Sabtu, 19 Juli 2014

penelitian perkembangan peserta didik



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pendidikan seperti telah kita ketahui bersama merupakan salah satu faktor penentu kemajuan sebuah Negara, apabila pendidikannya bagus maka kemungkinan bangsa tersebut maju juga besar, akan tetapi apabila pendidikannya kurang bagus maka bangsanya pun juga kemungkinan besar kurang maju. Dengan pendidikan yang bagus di harapkan penduduk suatu Negara memiliki kemampuan yang lebih dan memiliki moral yang lebih bermartabat serta memiliki sudut pandang yang lebih luas dalam menghadapi suatu masalah ataupun perbedaan yang terjadi dalam kehidupannya.
Salah satu komponen dalam system pendidikan adalah adanya peserta didik, peserta didik merupakan komponen yang sangat penting dalam system pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan sebagai pendidik apabila tidak ada yang dididiknya.
Perkembangan setiap peserta didik tidak semuanya rata, ada yang cepat dan ada yang lambat, ada yang normal dan ada yang tidak. seorang pendidik harus mengetahui perkembangan peserta didiknya, juga harus memahami dan memberikan pemahaman tentang dimensi-dimensi yang terdapat didalam diri peserta didik terhadap peserta didik itu sendiri, kalau seorang pendidik tidak mengetahui dimensi-dimensi tersebut, maka potensi yang dimiliki oleh peserta didik tersebut akan sulit dikembangkan, dan peserta didikpun juga mengenali potensi yang dimilikinya.  Untuk menyikapi hal tersebut, maka disusunlah “Laporan Penelitian Perkembangan Peserta Didik Usia Sekolah Menengah Atas”

1.2   Rumusan Masalah
1.      Bagaimana perkembangan yang terjadi pada peserta didik usia sekolah menengah atas?
2.      Seberapa jauh pentingnya peran pendidik bagi peserta didik usia sekolah menengah atas?
3.      Seberapa jauh pentingnya peran orang tua bagi peserta didik usia sekolah menengah atas?
4.      Bagaimana solusi dari berbagai permasalahan yang dihadapi oleh remaja usia sekoah menengah atas?

1.3  Tujuan Penelitian
1.      Memahami perkembangan yang terjadi pada peserta didik usia sekolah menengah atas
2.      Memahami seberapa jauh pentingnya peran pendidik bagi peserta didik usia sekolah menengah atas
3.      Memahami seberapa jauh pentingnya peran orang tua bagi peserta didik usia sekolah menengah atas
4.      Mengetahui solusi dari berbagai permasalahan yang dihadapi oleh remaja usia sekolah menengah atas

1.4  Metode Penelitian
1.4.1        Tempat dan Waktu Penelitian
        Penelitian dilaksanakan di Mess Baturengat RT/RW 00/00 dari tanggal 27 Februari 2014 sampai dengan 16 Mei 2014.

1.4.2        Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah Peserta didik Sekolah Menengah Atas.

1.4.3        Prosedur Penelitian








Rounded Rectangle: Peserta didik usia anak SMA




Rounded Rectangle: Di beri quisioner

 








BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1.      Perkembangan Fisik
Pada usia anak SMA terjadi pertumbuhan fisik yang sangat pesat. Tidak hanya ppada anggota tubuh tertentu tetapi juga proporsi tubuh yang semakin besar. Pada perkembangan seksualitas anak SMA ditandai  dua ciri yaitu seks primer dan seks sekunder.
1.      Seks primer
Pada siswa laki-laki SMA ditandai dengan semakin besarnya ukuran testis, pembuluh mani dan kelenjar prostat semakin besar sehingga organ seks semakin matang (lebih matang dari anak SMP). Pada siswi SMA tumbuhnya rahim, vagina , dan ovarium yang semakin matang, hormon-hormon yang diperlukan dalam prooses kehamilan dan menstruasi semakin banyak.
2.      Seks sekunder
Pada siswa laki-laki SMA ditandai dengan tumbuhnya kumis, bulu disekitar kemaluan dan ketiak serta perubahan suara, semakin besarnya jakun. Pada siswa perempuan ditandai dengan tumbuhnya rambut pubik atau bulu  disekitar kemaluan dan ketiak, bertambah besarnya buah dada,bertambah besarnya pinggul.
2.      Perkembangan Sikap Kognitif
Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.
Perkembangan kognitif remaja mencapai tahap operasional formal yang memungkinkan remaja berpikir secara abstrak dan komplek, sehingga remaja mampu mengambil keputusan untuk dirinya. Selama masa remaja, kemampuan untuk mengerti masalah-masalah kompleks berkembang secara bertahap. Masa remaja adalah awal dari tahap pikiran formal operasional, yang mungkin dapat dicirikan sebagai pemikiran yang melibatkan logika pengurangan atau deduksi. Tahap ini terjadi di semua orang tanpa memandang pendidikan dan pengalaman mereka. Namun, bukti riset tidak mendukung hipotesis itu yang menunjukkan bahwa kemampuan remaja untuk menyelesaikan masalah kompleks adalah fungsi dari proses belajar dan pendidikan yang terkumpul.
Unsur yang terpenting dalam mengembangkan pemikiran seseorang adalah latihan dan pengalaman. Latihan berpikir, merumuskan masalah dan memecahkannya, serta mengambil kesimpulan akan membantu seseorang untuk mengembangkan pemikirannya ataupun intelegensinya.
Piaget membedakan dua macam pengalaman, yaitu :
1. Pengalaman fisis: terdiri dari tindakan atau aksi seseorang terhadap objek yang di hadapi untuk mengabstraksi sifat-sifatnya.
2. Pengalaman matematis-logis: terdiri dari tindakan terhadap objek untuk mempelajari akibat tindakan-tindakan terhadap objek itu.
Kemampuan yang dimiliki pada tahap operasional formal ini adalah:
a.      Abstrak
Seorang remaja tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang benar-benar terjadi. Mampu memunculkan kemungkinan-kemungkinan hipotesis atau dalil-dalil dan penalaran yang benar-benar abstrak.

b.      Fleksibel dan kompleks
Seorang remaja mampu menemukan alternatif jawaban atau penjelasan tentang suatu hal. Mulai berpikir tentang ciri-ciri ideal bagi mereka sendiri, orang lain, dan dunia, serta membandingkan diri mereka dengan orang lain dan standard-standard ideal ini. Berbeda dengan seorang anak yang baru mencapai tahap operasi konkret yang hanya mampu memikirkan satu penjelasan untuk suatu hal. Hal ini memungkinkan remaja berpikir secara hipotetis. Remaja sudah mampu memikirkan suatu situasi yang masih berupa rencana atau suatu bayangan (Santrock, 2001). Remaja dapat memahami bahwa tindakan yang dilakukan pada saat ini dapat memiliki efek pada masa yang akan datang. Dengan demikian, seorang remaja mampu memperkirakan konsekuensi dari tindakannya, termasuk adanya kemungkinan yang dapat membahayakan dirinya. Di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia), masih banyak sekali remaja yang belum mampu berpikir dewasa. Sebagian masih memiliki pola pikir yang sangat sederhana. Hal ini terjadi karena sistem pendidikan di Indonesia banyak menggunakan metode belajar mengajar satu arah atau ceramah, sehingga daya kritis belajar seorang anak kurang terasah. Bisa juga pola asuh orang tua yang cenderung masih memperlakukan remaja seperti anak-anak sehingga mereka tidak punya keleluasan dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usianya. Seharusnya seorang remaja harus sudah mencapai tahap perkembangan pemikiran abstrak supaya saat mereka lulus sekolah menengah, sudah terbiasa berpikir kritis dan mampu untuk menganalisis masalah dan mencari solusi terbaik.
c.       Logis
Remaja sudah mulai mempunyai pola berpikir sebagai peneliti, dimana mereka mampu membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa depan (Santrock, 2001). Mulai mampu mengembangkan hipotesis atau dugaan terbaik akan jalan keluar suatu masalah, menyusun rencana-rencana untuk memecahkan masalah-masalah dan menguji pemecahan-pemecahan masalah secara sistematis. Misal : Dalam pengambilan keputusan oleh remaja mulai dari pemikiran, keputusan sampai pada konsekuensinya, bagaimana lingkungannya yang menunjukkan peran lingkungan dalam membantu pengambilan keputusan pada remaja.
3.      Perkembangan dalam Sikap Emosional
Pada masa ini, tingkat karateristik emosional akan menjadi drastis tingkat kecepatannya. Gejala-gejala emosional para remaja seperti perasaan sayang, marah, takut, bangga dan rasa malu, cinta dan benci, harapan-harapan dan putus asa, perlu dicermati dan dipahami dengan baik. Sebagai calon pendidik dan pendidik kita harus mengetahui setiap aspek yang berhubungan dengan perubahan pola tingkah laku dalam perkembangan remaja, serta memahami aspek atau gejala tersebut sehingga kita bisa melakukan komunikasi yang baik dengan remaja. Perkembangan pada masa SMA (remaja) merupakan suatu titik yang mengarah pada proses dalam mencapai kedewasaan. Meskipun sifat kanak-kanak akan sulit dilepaskan pada diri remaja karena pengaruh didikan orang tua.
Perkembangan Peserta Didik Periode Sekolah Menengah Atas (SMA)
Psikolog memandang anak usia SMA sebagai individu yang berada pada tahap yang tidak jelas dalam rangkaian proses perkembangan individu. Ketidakjelasan ini karena mereka berada pada periode transisi, yaitu dari periode kanak-kanak menuju periode orang dewasa. Pada masa tersebut mereka melalui masa yang disebut masa remaja atau pubertas. Umumnya mereka tidak mau dikatakan sebagai anak-anak tapi jika mereka disebut sebagai orang dewasa, mereka secara riil belum siap menyandang predikat sebagai orang dewasa.
Ada perubahan-perubahan yang bersifat universal pada masa remaja, yaitu meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikis, perubahan tubuh, perubahan minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial tertentu untuk dimainkannya yang kemudian menimbulkan masalah, berubahnya minat, perilaku, dan nilai-nilai, bersikap mendua (ambivalen) terhadap perubahan. Perubahan-perubahan tersebut akhirnya berdampak pada perkembangan fisik, kognitif, afektif, dan juga psikomotorik mereka.

4.      Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa remaja dilengkapi dan diperkaya oleh lingkungan masyarakat di mana mereka tinggal. Hal ini berarti pembentukan kepribadian yang dihasilkan dari pergaulan masyarakat sekitar akan memberi ciri khusus dalam perilaku bahasa. Bersamaan dengan kehidupannya di dalam masyarakat luas, anak (remaja) mengkutip proses belajar disekolah. Sebagaimana diketahui, dilembaga pendidikan diberikan rangsangan yang terarah sesuai dengan kaidah-kaedah yang benar. Proses pendidikan bukan memperluas dan memperdalam cakrawala ilmu pengetahuan semata, tetapi juga secara berencana merekayasa perkembangan sistem budaya, termasuk perilaku berbahasa. Pengaruh pergaulan di dalam masyarakat (teman sebaya) terkadang cukup menonjol, sehingga bahasa anak (remaja) menjadi lebih diwarnai pola bahasa pergaulan yang berkembang di dalam kelompok sebaya. Dari kelompok itu berkembang bahasa sandi, bahasa kelompok yang bentuknya amat khusus, seperti istilah baceman dikalangan pelajar yang dimaksudkan adalah bocoran soal ulangan atau tes. Bahasa prokem terutama secara khusus untuk kepentingan khusus pula.
Dalam berkomunikasi sehari-hari, terutama dengan sesama sebayanya, remaja seringkali menggunakan bahasa spesifik yang kita kenal dengan bahasa ‘gaul’. Disamping bukan merupakan bahasa yang baku, kata-kata dan istilah dari bahasa gaul ini terkadang hanya dimengerti oleh para remaja atau mereka yang kerap menggunakannya. Menurut Piaget (dalam Papalia, 2004), remaja memasuki tahap perkembangan kognitif yang disebut tahap formal operasional. Piaget menyatakan bahwa tahapan ini merupakan tahap tertinggi perkembangan kognitif manusia. Pada tahap ini individu mulai mengembangkan kapasitas abstraksinya. Sejalan dengan perkembangan kognitifnya, perkembangan bahasa remaja mengalami peningkatan pesat. Kosakata remaja terus mengalami perkembangan seiring dengan bertambahnya referensi bacaan dengan topik-topik yang lebih kompleks. Menurut Owen (dalam Papalia, 2004) remaja mulai peka dengan kata-kata yang memiliki makna ganda. Mereka menyukai penggunaan metaphora, ironi, dan bermain dengan kata-kata untuk mengekspresikan pendapat mereka. Terkadang mereka menciptakan ungkapan-ungkapan baru yang sifatnya tidak baku. Bahasa seperti inilah yang kemudian banyak dikenal dengan istilah bahasa gaul.
Disamping merupakan bagian dari proses perkembangan kognitif, munculnya penggunaan bahasa gaul juga merupakan ciri dari perkembangan psikososial remaja. Menurut Erikson (1968), remaja memasuki tahapan psikososial yang disebut sebagai identity versus role confusion. Hal yang dominan terjadi pada tahapan ini adalah pencarian dan pembentukan identitas. Remaja ingin diakui sebagai individu unik yang memiliki identitas sendiri yang terlepas dari dunia anak-anak maupun dewasa. Penggunaan bahasa gaul ini merupakan bagian dari proses perkembangan mereka sebagai identitas independensi mereka dari dunia orang dewasa dan anak-anak.
            Pengaruh lingkungan yang berbeda antara keluarga masyarakat, dan sekolah dalam perkembangan bahasa, akan menyebabkan perbedaan antara anak yang satu dengan yang lain. Hal ini ditunjukkan oleh pilihan dan penggunaan kosakata sesuai dengan tingkat sosial keluarganya. Keluarga dari masyarakat lapisan pendidikan rendah atau buta huruf, akan banyak menggunakan bahasa pasar, bahasa sembarangan, dengan istilah-istilah yang kasar. Masyarakat terdidik yang pada umumnya memiliki status sosial lebih baik, menggunakan istilah-istilah lebih selektif dan umumnya anak-anak remajanya juga berbahasa lebih baik.
Telah disebutkan bahwa bahasa remaja diperkaya dan dilengkapi oleh lingkungan sekitar tempat mereka tinggal. Remaja cenderung bergaul dengan sesamanya, yaitu remaja usia sekolah. Dari pergaulan dengan teman sebaya ini, kemudian timbul gaya atau pola bahasa yang mereka gunakan sebagai sarana dalam proses penyampaian atau sosialisasi. Bahasa yang cenderung digunakan oleh remaja ini, yaitu bahasa praktis, sehingga lebih mempermudah dalam proses sosialisasi tersebut. Bahasa seperti ini sering disebut sebagai “Bahasa Gaul”. Bahasa pergaulan ini bertujuan untuk memberikan ciri khas atau identitas tertentu dalam pergaulan sesama remaja. Terkadang, bahasa ini mereka bawa ke dalam lingkungan sekolah, sehingga menyebabkan Guru/Pendidik kadang-kadang kebingungan dengan kondisi siswa-siswanya yang berbahasa tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang benar.
            Selain pergaulan teman sebaya, status sosial ekonomi keluarga juga memiliki andil dalam mempengaruhi pola atau gaya bahasa remaja. Keluarga terdidik yang pada dasarnya telah membawa kebiasaan-kebiasaan terdidik, baik dari latar belakang pendidikan maupun latar belakang keluarganya, secara langsung telah mempengaruhi cara berpikir dan berbahasa anak remajanya. Mereka biasanya menggunakan bahasa yang lebih sopan dan fleksibel. Fleksibel disini, dimaksudkan bahwa saat remaja berinteraksi dengan teman sebayanya, mereka memiliki gaya dan kosakata yang sesuai. Begitu pula sebaliknya, saat mereka berhadapan dengan orang dewasa, mereka juga punya cara tersendiri yang tentunya lebih sopan. Sedangkan remaja yang berasal dari keluarga kurang terdidik, umumnya menggunakan bahasa yang kasar, tidak terstruktur dan tidak fleksibel. Hal ini disebabkan oleh minimnya pengetahuan orang tua akan pola perkembangan anak-anaknya, khususnya perkembangan bahasanya.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa bahasa remaja sangat dipengaruhi oleh pergaulan dengan sesamanya. Oleh karena itu, peran lingkungan keluarga dan sekolah sangat dibutuhkan agar terdapat keseimbangan diantaranya.

5.      Perkembangan Kepribadian
Hal-hal yang berkaitan dengan karakteristik pribadi yang mempengaruhi pemilihan program studi maupun karir individu, diantaranya bakat minat, kepribadian, dan intelektual. Sudah banyak lembaga pendidikan SMA yang mengadakan tes psikologi dengan membantu siswa-siswinya dalam menentukan jurusan agar sesuai dengan minat dan bakatnya. Hal ini untuk menghindari penyesalan dalam pengambilan studinya atau merasa tidak cocok dengan minat bakatnya.
Keberhasilan dalam memilih dan menjalankan program studi serta karir pekerjaan sangat ditentukan karakteristik kepribadian individu yang bersangkutan. Individu yang memiliki minat, kemampuan, kecerdasan, motivasi internal, tanpa ada paksaan dari orang lain, biasanya akan mencapai keberhasilan dengan baik. Keberhasilan tidak dapat diukur secara materi finansial yang melimpah, tetapi seberapa besar nilai kepuasan hidup yang diperoleh melalui pilihan-pilhan tersebut.

6.      Perkembangan Sosial
Pada usia anak  SMA terjadi perkembangan sosial yaitu kemampuan untuk memahami orang lain. Anak usia SMA memahami orang lain sebagai individu yang unik baik menyangkut sifat pribadi, minat nilai-nilai maupun perasaanya. Pemahaman ini mendorong mereka untuk menjalin hubungan sosial yang lebih akrab dengan orang lain (terutama teman sebaya), baik melalui jalinan persahabatan maupun percintaan.
Dalam hubungan persahabatan anak usia SMA memilih teman yang memiliki kualitas psikologis yang relatif sama dengan dirinya, baik menyangkut interest, sikap, nilai, dan kepribadian. Pada masa ini juga berkembang sikap  conformity yaitu kecenderungan untuk mengikutu opini, kebiasaan, dan keinginan orang lain (teman sebaya). Perkembangan sikap imi dapat memberikan dampak positif dan negatif bagi dirinya.
Anak usia SMA mencapai perkembangan sosial yang matang, dalam arti memiliki penyesuaiaan sosial yang tepat. Penyesuaiaan sosial yang tepat ini dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mereaksi secara tepat terhadap realitas sosial, situasi, dan relasi.
Karakteristik penyesuaian anak usia SMA di tiga lingkungan adalah sebagai berikut:
v  Lingkungan Keluarga
    1. Menjalin hubungan yang baik dengan anggota keluarga
    2. Menerima otoritas orang tua
    3. Menerima tanggung jawab dan batasan-batasaan keluarga
    4. Berusaha untuk membantu keluarga sebagai individu ataupun kelompok dalam mencapai tujuan


v  Lingkungan Sekolah
    1. Bersikap respek dan mau menerima peratuaran sekolah
    2. Berpartisipasi dalam kegiatan sekolah
    3. Menjalin persahabatan dengan teman-teman di sekolah
    4. Bersikap hormat terhadap guru, pemimpin sekolah, dan staf  lainnya
    5. Membantu sekolah dalam merealisasikan tujuan-tujuannya

v  Lingkungan Masyarakat
    1. Mengakui dan respek terhadap hak-hak orang lain
    2. Memelihara jalinan persahabatan dengan orang lain
    3. Bersikap simpati terhadap kesejahteraan orang lain
    4. Bersikap respek terhadap nilai-nilai, hukum, tradisi, dan kebijakan-kebijakan masyarakat

7.      Perkembangan Moral
Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka. Elliot Turiel (1978) menyatakan bahwa para remaja mulai membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dsb. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya. Secara kritis, remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya. Sebagian besar para remaja mulai melihat adanya “kenyataan” lain di luar dari yang selama ini diketahui dan dipercayainya. Ia akan melihat bahwa ada banyak aspek dalam melihat hidup dan beragam jenis pemikiran yang lain. Baginya dunia menjadi lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia terbiasa dididik dalam suatu lingkungan tertentu saja selama masa kanak-kanak.
Kemampuan berpikir dalam dimensi moral (moral reasoning) pada remaja berkembang karena mereka mulai melihat adanya kejanggalan dan ketidakseimbangan antara yang mereka percayai dahulu dengan kenyataan yang ada di sekitarnya. Mereka lalu merasa perlu mempertanyakan dan merekonstruksi pola pikir dengan “kenyataan” yang baru. Perubahan inilah yang seringkali mendasari sikap “pemberontakan” remaja terhadap peraturan atau otoritas yang selama ini diterima bulat-bulat. Misalnya, jika sejak kecil pada seorang anak diterapkan sebuah nilai moral yang mengatakan bahwa korupsi itu tidak baik. Pada masa remaja ia akan mempertanyakan mengapa dunia sekelilingnya membiarkan korupsi itu tumbuh subur bahkan sangat mungkin korupsi itu dinilai baik dalam suatu kondisi tertentu. Hal ini tentu saja akan menimbulkan konflik nilai bagi sang remaja. Konflik nilai dalam diri remaja ini lambat laun akan menjadi sebuah masalah besar, jika remaja tidak menemukan jalan keluarnya. Kemungkinan remaja untuk tidak lagi mempercayai nilai-nilai yang ditanamkan oleh orangtua atau pendidik sejak masa kanak-kanak akan sangat besar jika orangtua atau pendidik tidak mampu memberikan penjelasan yang logis, apalagi jika lingkungan sekitarnya tidak mendukung penerapan nilai-nilai tersebut.
Peranan orangtua atau pendidik amatlah besar dalam memberikan alternatif jawaban dari hal-hal yang dipertanyakan oleh putra-putri remajanya. Orangtua yang bijak akan memberikan lebih dari satu jawaban dan alternatif supaya remaja itu bisa berpikir lebih jauh dan memilih yang terbaik. Orangtua yang tidak mampu memberikan penjelasan dengan bijak dan bersikap kaku akan membuat sang remaja tambah bingung. Remaja tersebut akan mencari jawaban di luar lingkaran orangtua dan nilai yang dianutnya. Ini bisa menjadi berbahaya jika “lingkungan baru” memberi jawaban yang tidak diinginkan atau bertentangan dengan yang diberikan oleh orangtua. Konflik dengan orangtua mungkin akan mulai menajam.
8.      Perkembangan Agama
Perkembangan penghayatan keagamaan pada masa remaja awal, ditandai antara lain :
a.       Sikap negatif, disebabkan alam pikirannya yang kritis melihat kenyataan orang-orang beragama secara pura-pura yang pengakuan dan ucapannya tidak selalu selaras dengan perbuatannya.
b.      Pandangan dalam hal ketuhanan menjadi kacau karena ia banyak membaca atau mendengar berbagai konsep aliran-aliran yang tidak cocok
c.       Penghayatan rohaniah cenderung skeptik (diliputi kewaswasan) sehingga tidak ingin melakukan kegiatan ritual yang selama ini dilakukannya.
Perkembangan penghayatan keagamaan pada masa remaja akhir:
a.       Sikap kembali ke arah positif dengan tercapainya kedewasaan intelektual.
Pandangan dalam hal ketuhanan dan dipahamkannya konteks agama yang dianut dan dipilihnya
b.      Penghayatan rohaniah kembali tenang setelah ia dapat membedakan antara agama sebagai doktrin atau ajaran dan manusia penganutnya dari yang baik dan tidak baik. Ia juga memahami bahwa terdapat berbagai aliran dan paham jenis keagamaan yang penuh toleransi diterima sebagai kenyataan yang hidup di dunia ini.











BAB III
KONDISI OBJEKTIF
Nama                                      : Gunawan Setyo A.
Jenis Kelamin                          : Laki-laki
Tempat dan tanggal lahir        : Cilacap, 14 Nopember 1996
Alamat                                    : Jl. Mess Baturengat RT/RW 002/013 Blok L.5        Kel. Cigondewah Kaler Kec. Bandung Kulon              Kodya. Bandung
Agama                                     : Islam
Pendidikan                             
          Nama Sekolah              : SMK NEGERI 12 BANDUNG
          Kelas                             : XI
          Ekskul yang di ikuti     : Futsal
          Pelajaran yang disukai  : IPA
Hobi                                       : Bermain sepak bola
Cita-cita                                   : Teknisi pesawat terbang
Jumlah Saudara                      : 1
Tinggi badan                          : 162 cm
Berat Badan                           : 51 Kg

Identitas Orang Tua
Nama Ayah                             : Sulistyo
Usia Ayah                               : 42 tahun
Suku Bangsa                           : Jawa
Agama                                     : Islam
Pendidikan Terakhir                : SMA
Pekerjaan                                 : Wiraswasta
Pendapatan per bulan              : ± Rp.2.000.000/bln
Alamat                                    : Jl. Mess Baturengat RT/RW 002/013 Blok L.5                    Kel. Cigondewah Kaler Kec. Bandung Kulon              Kodya. Bandung

Nama Ibu                                : Waginem
Usia Ibu                                  : 40 tahun
Suku Bangsa                           : Jawa
Agama                                     : Islam
Pendidikan Terakhir                : SMA
Pekerjaan                                 : Wiraswasta
Pendapatan per bulan              : : ± Rp.2.000.000/bln
Alamat                                    : Jl. Mess Baturengat RT/RW 002/013 Blok L.5                    Kel. Cigondewah Kaler Kec. Bandung Kulon              Kodya. Bandung




BAB IV
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

1.      Perkembangan Fisik dan Motorik
Gunawan setyo yang akrab disapa wawan memiliki tinggi badan 162 cm dan berat badan 51 Kg. Kondisi fisik wawan saat ini sangat baik sesuai dengan perkembangannya. Namun, sebelumnya wawan pernah menderita penyakit tipes selama 2 minggu. Untuk mengoptimalkan kondisi fisiknya, wawan sering berolah raga. Selain rajin mengikuti pelajaran olah raga yang ada di sekolah, wawan juga sering beroah raga di lingkungan luar sekolah seperti jogging di waktu libur, bermain sepak bola dengan teman sebaya di rumah, bersepeda santai di waktu libur, dan bermain badminton di sore hari. Agar kesehatannya tetap terjaga, wawan tidak pernah melewatkan sarapan pagi. Ketika wawan hendak pergi ke sekolah, ibunya selalu memberi bekal untuk makan siang. Hal tersebut di lakukan ibunya agar wawan tidak memakan makanan sembarangan yang kadar kesehatan dan kesterilannya belum jelas seperti yang di jual oleh pedagang kaki lima atau yang sering di jual di kantin sekolah.
Wawan sangat senang bermain, pada usianya saat ini wawan lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bermain bersama teman-temannya. Hampir setiap sore dia menghabiskan waktunya untuk bersepeda di sekitar mess bersama teman-teman sebayanya.
Wawan sangat menyukai aktivitas olah raga, sehingga waktunya setiap hari selain belajar di sekolah dia lebih senang bermain atau berolah raga bersama teman sebayanya. Hal tersebut membuat wawan kurang terampil dalam mengerjakan pekerjaan rumah, bahkan bisa dikatakan wawan adalah seseorang yang pemalas dalam mengerjakan pekerjaan rumah seperti mencuci baju, mencuci piring, menyetrika dan menyapu rumah.


2.      Perkembangan dalam Sikap Kognitif
Berdasarkan pengamatan, wawan tergolong siswa yang mudah menerima pelajaran yang di terangkan oleh gurunya. Hal tersebut terbukti dengan prestasi yang pernah dia raih di sekolah yaitu pernah masuk peringkat 3 besar di kelasnya. Selama dia sekolah di SMK dia belum pernah mendapatkan peringkat di bawah 10. Ketika dia mengikuti tes IQ dia mendapat hasil yang baik yaitu 127 yang berarti wawan termasuk ke dalam kategori anak yang superior. Hanya saja minatnya untuk belajar mandiri atau sekedar mengulang materi yang telah di dapat di sekolah sangat kurang. Bahkan wawan hampir tidak pernah belajar mandiri di luar lingkungan sekolah terkecuali ketika dia akan menghadapi ulangan atau tes di sekolahnya. Ketika ada jam kosong di kelas atau ketika guru mata pelajaran belum hadir pun, wawan lebih suka mengobrol dengan teman-temannya di bandingkan belajar. Waktu istirahat sekolah sering dia pergunakan di kantin sekolah bersama teman-temannya, jarang sekali dia mempergunakan waktu istirahatnya untuk belajar. Akan tetapi hal tersebut tidak terlalu berakibat buruk terhadap dirinya, karena wawan sebagai pelajar pada usia remaja adalah hal yang wajar ketika dia menyeimbangkan waktu belajar dan bersantai.
Meskipun wawan tergolong siswa yang malas untuk belajar, tetapi minat dia terhadap membaca sangat tinggi. Ketika kakinya sudah memasuki area perpustakaan, dia selalu terhipnotis dengan berbagai bacaan yang menurutnya menarik sehingga dia sangat senang berlama-lama di dalam perpustakaan. Minatnya yang tinggi terhadap membaca membuat wawan sering mengunjungi bazaar buku yang ada di lingkungan sekolah ataupun yang ada di luar lingkungan sekolah seperti Bandung Book Fire yang setiap tahun selalu di adakan di Landmark Braga.
Sifat malas yang dimiliki oleh wawan tidak membuatnya untuk tidak mengumpulkan tugas tepat waktu. Baginya tugas sekolah merupakan salah satu kewajibannya sebagai pelajar yang harus dia kerjakan. Beda halnya dengan belajar mandiri di rumah, yang merupakan tindakan yang berlandaskan kesadaran dan keinginan yang muncul dari diri sendiri.
Wawan tergolong siswa yang aktif di kelasnya. Ketika ada pembahasan gurunya yang kurang dimengerti, wawan selalu menanyakan kembali pada gurunya tersebut. Ketika sedang ada diskusi kelopok di kelaspun rasanya belum lengkap jika wawan belum mengajukan pertanyaan.
Wawan tergolong siswa yang kurang menyukai pelajaran hafalan dan pelajaran eksak. Wawan lebih menyukai pelajaran terapan yang berhubungan dengan keterampilan yang dia miliki.
Setiap pagi wawan selalu sarapan terlebih dahulu sebelum dia pergi ke sekolah, hal tersebut dia lakukan agar dia dapat berkonsentrasi menerima pelajaran di sekolah di samping menjaga kesehatannya.
Dapat disimpulkan bahwa wawan termasuk kedalam kategori siswa malas yang bertanggung jawab.

3.      Perkembangan dalam Sikap Emosional
Wawan termasuk anak yang tidak mudah tersinggung. Hal tersebut karena usianya yang semakin dewasa yang membuat emosinya lebih matang pula. Wawan terkadang suka merasa kesal ketika ada teman yang menjahilinya. Tetapi rasa kesal tersebut tidak membuat wawan berkeinginan untuk membalas perbuatan temannya.
Gejala-gejala emosional dalam diri wawan mulai timbul pada masa ini. Dia mulai menyukai lawan jenisnya, dia lebih senang menghabiskan waktu luang bersama teman-temannya. Ketika wawan dinasehati orangtuanya terkadang suka melawan. Saat wawan di nasehati oleh ayahnya harus banyak belajar dan jangan terlalu sering berpacaran, wawan malah membalikan nasehat ayahnya dengan perkataan “biarin atuh pa, kaya yang ga pernah muda aja”.
Wawan mulai terlibat dalam permasalahan-permasalahan yang sering terjadi pada anak usia remaja. Dia sering mengatakan dirinya sedang dilanda kegalauan ketika sedang dihadapkan pada dua pilihan yang membuat dia kebingungan. Wawan tidak mau di anggap anak kecil lagi, tapi dia pun tidak mau ketika disebut orang dewasa.
4.      Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa pada wawan berjalan dengan baik. Saat ini wawan menguasai 3 bahasa dengan baik, yaitu bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bahasa jawa sebagai bahasa daerah asalnya, dan bahasa sunda sebagai bahasa yang berada di lingkungannya saat ini. Dalam kesehariannya, wawan lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia ketimbang bahasa daerahnya yaitu bahasa jawa. Wawan senang mempelajari bahasa asing seperti bahasa inggris, bahasa jepang, bahasa jerman, dan sebagainya. Walaupun dia belum menerapkan bahasa tersebut pada kehidupan kesehariannya.
Dalam kesehariannya juga wawan sudah bisa menempatkan penggunaan bahasa yang baik. Dia sudah bisa membedakan yang mana bahasa untuk teman sebayanya, yang mana bahasa untuk anak-anak yang lebih muda darinya, dan mana bahasa yang baik di pergunakan kepada orang yang lebih tua darinya.
Dalam penggunaan bahasa kepada teman sebayanya terkadang sering terselip bahasa-bahasa gaul yang sering di pergunakan oleh remaja masa kini seperti keleus, bingits, kepo, dan sebagainya.

5.      Perkembangan Kepribadian
Ketika wawan dihadapkan pada suatu masalah, maka dia akan memikirkan masalah tersebut hingga membuatnya gelisah dan susah tidur. Wawan tidak suka memendam masalah yang dia punya seorang diri, dia selalu bercerita kepada teman dekatnya yang dia anggap dapat di percaya. Wawan sangat jarang berkonsultasi tentang masalah yang dia hadapi kepada orangtuanya, karena dia menganggap teman sebayanya akan lebih mengerti jika dia menceritakan masalahnya pada temannya. Wawan tidak termasuk kedalam kategori remaja yang suka meluapkan emosi dalam bentuk tulisan. Wawan lebih senang menatap layar handphone yang dia miliki ketimbang menatap buku-buku pelajaran.


6.      Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial wawan berjalan dengan baik. Dalam usianya yang sekarang ini dia sudah bisa bergaul dengan baik dengan teman-teman sebayanya. Hal tersebut dibuktikan dengan keterlibatannya dalam beberapa perkumpulan remaja yang ada di lingkungan sekolah dan di lingkungan rumahnya. Walaupun wawan terlibat dalam suatu kumpulan remaja, hal tersebut tidak menghalanginya untuk bergaul dengan semua teman-temannya.
Di sekolah, wawan tidak saja pandai bergaul dengan teman-teman sebayanya, dia juga termasuk salah satu siswa yang dekat dengan guru-guru yang ada di sekolahnya. Hal tersebut dapat membantunya ketika dia mendapat kesulitan atau ketidak mengertian dalam pelajaran. Selain dekat dengan guru wawan juga dekat dengan para pekerja yang ada di sekolahnya. Dia sering berbincang-bincang dengan penjaga sekolah, dengan tukang sapu, dan dengan ibu kantin.
Di lingkungan rumahpun sama, tidak saja pandai bergaul dengan teman-teman sebayanya, wawan juga pandai bergaul dengan orang-orang yang lebih tua darinya, wawan juga sangat dekat dengan anak-anak kecil. Baginya perilaku anak kecil sangat menggemaskan, sama sekali tidak membuatnya jengkel ataupun kesal.
Selain dekat dengan orang-orang yang ada di sekelilingnya, wawanpun sangat dekat dengan saudara-saudara jauhnya. Dia tetap berkomunikasi dengan saudaranya lewat telepon genggam yang di belikan oleh orangtuanya.

7.      Perkembangan Moral
Di usianya yang sudah terbilang bukan anak kecil lagi, tentunya wawan sudah bisa membedakan hal yang baik dan yang buruk. Kepekaannya akan kedua sisi yang berbeda tersebut tidak membuatnya untuk selalu patuh terhadap peraturan. Sebagai seorang remaja yang selalu penasaran dengan segala hal tentunya wawan ingin merasakan sensasi baru dengan melanggar peraturan baik yang ada di ingkungan sekolah maupun di lingkungan rumah.
Walaupun wawan terbilang siswa yang cukup pintar, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa wawan pun pernah melakukan perbuatan menyimpang saat ulangan yaitu mencontek dan memberi contekan pada teman-temannya. Hal tersebut sudah menjadi hal yang lumrah di kalangan pelajar Indonesia. Peran pendidiklah yang sangat di butuhkan disini untuk mengubah penctraan pelajar Indonesia yang masih belum bisa di kupas tuntas sampai saat ini.

8.      Perkembangan Agama
Di lingkungan rumah, wawan mendapat pendidikan agama dari kedua orangtuanya, selain itu pula wawan sering mengikuti pengajian yang diadakan di lingkungan rumahnya. Dia di tuntut oleh kedua orangtuanya untuk menghafal surat-surat pendek.
Kesadarannya terhadap kewajiban menjalankan shalat 5 waktu sudah tumbuh pada dirinya. Ketika berada di lingkungan sekolah dia melaksanakan shalat fardu berjamaah di mesjid yang ada di lingkungan sekolah. Namun ketika di lingkungan rumah, dia lebih memilih untuk shalat fardu di rumah ketimbang pergi shaat berjamaah di mesjid. Dalam diri wawan belum tumbuh kesadaran untuk menjalankan shalat selain shalat fardu seperti shalat tahajud, shalat hajat, shalat duha, dll.


BAB V
SOLUSI

1.      Perkembangan Fisik dan Motorik
Hobi berolah raga yang dimiliki oleh wawan sebenarnya dapat di kembangkan. Wawan harus lebih banyak diberi motivasi dan di fasilitasi oleh orangtua dan juga guru di sekolah agar wawan dapat mengembangkan minat dan bakatnya.

2.      Perkembangan dalam Sikap Kognitif
Kecerdasan yang dimiliki oleh wawan harus di asah agar menjadi cerdas yang bermanfaat dalam kebaikan. Sikap tak acuh wawan terhadap belajar juga sedikit demi sedikit harus di rubah agar wawan menjadi siswa yang rajin dan pintar.

3.      Perkembangan dalam Sikap Emosional
Emosi wawan yang masih labil terkadang menjadi hambatan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari wawan. Jika wawan tidak bisa mengendalikan emosinya sendiri maka orangtuanya harus membantu dalam pengendalian tersebut.

4.      Perkembangan Bahasa
Minat wawan terhadap belajar bahasa asing sudah bagus, hanya saja minat tersebut kurang di dukung dengan fasilitas yang tidak tersedia. Baiknya guru sebagai pendidik terutama guru mata pelajaran bahasa asing dapat memfasilitasi siswa yang berminat terhadap mata pelajarannya.
Orang tua juga garus selalu mengingatkan dan mencontohkan dengan baik tata cara penggunaan bahasa yang sopan dan santun.


5.      Perkembangan Kepribadian
Kepribadian seseorang hanya dapat dikendalikan oleh dirinya sendiri. Kita sebagai seseorang yang lebih tua darinya hanya bertugas untuk mengarahkan kea rah yang lebih baik.

6.      Perkembangan Sosial
Kepandaian wawan dalam bergaul harus tetap di damping oleh pengawasan orang tua. Jangan sampai kepandaiannya dalam bersoaialisasi membuatnya menjadi salah arah dalam artian salah pergaulan.

7.      Perkembangan Moral
Guru dan orang tua harus menumbuhkan kesadaran terhadap pentingnya mematuhi peraturan demi kebaikan dirinya sendiri. Karena jika di biarkan, melanggar peraturan akan menjadi kebiasaan.

8.      Perkembangan Agama
Orang tua sebagai orang yang tahu kebiasaan anaknya harus dapat member contoh agar anak semakin mengerti dan memahami bahwa di samping shalat wajib pun terdapat shalat sunat yang sebaiknya di jalankan.


BAB VI
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peserta didik usia remaja tingkat sekolah menengah atas atau lebih spesifiknya anak yang bernama Gunawan Setyo yang akrab disapa wawan berkembang dengan baik sesuai usianya.
Dalam masa ini orang tua dan guru berperan penting dalam masa perkembangannya sebagai seseorang yang di anggap dapat menengahi segala permasalahan yang dihadapi oleh wawan.
Berbagai permasalahan yang sering dihadapi oleh remaja masih dapat di kendalikan dengan adanya bimbingan dan peran aktif orangtua juga guru di sekolah.

5.2  Saran
Wawan adalah anak yang berada dalam tahap remaja yang masih memerlukan banyak bimbingan dan arahan dari orang-orang sekelilingnya. Untuk itu bagi orang tua dan juga guru harus dapat membimbing wawan dalam tahap pencarian jati dirinya.
Sebagai seorang anak yang baik, wawan harus mematuhi segala sesuatu yang di arahkan orang tua dan gurunya. Karena orang tua dan guru tidak mungkin menjerumuskan wawan ke dalam keburukan.
Sebagai calon pendidik dan seseorang yang di anggap lebih tua dari wawan, alangkah baiknya kita juga ikut serta member arahan dan motivasi-motivasi yang positif agar perkembangannya kea rah yang baik lebih maksimal.


DAFTAR PUSTAKA

Desmita. 2011. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja        Rosdakarya
Syah, Muhibbin. 2013. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Syah, Muhibbin. 2013. Psikologi Belajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar