Kamis, 26 Juli 2018

Chemistry baper

Hari ini Aku mengajar di XII IPA 2 kemudian XII IPA 1. Masih kuhapalkan nama mereka satu persatu. Ada yang menarik di kelas XII IPA 2, diantara murid lain yang memanggilku dengan sebutan "Teh", Dia Nadhif, memanggilku dengan sebutan "Mba", jika dalam panggilan pertama Aku belum melirik ke arahnya, di panggilan ke dua Dia akan mengatakan "Mba, Mba kimia". Maklum, Nadhif ini berasal dari Surabaya, Aku menyukai logatnya memanggilku dengan sebutan "Mba kimia".
Cerita lain di kelas XII IPA 1. Di kelas ini cukup ramai. Ada Qoni dan Fiyyan yang duduk ngampar, ada Abel yang selalu menghangatkan suasana sambil menggoda Fiyyan. Sambil menuliskan materi di papan tulis, Abel bertanya "Teh pernah ada yang ngebaperin ga?" deggg... kalau saja mereka sadar saat itu aku salting. Aku jawab saja "Teteh mah kalo ada yang ngebaperin suka dibaperin balik" sambil mikir2 emang iya gitu pernah wkwk
Kemudian Fiyyan bilang "Teh ntar abis belajar Abel mau sulap".
"Takut garing ai maneh" kata Abel.
"Sulap apa ih jadi penasaran" Kataku.
(Setelah selesai belajar)
"Teh sini ke depan menghadap ke Aku" Kata Abel
(Aku pun maju ke depan)
"Teteh lihat, tangan Aku dua2nya kosong"
"Iya"
"Sekarang kepalin tangan teteh dan hadapkan ke atas"
"okee"
"Sekarang apa yang teteh rasakan?" Kata Abel sambil menaruh kepalan tangannya beberapa senti diatas kepalan tanganku.
"ngga ngerasa apa2" Kataku
"ngga ngerasa panas?"
"ngga"
"dingin?"
"engga"
Memang benar seperti itu adanya. Aku tak sempat memikirkan apakah ada energi panas atau dingin atau semacamnya karena sungguh aku deg2an ga karuan.
"Sekarang buka tangan Teteh"
Ku buka tanganku, dan tiba2 Abel menaruh tangannya diatas tanganku.
"Sekarang apa yang teteh rasain?"
Aku kaget, sungguh kaget, kalau saja Aku tak sadar itu tujuan mereka (mengetes tingkat kebaperanku) mungkin Aku akan salting tak karuan.
Aku bilang saja "Ga ngerasain apa2"
"Yaaaah gagaaal..." ucap anak2 XII IPA 1.
Seketika itu Aku langsung mengendalikan situasi (lebih tepatnya mengalihkan) dengan memanggil Divia yang berniat tambahan kimia. Padahal saat itu hatiku masih ngos2an, jantungku masih berdebar tak karuan. Bukan karena Aku jatuh cinta pada Abel, tapi karena Aku merasa terkejut diperlakukan seperti itu.
Sekian curhat katro dan ga pentingnya. Maafkan telah menyita waktu anda untuk membaca postingan yang unfaedah ini.

Rabu, 25 Juli 2018

Separuh suara

Sebab bagiku, kenyamanan adalah candu. Jika hal itu terlanjur menyeruak, maka aku tak bisa menghentikannya. Seperti kata seseorang "perasaan semacam itu seperti iman, ada bukan karena paksaan, bukan karena dibuat-buat, bukan pula karena kepura-puraan, tetapi harus menunggu hidayah agar ia tumbuh sendiri secara alamiah". Lalu yang menyedihkan adalah ketika Aku telah membiarkannya tumbuh, melekat, kemudian dalam sekejap Aku harus menekan sekuat tenaga agar Ia tak tumbuh semakin subur bahkan hingga sekarat. Aku bingung harus seperti apa bersikap. Serba takut. Takut kekurangan atau terlalu berlebihan. Dua2nya berpotensi menjadi racun bagi kenyamanan yang secara alamiah aku biarkan tumbuh.

Rabu, 18 Juli 2018

Hadiah

Antara titik dua dan kurung tutup

"cuy, ntar 1 agustus gue ulangtahun. kalo mau ngasih hadiah, sulampe (bukan permintaan hadiah yang sebenarnya) aja ya"
"why harus sulampe?"
"biar gue bawa ntar ke Jepang (doi bentar lagi kerja di Jepang untuk waktu yang lama)"

Percakapan dengan salah satu sahabat laki-laki yang satu ini membuatku berpikir tentang "hadiah".
Secara definisional hadiah merupakan pemberian dalam bentuk uang, barang atau jasa yang dilakukan tanpa ada kompensasi balik seperti yang terjadi didalam perdagangan (salah satu situs di syaikhuna gugel karomallohu wajhah)
Secara pribadi, aku menyukai segala sesuatu yang berkaitan dengan hadiah. Mulai dari penyebab, jenis yang dipilih, akibat yang ditimbulkan, hingga siapa yang memberikan dan menerimanya.
Bagi si pemberi, asal muasal hadiah dapat ditimbulkan dari dua sebab (yang baru kepikiran sama gue). Pertama, berawal dari niat tulus untuk membahagiakan seseorang yang menjadi target penerima hadiah. Kedua, karena tuntutan dari calon penerima hadiah. Sebab yang kedua bisa menimbulkan dua efek lain. Efek yang pertama, si pemberi memberikan hadiah hanya berlandaskan formalitas bahwa jika dimintai jadiah maka harus memberikannya (tidak memunculkan niat untuk membahagiakan). Sedangkan efek yang kedua, berawal dari tuntutan (yang kebanyakan dilontarkan dalam bentuk candaan tidak serius) menjadi stimulan calon pemberi untuk menyenangkan hati calon penerima.
Jika calon pemberi berniat memberi hadiah karena ingin menyenangkan orang lain, ketika prosesi pemilihan hadiah pastinya akan diliputi oleh rasa gembira. Memilih hadiah apa yang paling tepat untuk diberikan kepada calon penerima. Pemilihan hadiah selalu identik dengan barang. Padahal hadiah tidak melulu harus barang (seperti yang saya singgung diawal). Kecupan hangat dipunggung tangan Ibu dan Bapak ketika kita pulang beraktivitas pun bisa jadi merupakan hadiah terindah bagi mereka dibanding bertubi-tubinya harta benda yang kita berikan.
Akibat yang ditimbulkan dari adanya prosesi serah terima hadiah bisa bermacam-macam. Yang paling umum adalah baik pemberi maupun penerima akan diliputi rasa senang. Baik itu pemberian hadiah secara langsung maupun secara diam-diam (pemberi menyembunyikan identitasnya). Perasaan senang tersebut dapat tumbuh secara natural atau dibuntuti oleh perasaan lain. Misalnya, jika penerima mengharapkan lebih atas hadiah yang Dia terima, maka perasaan senang tersebut menjadi perasaan senang yang tidak sempurna, karena ada harapan lain maupun rasa kecewa (meski hanya setitik) yang timbul.
Bagi pemberi, sudah selayaknya memberikan yang terbaik (bukan yang termahal) sebagai hadiah. Bagi si penerima sudah selayaknya pula menerima apa adanya dan menghargai apa yang diberikan oleh si pemberi.
Selebihnya, adanya "hadiah" selalu identik dengan kebahagiaan. Maka bagiku, hadiah adalah salah satu komponen yang harus ada dalam kehidupan ini.

Sabtu, 07 Juli 2018

Kosong yang Penuh

kosong yang penuh?

kerap aku berbohong lagi. terlebihnya pada diriku sendiri. ternyata sejauh ini masih aja aku melakukannya diatas kebohongan. rutinitas itu aku lakukan dengan harapan suatu saat dapat berubah menjadi hal yang tak lagi membuat hatiku gusar ketika aku ucapkan.
bohong besar apabila makhluk yang normal tidak butuh yang namanya kasih sayang. bahkan ayam pun, yang tak berakal masih membutuhkannya. kerap mencuri2 perhatian agar dirinya diperhatikan. baik diperhatikan oleh lawan jenisnya maupun oleh sang tuannya (perihal makanan), mungkin saja semut akan sakit hati jika temannya yang berpapasan enggan untuk bersalaman, bahkan tumbuhan pun yang tak hanya tidak memiliki akal, tetapi juga tidak berkemampuan untuk berpindah tempat (dalam hal ini berinteraksi secara langsung dengan sesama tumbuhan), ia akan mati manakala dirinya tak menjumpai makhluk lain bernama air. apalagi manusia. apalagi aku. yang hanya bubuk kueh ali. aku manusia, aku perempuan, tak ada makhluk dengan jenis itu yang tak suka diperhatikan, yang tak suka digombali. hanya saja hal semacam itu kerap kali jadi gerbang yang ujungnya menjadikan patah hati. bukan, ini bukan hanya berdasarkan survey, aku pernah mengalaminya secara langsung. pertama kali (dan semoga juga terakhir) mengalami hal manis yang berujung pait. bertahun2 aku melakukan smpenelitian tersendiri terhadap teman, saudara, dan siapapun, bahwa kemanisan dalam menjalin hubungan di usia remaja (belum siap berkeluarga) kebanyakan berujung kepahitan. bisa salah satu pihak ataupun kedua pihak yang dirugikan. hanya sedikit yang mampu bertahan hingga pernikahan tiba.
bagaimana mengantisipasi kebutuhan 'diperhatikan dan memperhatikan' yang sudah sangat mengakar ini?
carilah sumber yang paling minim kemungkinannya untuk saling menyakiti (dalam skala serius), dan sumber yang paling dapat aku andalkan adalah keluarga. sumber berikutnya teman dekat (masih rawan terjadi hal yang merujuk pada sakit hati). setidaknya dua sumber itu adalah yang lebih baik (dari kaca mataku) dibandingkan sumber yang berasal dari lawan jenis yang kita cintai.
ah tapi, betapa menggodanya proses 'pacaran' itu, bagaimana? :((
rasa cinta yang dirasakan setiap diri manusia adalah wajar. cinta terhadap apapun. bahkan dalam kehidupan, unsur yang paling penting dan wajib ada adalah cinta, dibanding uang. manakala aku merasakan cinta (terhadap lawan jenis), cukup diriku saja yang tau.
loh gimana? emang ga sakit?
semua itu atas pertimbangan, jika lebih dari aku yang tau (terutama orang yang bersangkutan) maka dikhawatirkan akan terjadi siklus yang sama
pdkt-pacaran-putus
sebab dan ceritanya macam2. meskipun tidak menutup kemungkinan
pdkt-pacaran-nikah
ooooiiiy... tapi bagi diriku, cuma ada dua pilihan
1. merasakan pahit manisnya cinta yang berujung sakit dan tragisnya susah move on, atau
2. mengubur cinta, karena jika saatnya sudah tiba, cinta itu akan menguap sendiri ke permukaan, jadilah separuh aku dan separuh kamu
pilihan itu benar2 sulit. karena bagaimanapun mencintai dan dicintai itu adalah kegiatan yang menggiurkan.
aaah... anggap saja latihan hehe
akibat lain yang aku rasakan setelah peristiwa 'disakiti' tempo dulu adalah aku jadi memiliki berbagai kriteria mengenai sosok orang yang sedikit kemungkinannya akan menyakiti (dari segi perasaan? ooooooyyyy kriteria yang aku buat terlalu sempurna. tak akan mudah menemukan yang seperti itu. jika ada pun, mungkin bukanlah orang seperti aku yang jadi kriterianya. akhirnya berujung tanpa titik temu.
dari pada ambil pusing, aku memilih mengabaikan urusan 'cinta yang diungkapkan' atau 'yang mengungkapkan cinta'. terlalu pusing. toh sekarang ini belum menjadi kepentingan yang mendesak untuk aku pikirkan. ada hal lain yang lebih ingin aku prioritaskan untuk dipikirkan.
ada pepatah mengatakan
'kejarlah ilmu, maka cinta mengikuti'
pepatah itu tidak sepenuhnya benar menurutku. karena bagaimanapun, cinta adalah bagian dari ilmu itu sendiri. tidak mempraktekan cinta, bukan berarti aku telah kehilangan cinta