BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan seperti
telah kita ketahui bersama merupakan salah satu faktor penentu kemajuan sebuah
Negara, apabila pendidikannya bagus maka kemungkinan bangsa tersebut maju juga
besar, akan tetapi apabila pendidikannya kurang bagus maka bangsanya pun juga
kemungkinan besar kurang maju. Dengan pendidikan yang bagus di harapkan
penduduk suatu Negara memiliki kemampuan yang lebih dan memiliki moral yang lebih
bermartabat serta memiliki sudut pandang yang lebih luas dalam menghadapi suatu
masalah ataupun perbedaan yang terjadi dalam kehidupannya.
Salah satu komponen dalam system pendidikan adalah adanya peserta didik,
peserta didik merupakan komponen yang sangat penting dalam system pendidikan,
sebab seseorang tidak bisa dikatakan sebagai pendidik apabila tidak ada yang
dididiknya.
Perkembangan setiap
peserta didik tidak semuanya rata, ada yang cepat dan ada yang lambat, ada yang
normal dan ada yang tidak. seorang pendidik harus mengetahui perkembangan peserta didiknya, juga harus
memahami dan memberikan pemahaman tentang dimensi-dimensi yang terdapat didalam
diri peserta didik terhadap peserta didik itu sendiri, kalau seorang pendidik
tidak mengetahui dimensi-dimensi tersebut, maka potensi yang dimiliki oleh
peserta didik tersebut akan sulit dikembangkan, dan peserta didikpun juga
mengenali potensi yang dimilikinya. Untuk menyikapi hal tersebut, maka disusunlah
“Laporan Penelitian Perkembangan Peserta Didik Usia Sekolah Menengah Atas”
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana perkembangan yang terjadi pada peserta
didik usia sekolah menengah atas?
2.
Seberapa jauh pentingnya peran pendidik bagi peserta
didik usia sekolah menengah atas?
3.
Seberapa jauh pentingnya peran orang tua bagi
peserta didik usia sekolah menengah atas?
4.
Bagaimana solusi dari berbagai permasalahan yang
dihadapi oleh remaja usia sekoah menengah atas?
1.3 Tujuan Penelitian
1.
Memahami perkembangan yang terjadi pada peserta
didik usia sekolah menengah atas
2.
Memahami seberapa jauh pentingnya peran pendidik
bagi peserta didik usia sekolah menengah atas
3.
Memahami seberapa jauh pentingnya peran orang tua
bagi peserta didik usia sekolah menengah atas
4.
Mengetahui solusi dari berbagai permasalahan yang
dihadapi oleh remaja usia sekolah menengah atas
1.4 Metode Penelitian
1.4.1
Tempat
dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Mess
Baturengat RT/RW 00/00 dari tanggal 27 Februari 2014 sampai dengan 16 Mei 2014.
1.4.2
Subjek
Penelitian
Subjek
dalam penelitian ini adalah Peserta didik Sekolah Menengah Atas.
1.4.3
Prosedur Penelitian
![]() |
![]() |
|||||
![]() |
![]() |
|||||
BAB
II
TINJAUAN
TEORITIS
1. Perkembangan Fisik
Pada usia anak SMA terjadi pertumbuhan fisik yang sangat
pesat. Tidak hanya ppada anggota tubuh tertentu tetapi juga proporsi tubuh yang
semakin besar. Pada perkembangan seksualitas anak SMA ditandai dua ciri
yaitu seks primer dan seks sekunder.
1. Seks primer
Pada siswa laki-laki SMA ditandai dengan semakin besarnya
ukuran testis, pembuluh mani dan kelenjar prostat semakin besar sehingga organ
seks semakin matang (lebih matang dari anak SMP). Pada siswi SMA tumbuhnya
rahim, vagina , dan ovarium yang semakin matang, hormon-hormon yang diperlukan
dalam prooses kehamilan dan menstruasi semakin banyak.
2. Seks sekunder
Pada siswa laki-laki SMA ditandai dengan tumbuhnya kumis,
bulu disekitar kemaluan dan ketiak serta perubahan suara, semakin besarnya
jakun. Pada siswa perempuan ditandai dengan tumbuhnya rambut pubik atau
bulu disekitar kemaluan dan ketiak, bertambah besarnya buah
dada,bertambah besarnya pinggul.
2. Perkembangan Sikap Kognitif
Perkembangan kognitif remaja, dalam
pandangan Jean Piaget (seorang ahli perkembangan kognitif) merupakan periode
terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal
operations). Pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir
sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak.
Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka
dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta
kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak
mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan.
Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan
memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka
sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang
untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa
depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja mampu
mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.
Perkembangan kognitif remaja
mencapai tahap operasional
formal yang memungkinkan remaja berpikir secara abstrak dan
komplek, sehingga remaja mampu mengambil keputusan untuk dirinya. Selama masa remaja, kemampuan untuk mengerti
masalah-masalah kompleks berkembang secara bertahap. Masa remaja adalah awal
dari tahap pikiran formal operasional, yang mungkin dapat dicirikan sebagai
pemikiran yang melibatkan logika pengurangan atau deduksi. Tahap ini terjadi di
semua orang tanpa memandang pendidikan dan pengalaman mereka. Namun, bukti
riset tidak mendukung hipotesis itu yang menunjukkan bahwa kemampuan remaja
untuk menyelesaikan masalah kompleks adalah fungsi dari proses belajar dan
pendidikan yang terkumpul.
Unsur yang terpenting dalam
mengembangkan pemikiran seseorang adalah latihan dan pengalaman. Latihan
berpikir, merumuskan masalah dan memecahkannya, serta mengambil kesimpulan akan
membantu seseorang untuk mengembangkan pemikirannya ataupun intelegensinya.
Piaget membedakan dua macam
pengalaman, yaitu :
1. Pengalaman fisis: terdiri dari
tindakan atau aksi seseorang terhadap objek yang di hadapi untuk mengabstraksi
sifat-sifatnya.
2. Pengalaman matematis-logis:
terdiri dari tindakan terhadap objek untuk mempelajari akibat tindakan-tindakan
terhadap objek itu.
Kemampuan yang dimiliki pada tahap operasional formal ini
adalah:
a. Abstrak
Seorang
remaja tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang
benar-benar terjadi. Mampu memunculkan kemungkinan-kemungkinan hipotesis atau
dalil-dalil dan penalaran yang benar-benar abstrak.
b. Fleksibel
dan kompleks
Seorang
remaja mampu menemukan alternatif jawaban atau penjelasan tentang suatu hal.
Mulai berpikir tentang ciri-ciri ideal bagi mereka sendiri, orang lain, dan
dunia, serta membandingkan diri mereka dengan orang lain dan standard-standard
ideal ini. Berbeda dengan seorang anak yang baru mencapai tahap operasi konkret
yang hanya mampu memikirkan satu penjelasan untuk suatu hal. Hal ini
memungkinkan remaja berpikir secara hipotetis. Remaja sudah mampu memikirkan
suatu situasi yang masih berupa rencana atau suatu bayangan (Santrock, 2001).
Remaja dapat memahami bahwa tindakan yang dilakukan pada saat ini dapat
memiliki efek pada masa yang akan datang. Dengan demikian, seorang remaja mampu
memperkirakan konsekuensi dari tindakannya, termasuk adanya kemungkinan yang
dapat membahayakan dirinya. Di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia),
masih banyak sekali remaja yang belum mampu berpikir dewasa. Sebagian masih
memiliki pola pikir yang sangat sederhana. Hal ini terjadi karena sistem
pendidikan di Indonesia banyak menggunakan metode belajar mengajar satu arah
atau ceramah, sehingga daya kritis belajar seorang anak kurang terasah.
Bisa juga pola asuh orang tua yang cenderung masih memperlakukan remaja seperti
anak-anak sehingga mereka tidak punya keleluasan dalam memenuhi tugas
perkembangan sesuai dengan usianya. Seharusnya seorang remaja harus sudah
mencapai tahap perkembangan pemikiran abstrak supaya saat mereka lulus sekolah
menengah, sudah terbiasa berpikir kritis dan mampu untuk menganalisis masalah
dan mencari solusi terbaik.
c.
Logis
Remaja
sudah mulai mempunyai pola berpikir sebagai peneliti, dimana mereka mampu
membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa depan (Santrock,
2001). Mulai mampu mengembangkan hipotesis atau dugaan terbaik akan jalan
keluar suatu masalah, menyusun rencana-rencana untuk memecahkan masalah-masalah
dan menguji pemecahan-pemecahan masalah secara sistematis. Misal : Dalam pengambilan keputusan oleh remaja mulai dari
pemikiran, keputusan sampai pada konsekuensinya, bagaimana lingkungannya yang
menunjukkan peran lingkungan dalam membantu pengambilan keputusan pada remaja.
3. Perkembangan dalam Sikap Emosional
Pada masa ini, tingkat karateristik emosional akan
menjadi drastis tingkat kecepatannya. Gejala-gejala emosional para remaja
seperti perasaan sayang, marah, takut, bangga dan rasa malu, cinta dan benci,
harapan-harapan dan putus asa, perlu dicermati dan dipahami dengan baik.
Sebagai calon pendidik dan pendidik kita harus mengetahui setiap aspek yang
berhubungan dengan perubahan pola tingkah laku dalam perkembangan remaja, serta
memahami aspek atau gejala tersebut sehingga kita bisa melakukan komunikasi
yang baik dengan remaja. Perkembangan pada masa SMA (remaja) merupakan suatu
titik yang mengarah pada proses dalam mencapai kedewasaan. Meskipun sifat
kanak-kanak akan sulit dilepaskan pada diri remaja karena pengaruh didikan
orang tua.
Perkembangan
Peserta Didik Periode Sekolah Menengah Atas (SMA)
Psikolog memandang anak usia SMA sebagai individu yang berada pada tahap yang tidak jelas dalam rangkaian proses perkembangan individu. Ketidakjelasan ini karena mereka berada pada periode transisi, yaitu dari periode kanak-kanak menuju periode orang dewasa. Pada masa tersebut mereka melalui masa yang disebut masa remaja atau pubertas. Umumnya mereka tidak mau dikatakan sebagai anak-anak tapi jika mereka disebut sebagai orang dewasa, mereka secara riil belum siap menyandang predikat sebagai orang dewasa.
Psikolog memandang anak usia SMA sebagai individu yang berada pada tahap yang tidak jelas dalam rangkaian proses perkembangan individu. Ketidakjelasan ini karena mereka berada pada periode transisi, yaitu dari periode kanak-kanak menuju periode orang dewasa. Pada masa tersebut mereka melalui masa yang disebut masa remaja atau pubertas. Umumnya mereka tidak mau dikatakan sebagai anak-anak tapi jika mereka disebut sebagai orang dewasa, mereka secara riil belum siap menyandang predikat sebagai orang dewasa.
Ada
perubahan-perubahan yang bersifat universal pada masa remaja, yaitu meningginya
emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikis,
perubahan tubuh, perubahan minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial
tertentu untuk dimainkannya yang kemudian menimbulkan masalah, berubahnya
minat, perilaku, dan nilai-nilai, bersikap mendua (ambivalen) terhadap
perubahan. Perubahan-perubahan tersebut akhirnya berdampak pada perkembangan fisik,
kognitif, afektif, dan juga psikomotorik mereka.
4.
Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa remaja dilengkapi
dan diperkaya oleh lingkungan masyarakat di mana mereka tinggal. Hal ini
berarti pembentukan kepribadian yang dihasilkan dari pergaulan masyarakat
sekitar akan memberi ciri khusus dalam perilaku bahasa. Bersamaan dengan
kehidupannya di dalam masyarakat luas, anak (remaja) mengkutip proses belajar
disekolah. Sebagaimana diketahui, dilembaga pendidikan diberikan rangsangan
yang terarah sesuai dengan kaidah-kaedah yang benar. Proses pendidikan bukan
memperluas dan memperdalam cakrawala ilmu pengetahuan semata, tetapi juga
secara berencana merekayasa perkembangan sistem budaya, termasuk perilaku
berbahasa. Pengaruh pergaulan di dalam masyarakat (teman sebaya) terkadang
cukup menonjol, sehingga bahasa anak (remaja) menjadi lebih diwarnai pola
bahasa pergaulan yang berkembang di dalam kelompok sebaya. Dari kelompok itu
berkembang bahasa sandi, bahasa kelompok yang bentuknya amat khusus, seperti
istilah baceman dikalangan pelajar yang dimaksudkan adalah bocoran soal ulangan
atau tes. Bahasa prokem terutama secara khusus untuk kepentingan khusus pula.
Dalam berkomunikasi sehari-hari,
terutama dengan sesama sebayanya, remaja seringkali menggunakan bahasa spesifik
yang kita kenal dengan bahasa ‘gaul’. Disamping bukan merupakan bahasa yang
baku, kata-kata dan istilah dari bahasa gaul ini terkadang hanya dimengerti
oleh para remaja atau mereka yang kerap menggunakannya. Menurut Piaget (dalam
Papalia, 2004), remaja memasuki tahap perkembangan kognitif yang disebut tahap
formal operasional. Piaget menyatakan bahwa tahapan ini merupakan tahap
tertinggi perkembangan kognitif manusia. Pada tahap ini individu mulai
mengembangkan kapasitas abstraksinya. Sejalan dengan perkembangan kognitifnya,
perkembangan bahasa remaja mengalami peningkatan pesat. Kosakata remaja terus
mengalami perkembangan seiring dengan bertambahnya referensi bacaan dengan
topik-topik yang lebih kompleks. Menurut Owen (dalam Papalia, 2004) remaja
mulai peka dengan kata-kata yang memiliki makna ganda. Mereka menyukai penggunaan
metaphora, ironi, dan bermain dengan kata-kata untuk mengekspresikan pendapat
mereka. Terkadang mereka menciptakan ungkapan-ungkapan baru yang sifatnya tidak
baku. Bahasa seperti inilah yang kemudian banyak dikenal dengan istilah bahasa
gaul.
Disamping
merupakan bagian dari proses perkembangan kognitif, munculnya penggunaan bahasa
gaul juga merupakan ciri dari perkembangan psikososial remaja. Menurut Erikson
(1968), remaja memasuki tahapan psikososial yang disebut sebagai identity
versus role confusion. Hal yang dominan terjadi pada tahapan ini adalah
pencarian dan pembentukan identitas. Remaja ingin diakui sebagai individu unik
yang memiliki identitas sendiri yang terlepas dari dunia anak-anak maupun
dewasa. Penggunaan bahasa gaul ini merupakan bagian dari proses perkembangan
mereka sebagai identitas independensi mereka dari dunia orang dewasa dan
anak-anak.
Pengaruh lingkungan yang berbeda antara keluarga masyarakat, dan sekolah dalam perkembangan bahasa, akan menyebabkan perbedaan antara anak yang satu dengan yang lain. Hal ini ditunjukkan oleh pilihan dan penggunaan kosakata sesuai dengan tingkat sosial keluarganya. Keluarga dari masyarakat lapisan pendidikan rendah atau buta huruf, akan banyak menggunakan bahasa pasar, bahasa sembarangan, dengan istilah-istilah yang kasar. Masyarakat terdidik yang pada umumnya memiliki status sosial lebih baik, menggunakan istilah-istilah lebih selektif dan umumnya anak-anak remajanya juga berbahasa lebih baik.
Pengaruh lingkungan yang berbeda antara keluarga masyarakat, dan sekolah dalam perkembangan bahasa, akan menyebabkan perbedaan antara anak yang satu dengan yang lain. Hal ini ditunjukkan oleh pilihan dan penggunaan kosakata sesuai dengan tingkat sosial keluarganya. Keluarga dari masyarakat lapisan pendidikan rendah atau buta huruf, akan banyak menggunakan bahasa pasar, bahasa sembarangan, dengan istilah-istilah yang kasar. Masyarakat terdidik yang pada umumnya memiliki status sosial lebih baik, menggunakan istilah-istilah lebih selektif dan umumnya anak-anak remajanya juga berbahasa lebih baik.
Telah
disebutkan bahwa bahasa remaja diperkaya dan dilengkapi oleh lingkungan sekitar
tempat mereka tinggal. Remaja cenderung bergaul dengan sesamanya, yaitu remaja
usia sekolah. Dari pergaulan dengan teman sebaya ini, kemudian timbul gaya atau
pola bahasa yang mereka gunakan sebagai sarana dalam proses penyampaian atau
sosialisasi. Bahasa yang cenderung digunakan oleh remaja ini, yaitu bahasa
praktis, sehingga lebih mempermudah dalam proses sosialisasi tersebut. Bahasa
seperti ini sering disebut sebagai “Bahasa Gaul”. Bahasa pergaulan ini
bertujuan untuk memberikan ciri khas atau identitas tertentu dalam pergaulan
sesama remaja. Terkadang, bahasa ini mereka bawa ke dalam lingkungan sekolah,
sehingga menyebabkan Guru/Pendidik kadang-kadang kebingungan dengan kondisi
siswa-siswanya yang berbahasa tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang
benar.
Selain pergaulan teman sebaya, status sosial ekonomi keluarga juga memiliki andil dalam mempengaruhi pola atau gaya bahasa remaja. Keluarga terdidik yang pada dasarnya telah membawa kebiasaan-kebiasaan terdidik, baik dari latar belakang pendidikan maupun latar belakang keluarganya, secara langsung telah mempengaruhi cara berpikir dan berbahasa anak remajanya. Mereka biasanya menggunakan bahasa yang lebih sopan dan fleksibel. Fleksibel disini, dimaksudkan bahwa saat remaja berinteraksi dengan teman sebayanya, mereka memiliki gaya dan kosakata yang sesuai. Begitu pula sebaliknya, saat mereka berhadapan dengan orang dewasa, mereka juga punya cara tersendiri yang tentunya lebih sopan. Sedangkan remaja yang berasal dari keluarga kurang terdidik, umumnya menggunakan bahasa yang kasar, tidak terstruktur dan tidak fleksibel. Hal ini disebabkan oleh minimnya pengetahuan orang tua akan pola perkembangan anak-anaknya, khususnya perkembangan bahasanya.
Selain pergaulan teman sebaya, status sosial ekonomi keluarga juga memiliki andil dalam mempengaruhi pola atau gaya bahasa remaja. Keluarga terdidik yang pada dasarnya telah membawa kebiasaan-kebiasaan terdidik, baik dari latar belakang pendidikan maupun latar belakang keluarganya, secara langsung telah mempengaruhi cara berpikir dan berbahasa anak remajanya. Mereka biasanya menggunakan bahasa yang lebih sopan dan fleksibel. Fleksibel disini, dimaksudkan bahwa saat remaja berinteraksi dengan teman sebayanya, mereka memiliki gaya dan kosakata yang sesuai. Begitu pula sebaliknya, saat mereka berhadapan dengan orang dewasa, mereka juga punya cara tersendiri yang tentunya lebih sopan. Sedangkan remaja yang berasal dari keluarga kurang terdidik, umumnya menggunakan bahasa yang kasar, tidak terstruktur dan tidak fleksibel. Hal ini disebabkan oleh minimnya pengetahuan orang tua akan pola perkembangan anak-anaknya, khususnya perkembangan bahasanya.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan
bahwa bahasa remaja sangat dipengaruhi oleh pergaulan dengan sesamanya. Oleh
karena itu, peran lingkungan keluarga dan sekolah sangat dibutuhkan agar
terdapat keseimbangan diantaranya.
5.
Perkembangan Kepribadian
Hal-hal
yang berkaitan dengan karakteristik pribadi yang mempengaruhi pemilihan program
studi maupun karir individu, diantaranya bakat minat, kepribadian, dan
intelektual. Sudah banyak lembaga pendidikan SMA yang mengadakan tes psikologi
dengan membantu siswa-siswinya dalam menentukan jurusan agar sesuai dengan
minat dan bakatnya. Hal ini untuk menghindari penyesalan dalam pengambilan
studinya atau merasa tidak cocok dengan minat bakatnya.
Keberhasilan
dalam memilih dan menjalankan program studi serta karir pekerjaan sangat
ditentukan karakteristik kepribadian individu yang bersangkutan. Individu yang
memiliki minat, kemampuan, kecerdasan, motivasi internal, tanpa ada paksaan
dari orang lain, biasanya akan mencapai keberhasilan dengan baik. Keberhasilan
tidak dapat diukur secara materi finansial yang melimpah, tetapi seberapa besar
nilai kepuasan hidup yang diperoleh melalui pilihan-pilhan tersebut.
6.
Perkembangan Sosial
Pada usia
anak SMA terjadi perkembangan sosial yaitu kemampuan untuk memahami orang
lain. Anak usia SMA memahami orang lain sebagai individu yang unik baik
menyangkut sifat pribadi, minat nilai-nilai maupun perasaanya. Pemahaman ini
mendorong mereka untuk menjalin hubungan sosial yang lebih akrab dengan orang
lain (terutama teman sebaya), baik melalui jalinan persahabatan maupun
percintaan.
Dalam hubungan persahabatan anak usia SMA memilih teman yang
memiliki kualitas psikologis yang relatif sama dengan dirinya, baik menyangkut
interest, sikap, nilai, dan kepribadian. Pada masa ini juga berkembang
sikap conformity yaitu kecenderungan untuk mengikutu opini, kebiasaan,
dan keinginan orang lain (teman sebaya). Perkembangan sikap imi dapat
memberikan dampak positif dan negatif bagi dirinya.
Anak usia SMA mencapai perkembangan sosial yang matang,
dalam arti memiliki penyesuaiaan sosial yang tepat. Penyesuaiaan sosial yang
tepat ini dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mereaksi secara tepat
terhadap realitas sosial, situasi, dan relasi.
Karakteristik penyesuaian anak usia SMA di tiga lingkungan
adalah sebagai berikut:
v Lingkungan Keluarga
- Menjalin hubungan yang baik dengan anggota keluarga
- Menerima otoritas orang tua
- Menerima tanggung jawab dan batasan-batasaan keluarga
- Berusaha untuk membantu keluarga sebagai individu ataupun kelompok dalam mencapai tujuan
v Lingkungan Sekolah
- Bersikap respek dan mau menerima peratuaran sekolah
- Berpartisipasi dalam kegiatan sekolah
- Menjalin persahabatan dengan teman-teman di sekolah
- Bersikap hormat terhadap guru, pemimpin sekolah, dan staf lainnya
- Membantu sekolah dalam merealisasikan tujuan-tujuannya
v Lingkungan Masyarakat
- Mengakui dan respek terhadap hak-hak orang lain
- Memelihara jalinan persahabatan dengan orang lain
- Bersikap simpati terhadap kesejahteraan orang lain
- Bersikap respek terhadap nilai-nilai, hukum, tradisi, dan kebijakan-kebijakan masyarakat
7.
Perkembangan Moral
Masa remaja
adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena
yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri
mereka. Elliot Turiel (1978) menyatakan bahwa para remaja mulai membuat
penilaian tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan
dengan lingkungan mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan
sosial, dsb. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana,
dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai
mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan mempertimbangan lebih banyak
alternatif lainnya. Secara kritis, remaja akan lebih banyak melakukan
pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan
dan ditanamkan kepadanya. Sebagian besar para remaja mulai melihat adanya
“kenyataan” lain di luar dari yang selama ini diketahui dan dipercayainya. Ia
akan melihat bahwa ada banyak aspek dalam melihat hidup dan beragam jenis
pemikiran yang lain. Baginya dunia menjadi lebih luas dan seringkali
membingungkan, terutama jika ia terbiasa dididik dalam suatu lingkungan
tertentu saja selama masa kanak-kanak.
Kemampuan
berpikir dalam dimensi moral (moral reasoning) pada remaja berkembang karena
mereka mulai melihat adanya kejanggalan dan ketidakseimbangan antara yang
mereka percayai dahulu dengan kenyataan yang ada di sekitarnya. Mereka lalu
merasa perlu mempertanyakan dan merekonstruksi pola pikir dengan “kenyataan”
yang baru. Perubahan inilah yang seringkali mendasari sikap “pemberontakan”
remaja terhadap peraturan atau otoritas yang selama ini diterima bulat-bulat.
Misalnya, jika sejak kecil pada seorang anak diterapkan sebuah nilai moral yang
mengatakan bahwa korupsi itu tidak baik. Pada masa remaja ia akan
mempertanyakan mengapa dunia sekelilingnya membiarkan korupsi itu tumbuh subur
bahkan sangat mungkin korupsi itu dinilai baik dalam suatu kondisi tertentu.
Hal ini tentu saja akan menimbulkan konflik nilai bagi sang remaja. Konflik
nilai dalam diri remaja ini lambat laun akan menjadi sebuah masalah besar, jika
remaja tidak menemukan jalan keluarnya. Kemungkinan remaja untuk tidak lagi
mempercayai nilai-nilai yang ditanamkan oleh orangtua atau pendidik sejak masa
kanak-kanak akan sangat besar jika orangtua atau pendidik tidak mampu
memberikan penjelasan yang logis, apalagi jika lingkungan sekitarnya tidak
mendukung penerapan nilai-nilai tersebut.
Peranan
orangtua atau pendidik amatlah besar dalam memberikan alternatif jawaban dari
hal-hal yang dipertanyakan oleh putra-putri remajanya. Orangtua yang bijak akan
memberikan lebih dari satu jawaban dan alternatif supaya remaja itu bisa
berpikir lebih jauh dan memilih yang terbaik. Orangtua yang tidak mampu
memberikan penjelasan dengan bijak dan bersikap kaku akan membuat sang remaja
tambah bingung. Remaja tersebut akan mencari jawaban di luar lingkaran orangtua
dan nilai yang dianutnya. Ini bisa menjadi berbahaya jika “lingkungan baru”
memberi jawaban yang tidak diinginkan atau bertentangan dengan yang diberikan
oleh orangtua. Konflik dengan orangtua mungkin akan mulai menajam.
8.
Perkembangan Agama
Perkembangan penghayatan keagamaan
pada masa remaja awal, ditandai antara lain :
a.
Sikap negatif,
disebabkan alam pikirannya yang kritis melihat kenyataan orang-orang beragama
secara pura-pura yang pengakuan dan ucapannya tidak selalu selaras dengan
perbuatannya.
b.
Pandangan dalam
hal ketuhanan menjadi kacau karena ia banyak membaca atau mendengar berbagai
konsep aliran-aliran yang tidak cocok
c.
Penghayatan
rohaniah cenderung skeptik (diliputi kewaswasan) sehingga tidak ingin melakukan
kegiatan ritual yang selama ini dilakukannya.
Perkembangan penghayatan keagamaan pada masa remaja akhir:
a. Sikap kembali ke arah positif dengan tercapainya kedewasaan
intelektual.
Pandangan dalam hal ketuhanan dan dipahamkannya konteks agama yang
dianut dan dipilihnya
b. Penghayatan rohaniah kembali tenang setelah ia dapat membedakan
antara agama sebagai doktrin atau ajaran dan manusia penganutnya dari yang baik
dan tidak baik. Ia juga memahami bahwa terdapat berbagai aliran dan paham jenis
keagamaan yang penuh toleransi diterima sebagai kenyataan yang hidup di dunia
ini.
BAB III
KONDISI OBJEKTIF

Nama : Gunawan
Setyo A.
Jenis
Kelamin : Laki-laki
Tempat
dan tanggal lahir : Cilacap, 14
Nopember 1996
Alamat : Jl. Mess
Baturengat RT/RW 002/013 Blok L.5 Kel.
Cigondewah Kaler Kec. Bandung Kulon Kodya. Bandung
Agama
: Islam
Pendidikan
Nama Sekolah : SMK NEGERI 12 BANDUNG
Kelas :
XI
Ekskul yang di ikuti : Futsal
Pelajaran yang disukai : IPA
Hobi :
Bermain sepak bola
Cita-cita
: Teknisi pesawat terbang
Jumlah
Saudara : 1
Tinggi
badan : 162 cm
Berat
Badan : 51 Kg
Identitas
Orang Tua
Nama
Ayah : Sulistyo
Usia
Ayah : 42
tahun
Suku
Bangsa : Jawa
Agama
: Islam
Pendidikan
Terakhir : SMA
Pekerjaan
: Wiraswasta
Pendapatan
per bulan : ±
Rp.2.000.000/bln
Alamat : Jl. Mess
Baturengat RT/RW 002/013 Blok L.5 Kel.
Cigondewah Kaler Kec. Bandung Kulon
Kodya. Bandung
Nama
Ibu : Waginem
Usia
Ibu : 40
tahun
Suku
Bangsa : Jawa
Agama
: Islam
Pendidikan
Terakhir : SMA
Pekerjaan
: Wiraswasta
Pendapatan
per bulan : : ±
Rp.2.000.000/bln
Alamat : Jl. Mess
Baturengat RT/RW 002/013 Blok L.5 Kel.
Cigondewah Kaler Kec. Bandung Kulon
Kodya. Bandung
BAB IV
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
1. Perkembangan Fisik dan Motorik
Gunawan
setyo yang akrab disapa wawan memiliki tinggi badan 162 cm dan berat badan 51
Kg. Kondisi fisik wawan saat ini sangat baik sesuai dengan perkembangannya.
Namun, sebelumnya wawan pernah menderita penyakit tipes selama 2 minggu. Untuk
mengoptimalkan kondisi fisiknya, wawan sering berolah raga. Selain rajin
mengikuti pelajaran olah raga yang ada di sekolah, wawan juga sering beroah
raga di lingkungan luar sekolah seperti jogging di waktu libur, bermain sepak
bola dengan teman sebaya di rumah, bersepeda santai di waktu libur, dan bermain
badminton di sore hari. Agar kesehatannya tetap terjaga, wawan tidak pernah
melewatkan sarapan pagi. Ketika wawan hendak pergi ke sekolah, ibunya selalu
memberi bekal untuk makan siang. Hal tersebut di lakukan ibunya agar wawan
tidak memakan makanan sembarangan yang kadar kesehatan dan kesterilannya belum jelas
seperti yang di jual oleh pedagang kaki lima atau yang sering di jual di kantin
sekolah.
Wawan
sangat senang bermain, pada usianya saat ini wawan lebih banyak menghabiskan
waktunya untuk bermain bersama teman-temannya. Hampir setiap sore dia
menghabiskan waktunya untuk bersepeda di sekitar mess bersama teman-teman
sebayanya.
Wawan
sangat menyukai aktivitas olah raga, sehingga waktunya setiap hari selain
belajar di sekolah dia lebih senang bermain atau berolah raga bersama teman
sebayanya. Hal tersebut membuat wawan kurang terampil dalam mengerjakan
pekerjaan rumah, bahkan bisa dikatakan wawan adalah seseorang yang pemalas
dalam mengerjakan pekerjaan rumah seperti mencuci baju, mencuci piring,
menyetrika dan menyapu rumah.
2. Perkembangan dalam Sikap Kognitif
Berdasarkan pengamatan, wawan tergolong siswa yang
mudah menerima pelajaran yang di terangkan oleh gurunya. Hal tersebut terbukti
dengan prestasi yang pernah dia raih di sekolah yaitu pernah masuk peringkat 3
besar di kelasnya. Selama dia sekolah di SMK dia belum pernah mendapatkan
peringkat di bawah 10. Ketika dia mengikuti tes IQ dia mendapat hasil yang baik
yaitu 127 yang berarti wawan termasuk ke dalam kategori anak yang superior.
Hanya saja minatnya untuk belajar mandiri atau sekedar mengulang materi yang
telah di dapat di sekolah sangat kurang. Bahkan wawan hampir tidak pernah
belajar mandiri di luar lingkungan sekolah terkecuali ketika dia akan
menghadapi ulangan atau tes di sekolahnya. Ketika ada jam kosong di kelas atau
ketika guru mata pelajaran belum hadir pun, wawan lebih suka mengobrol dengan
teman-temannya di bandingkan belajar. Waktu istirahat sekolah sering dia
pergunakan di kantin sekolah bersama teman-temannya, jarang sekali dia
mempergunakan waktu istirahatnya untuk belajar. Akan tetapi hal tersebut tidak
terlalu berakibat buruk terhadap dirinya, karena wawan sebagai pelajar pada
usia remaja adalah hal yang wajar ketika dia menyeimbangkan waktu belajar dan
bersantai.
Meskipun wawan tergolong siswa yang malas untuk
belajar, tetapi minat dia terhadap membaca sangat tinggi. Ketika kakinya sudah
memasuki area perpustakaan, dia selalu terhipnotis dengan berbagai bacaan yang
menurutnya menarik sehingga dia sangat senang berlama-lama di dalam
perpustakaan. Minatnya yang tinggi terhadap membaca membuat wawan sering
mengunjungi bazaar buku yang ada di lingkungan sekolah ataupun yang ada di luar
lingkungan sekolah seperti Bandung Book
Fire yang setiap tahun selalu di adakan di Landmark Braga.
Sifat malas yang dimiliki oleh wawan tidak
membuatnya untuk tidak mengumpulkan tugas tepat waktu. Baginya tugas sekolah
merupakan salah satu kewajibannya sebagai pelajar yang harus dia kerjakan. Beda
halnya dengan belajar mandiri di rumah, yang merupakan tindakan yang
berlandaskan kesadaran dan keinginan yang muncul dari diri sendiri.
Wawan tergolong siswa yang aktif di kelasnya. Ketika
ada pembahasan gurunya yang kurang dimengerti, wawan selalu menanyakan kembali
pada gurunya tersebut. Ketika sedang ada diskusi kelopok di kelaspun rasanya
belum lengkap jika wawan belum mengajukan pertanyaan.
Wawan tergolong siswa yang kurang menyukai pelajaran
hafalan dan pelajaran eksak. Wawan lebih menyukai pelajaran terapan yang
berhubungan dengan keterampilan yang dia miliki.
Setiap pagi wawan selalu sarapan terlebih dahulu
sebelum dia pergi ke sekolah, hal tersebut dia lakukan agar dia dapat
berkonsentrasi menerima pelajaran di sekolah di samping menjaga kesehatannya.
Dapat disimpulkan bahwa wawan termasuk kedalam
kategori siswa malas yang bertanggung jawab.
3. Perkembangan dalam Sikap Emosional
Wawan termasuk anak yang tidak mudah tersinggung. Hal
tersebut karena usianya yang semakin dewasa yang membuat emosinya lebih matang
pula. Wawan terkadang suka merasa kesal ketika ada teman yang menjahilinya.
Tetapi rasa kesal tersebut tidak membuat wawan berkeinginan untuk membalas
perbuatan temannya.
Gejala-gejala emosional dalam diri wawan mulai timbul pada
masa ini. Dia mulai menyukai lawan jenisnya, dia lebih senang menghabiskan
waktu luang bersama teman-temannya. Ketika wawan dinasehati orangtuanya
terkadang suka melawan. Saat wawan di nasehati oleh ayahnya harus banyak
belajar dan jangan terlalu sering berpacaran, wawan malah membalikan nasehat
ayahnya dengan perkataan “biarin atuh pa, kaya yang ga pernah muda aja”.
Wawan mulai terlibat dalam permasalahan-permasalahan yang
sering terjadi pada anak usia remaja. Dia sering mengatakan dirinya sedang
dilanda kegalauan ketika sedang dihadapkan pada dua pilihan yang membuat dia
kebingungan. Wawan tidak mau di anggap anak kecil lagi, tapi dia pun tidak mau
ketika disebut orang dewasa.
4.
Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa pada wawan
berjalan dengan baik. Saat ini wawan menguasai 3 bahasa dengan baik, yaitu
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bahasa jawa sebagai bahasa daerah
asalnya, dan bahasa sunda sebagai bahasa yang berada di lingkungannya saat ini.
Dalam kesehariannya, wawan lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia ketimbang
bahasa daerahnya yaitu bahasa jawa. Wawan senang mempelajari bahasa asing seperti
bahasa inggris, bahasa jepang, bahasa jerman, dan sebagainya. Walaupun dia
belum menerapkan bahasa tersebut pada kehidupan kesehariannya.
Dalam kesehariannya juga wawan sudah
bisa menempatkan penggunaan bahasa yang baik. Dia sudah bisa membedakan yang
mana bahasa untuk teman sebayanya, yang mana bahasa untuk anak-anak yang lebih
muda darinya, dan mana bahasa yang baik di pergunakan kepada orang yang lebih
tua darinya.
Dalam penggunaan bahasa kepada teman
sebayanya terkadang sering terselip bahasa-bahasa gaul yang sering di
pergunakan oleh remaja masa kini seperti keleus, bingits, kepo, dan sebagainya.
5.
Perkembangan Kepribadian
Ketika
wawan dihadapkan pada suatu masalah, maka dia akan memikirkan masalah tersebut
hingga membuatnya gelisah dan susah tidur. Wawan tidak suka memendam masalah
yang dia punya seorang diri, dia selalu bercerita kepada teman dekatnya yang
dia anggap dapat di percaya. Wawan sangat jarang berkonsultasi tentang masalah
yang dia hadapi kepada orangtuanya, karena dia menganggap teman sebayanya akan
lebih mengerti jika dia menceritakan masalahnya pada temannya. Wawan tidak
termasuk kedalam kategori remaja yang suka meluapkan emosi dalam bentuk
tulisan. Wawan lebih senang menatap layar handphone yang dia miliki ketimbang
menatap buku-buku pelajaran.
6.
Perkembangan Sosial
Perkembangan
sosial wawan berjalan dengan baik. Dalam usianya yang sekarang ini dia sudah
bisa bergaul dengan baik dengan teman-teman sebayanya. Hal tersebut dibuktikan
dengan keterlibatannya dalam beberapa perkumpulan remaja yang ada di lingkungan
sekolah dan di lingkungan rumahnya. Walaupun wawan terlibat dalam suatu
kumpulan remaja, hal tersebut tidak menghalanginya untuk bergaul dengan semua
teman-temannya.
Di
sekolah, wawan tidak saja pandai bergaul dengan teman-teman sebayanya, dia juga
termasuk salah satu siswa yang dekat dengan guru-guru yang ada di sekolahnya.
Hal tersebut dapat membantunya ketika dia mendapat kesulitan atau ketidak
mengertian dalam pelajaran. Selain dekat dengan guru wawan juga dekat dengan
para pekerja yang ada di sekolahnya. Dia sering berbincang-bincang dengan
penjaga sekolah, dengan tukang sapu, dan dengan ibu kantin.
Di
lingkungan rumahpun sama, tidak saja pandai bergaul dengan teman-teman
sebayanya, wawan juga pandai bergaul dengan orang-orang yang lebih tua darinya,
wawan juga sangat dekat dengan anak-anak kecil. Baginya perilaku anak kecil
sangat menggemaskan, sama sekali tidak membuatnya jengkel ataupun kesal.
Selain
dekat dengan orang-orang yang ada di sekelilingnya, wawanpun sangat dekat
dengan saudara-saudara jauhnya. Dia tetap berkomunikasi dengan saudaranya lewat
telepon genggam yang di belikan oleh orangtuanya.
7.
Perkembangan Moral
Di
usianya yang sudah terbilang bukan anak kecil lagi, tentunya wawan sudah bisa
membedakan hal yang baik dan yang buruk. Kepekaannya akan kedua sisi yang
berbeda tersebut tidak membuatnya untuk selalu patuh terhadap peraturan.
Sebagai seorang remaja yang selalu penasaran dengan segala hal tentunya wawan
ingin merasakan sensasi baru dengan melanggar peraturan baik yang ada di
ingkungan sekolah maupun di lingkungan rumah.
Walaupun
wawan terbilang siswa yang cukup pintar, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa
wawan pun pernah melakukan perbuatan menyimpang saat ulangan yaitu mencontek
dan memberi contekan pada teman-temannya. Hal tersebut sudah menjadi hal yang
lumrah di kalangan pelajar Indonesia. Peran pendidiklah yang sangat di butuhkan
disini untuk mengubah penctraan pelajar Indonesia yang masih belum bisa di
kupas tuntas sampai saat ini.
8.
Perkembangan Agama
Di
lingkungan rumah, wawan mendapat pendidikan agama dari kedua orangtuanya,
selain itu pula wawan sering mengikuti pengajian yang diadakan di lingkungan
rumahnya. Dia di tuntut oleh kedua orangtuanya untuk menghafal surat-surat
pendek.
Kesadarannya
terhadap kewajiban menjalankan shalat 5 waktu sudah tumbuh pada dirinya. Ketika
berada di lingkungan sekolah dia melaksanakan shalat fardu berjamaah di mesjid
yang ada di lingkungan sekolah. Namun ketika di lingkungan rumah, dia lebih
memilih untuk shalat fardu di rumah ketimbang pergi shaat berjamaah di mesjid.
Dalam diri wawan belum tumbuh kesadaran untuk menjalankan shalat selain shalat
fardu seperti shalat tahajud, shalat hajat, shalat duha, dll.
BAB
V
SOLUSI
1. Perkembangan Fisik dan Motorik
Hobi berolah raga yang dimiliki
oleh wawan sebenarnya dapat di kembangkan. Wawan harus lebih banyak diberi
motivasi dan di fasilitasi oleh orangtua dan juga guru di sekolah agar wawan
dapat mengembangkan minat dan bakatnya.
2. Perkembangan dalam Sikap Kognitif
Kecerdasan yang dimiliki oleh wawan harus di asah agar
menjadi cerdas yang bermanfaat dalam kebaikan. Sikap tak acuh wawan terhadap
belajar juga sedikit demi sedikit harus di rubah agar wawan menjadi siswa yang
rajin dan pintar.
3. Perkembangan dalam Sikap Emosional
Emosi wawan yang masih labil terkadang menjadi hambatan dalam menjalankan
aktivitas sehari-hari wawan. Jika wawan tidak bisa mengendalikan emosinya sendiri
maka orangtuanya harus membantu dalam pengendalian tersebut.
4.
Perkembangan Bahasa
Minat
wawan terhadap belajar bahasa asing sudah bagus, hanya saja minat tersebut
kurang di dukung dengan fasilitas yang tidak tersedia. Baiknya guru sebagai
pendidik terutama guru mata pelajaran bahasa asing dapat memfasilitasi siswa
yang berminat terhadap mata pelajarannya.
Orang tua
juga garus selalu mengingatkan dan mencontohkan dengan baik tata cara
penggunaan bahasa yang sopan dan santun.
5.
Perkembangan Kepribadian
Kepribadian
seseorang hanya dapat dikendalikan oleh dirinya sendiri. Kita sebagai seseorang
yang lebih tua darinya hanya bertugas untuk mengarahkan kea rah yang lebih
baik.
6.
Perkembangan Sosial
Kepandaian
wawan dalam bergaul harus tetap di damping oleh pengawasan orang tua. Jangan
sampai kepandaiannya dalam bersoaialisasi membuatnya menjadi salah arah dalam
artian salah pergaulan.
7.
Perkembangan Moral
Guru
dan orang tua harus menumbuhkan kesadaran terhadap pentingnya mematuhi
peraturan demi kebaikan dirinya sendiri. Karena jika di biarkan, melanggar
peraturan akan menjadi kebiasaan.
8.
Perkembangan Agama
Orang
tua sebagai orang yang tahu kebiasaan anaknya harus dapat member contoh agar
anak semakin mengerti dan memahami bahwa di samping shalat wajib pun terdapat
shalat sunat yang sebaiknya di jalankan.
BAB
VI
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peserta
didik usia remaja tingkat sekolah menengah atas atau lebih spesifiknya anak
yang bernama Gunawan Setyo yang akrab disapa wawan berkembang dengan baik
sesuai usianya.
Dalam masa ini orang tua dan guru berperan penting
dalam masa perkembangannya sebagai seseorang yang di anggap dapat menengahi
segala permasalahan yang dihadapi oleh wawan.
Berbagai permasalahan yang sering dihadapi oleh
remaja masih dapat di kendalikan dengan adanya bimbingan dan peran aktif
orangtua juga guru di sekolah.
5.2 Saran
Wawan adalah anak yang berada dalam tahap remaja
yang masih memerlukan banyak bimbingan dan arahan dari orang-orang
sekelilingnya. Untuk itu bagi orang tua dan juga guru harus dapat membimbing
wawan dalam tahap pencarian jati dirinya.
Sebagai seorang anak yang baik, wawan harus mematuhi
segala sesuatu yang di arahkan orang tua dan gurunya. Karena orang tua dan guru
tidak mungkin menjerumuskan wawan ke dalam keburukan.
Sebagai calon pendidik dan seseorang yang di anggap
lebih tua dari wawan, alangkah baiknya kita juga ikut serta member arahan dan
motivasi-motivasi yang positif agar perkembangannya kea rah yang baik lebih
maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Desmita. 2011. Psikologi
Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Syah, Muhibbin. 2013. Psikologi
Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Syah, Muhibbin. 2013. Psikologi
Belajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar