarah dalam proses pendidikan sebagai bahan, inspirasi,
motivasi dan perspektif dalam pengembagan daya-daya manusia tidaklah sebagai
sesuatu yang berfungsi dengan sendirinya. Untuk itu di perlukan pula prasyarat
lain, yaitu kesadaran sejarah.
Kesadaran sejarah dalam hubungan ini lebih dikaitkan kepada kesadaran sejarah
sebagai bangsa, ialah mengenai bangsanya sendiri, mengenai self understanding of nation, kesadaran mengenai sangkan parannya bangsa sendiru, serta
persoalan-persoalan siapakah kita ini dan mengapa kita menjadi seperti sekarang
ini, persoalan what we are, why we are
what we are.
BAB III
PENUTUP
A.Simpulan
Sejarah sangat
penting dalam rangka membentuk kepribadian yang utama.dalam peranannya sebagai
landasan pendidikan,sejarah ini sangat urgen manfaatnya apabila di kaitkan
dengan landasan Pendidikan.
B.Saran
Negara Indonesia
ini sangat kaya akan sejarah,baik sejarah pendidikan maupun yang umum.oleh
karena itu,kita sebagai Masyarakat dan Mahasiswa harus bisa mengetahui
sejarah-sejarah pendidkan,baik sejarah pendidikan Dunia Maupun Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar