Minggu, 07 September 2014

ASPEK-ASPEK PSIKO-FISIK PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK



Nama              : Ikan Hasanah
NIM                 : 1132080039
Jur/prodi         : Pend. MIPA / Pend. Kimia
Dosen             : Prof. Dr. Muhibbin Syah, M.Pd
  Dra. Yuyun Yulianingsih, M.Pd


ASPEK-ASPEK PSIKO-FISIK PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

A. Aspek Jasmani dan Intelegensi
1.  Tahap sensori-motor (0-2 tahun)
Pada tahap ini, bayi mempergunakan sistem penginderaan dan aktivitas-aktivitas motorik untuk mengenal lingkungannya mengenal objek-objek. Meskipun ketika dilahirkan seorang bayi masih sangat tergantung dan tidak berdaya, tetapi sebagian alat-alat inderanya sudah langsung bisa berfungsi.
Proses perkembangan fisik anak berlangsung kurang lebih selama dua dekade (dua dasawarsa) sejak ia lahir. Semburan perkembangan terjadi pada masa anak menginjak usia remaja antara 12 atau 13 tahun hingga 21 atau 22 tahun. Pada saat perkembangan berlangsung, beberapa bagian jasmani, seperti kepala, dan otak yang pada waktu dalam rahim berkembang tidak seimbang.
Menurut Gleitmen (1987 ) bekal yang dibawa seorang anak yang baru lahir sebagai dasar perkembangan kehidupannya ada dua:
1.     Bekal kapasitas motor atau jasmani adalah  respon otomatis yang juga dimiliki seorang bayi sebagai bekal dan dasar perkembangannya yakni gerakan kepala atau mulut yang jika setiap kali pipinya disentuh ia akan berbalik dan bergerak kea rah datangnya rangsangan. Ada dua macam reflek yang dimiliki oleh seorang bayi yaitu Graspe dan  Rooting reflex  yang merupakan kapasitas jasmani yang sampai umur kurang lebih lima bulan, belum memerlukan kendali ranah kognitif karena sel-sel otaknya belum cukup matang untuk berfungsi sebagai alat pengendali.

2.   Bekal kapasitas panca indra (sensori) yaitu kapasitas sensori seorang bayi yang lazimnya mulai berlaku bersama-sama dengan berlakunya reflek-reflekmotor tadi bahkan dengan kualitas yang lebih baik. Dan ini terbukti dengan adanya kemampuan pengaturan nafas,penyedotan , dan tanda-tanda stimulus lainnya.
Ketika seorang anak memasuki sekolah dasar atau ibtidaiyah, pada umur enam atau tujuh tahun, sampai bahkan dua belas tahun maka perkembangan fisiknya mulai tampak benar-benar seimbangdan proporsional, artinya organ-organ jasmani tumbuh serasi tidak lebih panjang atau lebih besar dari semestinya, misalnya, ukuran tangan kanan tidak lebih panjang dari tangan kiri. Gerakan-gerakan tubuh anak juga menjadi lincah dan terarah seiring dengan munculnya keberanian mentalnya.
            Menurut Freud ada enam tahap perkembangan fisik manusia meliputi:
a)      Tahap Oral : umur 0-1 tahun. Pada tahap ini mulut bayi merupakan daerah utama aktifitas yang dinamis pada manusia.
b)      Tahap Anal : 1-3 tahun. Pada tahap ini dorongan dan aktifitas gerak individu yang lebih banyak terpusat pada fungsi pembuangan kotoran.
c)      Tahap Valis : umur 3-5 tahun. Tahap ketika alat-alat kelamin merupakan daerah perhatian yang penting dan pendorong aktifitas.
d)      Tahap Laten : umur 5-12 dan 13 tahun. Pada tahap ini dorongan-dorongan aktifitas dan pertumbuhan cenderung bertahan dan sepertinya istirahat dalam arti tidak meningkatkan kecepatan pertumbuhan.
e)      Tahap Puberitas : umur 12 dan 13. Pada tahap ini terjadi impuls-impuls menonjol kembali, kelenjar-kelenjar indokren tumbuh pesat, dan berfungsi mempercepat pertumbuhan kea rah kematangan.
f)        Tahap Genital : umur  12 dan seterusnya. Pada tahap ini pertumbuhan genital merupakan dorongan penting bagi tingkah laku seseorang.
2.  Tahap berpikir praoperasional (2-7 tahun)
Perkembangan yang jelas terlihat pada tahap ini ialah kemampuan mempergunakan simbol. Fungsi simbolik, yakni kemampuan untuk mewakilkan sesuatu yang tidak ada, tidak terlihat dengan sesuatu yang lain atau sebaliknya sesuatu hal mewakili sesuatu yang tidak ada. Pada masa praoperasional ini, anak bisa menemukan obyek-obyek yang tertutup atau tersembunyi.

3.  Tahap berpikir operasional konkret (7-11 tahun)
Pada masa ini anak-anak sudah mulai bisa melakukan bermacam-macam tugas. Menurut Piaget, anak-anak pada masa operasional konkret ini bisa melakukan tugas-tugas konservasi dengan baik, karena anak-anak pada masa ini telah mengembangkan tiga macam proses yang disebut dengan operasi-operasi, yaitu:
a.   Negasi
Pada masa praoperasional anak hanya melihat atau memperhatikan keadaan permulaan dan keadaan akhir pada deretan benda yaitu pada mulanya keadaannya sama dan pada akhirnya keadaanya menjadi tidak sama. pada masa operasional konkret anak telah mengerti proses apa yang terjadi diantara kegiatan itu dan memahami hubungan-hubungan antara keduanya.
b.   Hubungan timbal balik (resiprokasi)
Ketika anak melihat bagaimana deretan dari benda-benda itu diubah, anak mengetahui bahwa deretan benda-benda bertambah panjang tetapi tidak rapat lagi dibandingkan dengan deretan yang lain. Karena anak mengetahui hubungan timbal balik antara panjang dan kurang rapat atau sebaliknya, maka anak tahu pula bahwa jumlah benda-benda yang ada pada kedua deretan itu sama.
c.   Identitas
Anak pada masa operasional konkret ini sudah bisa mengenal satu persatu benda-benda yang ada pada deretan-deretan itu. Anak bisa menghitung, sehingga meskipun benda-benda dipindahkan, anak mengetahui bahwa jumlah tetap sama.
4.  Tahap berpikir operasional formal (11-15 tahun)
Pada tahap ini, seorang anak memperkembangkan kemampuan kognitif untuk berpikir abstrak dan hipotesis. Pada masa ini anak bisa memikirkan hal-hal apa yang akan atau mungkin terjadi, sesuatu yang abstrak dan menduga apa yang akan terjadi. Perkembangan lain pada masa anak atau bisa disebut masa remaja ini ialah kemampuan untuk berpikir sistematik, bisa memikirkan semua kemungkinan secara sistematik untuk memecahkan suatu persoalan. Pada masa ini remaja juga sudah bisa memahami adanya bermacam-macam aspek pada suatu persoalan yang dapat diselesaikan seketika, sekaligus. Tidak lagi satu persatu seperti yang biasa dilakukan anak-anak pada masa operasional konkrit.

B. Aspek Emosi dan Bahasa
1. Perkembangan Emosi
            Dalam sejumlah penelitian, perkembangan emosi sangat dipengaruhi oleh faktor kematangan dan faktor belajar. Kedua faktor itu terjalin erat satu sama lain dan akan mempengaruhi perkembangan intelektual. Hal itu akan menghasilkan suatu kemampuan berpikir kritis, mengingat, dan menghafal. Selain itu, individu akan menjadi reaktif terhadap rangsangan.
Dalam faktor belajar, terdapat metode-metode yang menunjang perkembangan emosi. Diantaranya:
a)      Belajar dengan coba-coba
b)      Belajar dengan cara meniru
c)      Belajar dengan cara mempersamakan diri
d)      Belajar melalui pengondisian
e)      Belajar di bawah bimbingan dan pengawasan
2. Perkembangan Bahasa
 Semua manusia yang normal dapat menguasai bahasa, sebab sejak lahir manusia untuk mempelajari bahasa dengan sendirinya. Hal ini terlihat bahwa manusia tidak memerlukan banyak hal untuk dapat berbicara. Orang yang dalam jangka waktu cukup lama terus –menerus mendengar pengucapan suatu bahasa, biasanya ia akan mampu mengucapkan bahasa tersebut tanpa instruksi khusus atau direncanakan.
          Pada masa ini anak-anak sudah dapat membedakan berbagai benda disekitarnya serta melihat hubungan fungsional antara benda-benda tersebut. Disamping itu, penguasaan kosa kata anak juga meningkat pesat. Anak mengucap kalimat yang makin panjang dan bagus, menunjukkan panjang pengucapan rata-rata anak telah mulai menyatakan pendapatnya dengan kalimat majemuk.
            Disamping peningkatan dalam jumlah perbendaharaan kata, perkembangan bahasa anak usia sekolah juga terlihat dalam cara anak berpikir tentang kata-kata. Peningkatan kemampuan anak sekolah dasar dalam menganalisis kata-kata, menolong mereka dalam memahami kata-kata  yang tidak berkaitan langsung dengan pengalaman-pengalaman pribadinya. Peningkatan kemampuan analitis terhadap kata-kata juga disertai dengan kemajuan dalam tata bahasa. Anak usia 6 tahun sudah menguasai hamper semua jenis struktur kalimat. Dari usia 6-9 atau 10 tahun, panjang kalimat semakin bertambah. Setelah usia 9 tahun, secara bertahap anak mulai menggunakan kalimat yang lebih singkat dan padat, serta dapat menerapkan berbagai aturan tata bahasa secara tepat.
C. Aspek Kepribadian dan Sosial
1. Perkembangan Kepribadian
1. Anak dan Balita
Tidak semua perbedaan yang kita lihat pada anak merupakan hal yang negatif,dan tidak semua juga positif. Orang tua seringkali lupa, bahwa ada faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi perbedaan setiap anak :
1). Faktor biologis dan genetika (keturunan)
2). Faktor pola asuh
3). Faktor lingkungan
4). Faktor pendidikan
5). Faktor pengalaman (perjalanan dan pengalaman hidup sehari-hari)

    2.Remaja
a)      Banyak orang tua yang memiliki anak berusia remaja merasakan bahwa usia remaja adalah waktu yang sulit. Banyak konflik yang dihadapi oleh orang tua dan remaja itu sendiri. Banyak orang tua yang tetap menganggap anak remaja mereka masih perlu dilindungi dengan ketat sebab di mata orang tua para anak remaja mereka masih belum siap menghadapi tantangan dunia orang dewasa. Sebaliknya, bagi para remaja, tuntutan internal membawa mereka pada keinginan untuk mencari jati diri yang mandiri dari pengaruh orangtua.\




3. Dewasa
a)      Depresi dan Reformasi Diri
Banyak hal dalam hidup orang dewasa yang bisa menjadi "kambing hitam" atau alasan seseorang menjadi depresi, depresi bisa melanda siapa saja tanpa pandang bulu,namun depresi pun bisa diatasi oleh siapa saja dengan kondisi-kondisi tertentu. Kalau dipikir-pikir, mengatasi depresi bisa dibilang sebuah pilihan sikap.
b)      Kecanduan cinta
Istilah kecanduan cinta mungkin bukan istilah yang umum terdengar. Istilah yang sudah umum beredar seperti kecanduan minum, alkohol, narkoba, rokok, kerja, dan lain sebagainya. Meskipun “barang” nya cinta, bukan berarti aman-aman saja bagi pecandunya dan tidak membawa dampak apapun juga.Justru, dampak dari kecanduan cinta ini sama buruknya untuk kesehatan jiwa seseorang. Buktinya, sudah banyak kasus bunuh diri atau pembunuhan yang terjadi akibat kecanduan cinta meski korban maupun pelaku sama-sama tidak menyadarinya.

2. Perkembangan Sosial
Syamsu Yusuf (2007) menyatakan bahwa perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok moral dan tradisi meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama.
Hubungan sosial dimulai dari tingkat yang sederhana dan terbatas yang didasari oleh
kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia
menjadi semakin kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang
amat kompleks. Dari kutipan diatas dapatlah dimengerti bahwa semakin bertambah usia anak,
maka semakin kompleks perkembangan sosialnya karena anak semakin membutuhkan untuk
berinteraksi dengan orang lain.

D. Aspek Moral dan Keberagamaan
1. Perkembangan Moralitas Anak
Nilai moral dalam kehidupan bermasyarakat sangatlah penting, arti dari moralitas atau moral itu sendiri berasal dari bahasa latin Mos ( jamak:mores) yang berarti cara hidup atau kebiasaan.
Terdapat enam prinsip moral, yaitu sebagai berikut :
  1. Prinsip keindahan (beauty)
  2. Prinsip persamaan (equality)
  3. Prinsip kebaikan (goodness)
  4. Prinsip keadilan (justice)
  5. Prinsip kebebasan (liberty)
  6. Prinsip kebenaran (truth)
Dalam proses penyadaran moral akan bertumbuh melalui interaksi dengan lingkungannya, baik itu lingkungan sekolah, lingkungan tempat tingggalnya yang dalam lingkungan-lingkunganya itu ia akan mendapat larangan, suruhan, pembenaran, ataupun celaan,  dan akan ada proses timbal balik dari apa yang ia lakukan.
Tingkat dan Tahapan Perkembangan Moralitas
Gage & Berliner dalam  Lawrence Kohlberg sebagaimana yang dikutip oleh Nurishan (2011)  menyatakan bahwa perkembangan moralitas pada anak-anak itu pada dasarnya dapat dilukiskan tingkatan, tahapan, dan ciri-ciri perkembangannya sebagai berikut :
Level of Moral Thouhgt (Tingkat Kesadaran Moral) :
1. Preconvetional level 
Anak menyambut adanya nilai-nilai buruk, hanya karena sesuatu itu akan menyakiti-menyenangkan secara fisik atas kekuatan kehebatan yang memberikan nilai atau aturan-aturan yang bersangkutan.
2. Conventional level
Individu memandang apa yang diharapkan family, kelompok atau bangsa. Setia dan mendukung aturan sosial bukan sekadar konformitas, melainkan berharga.
3. Postconventional autonomous , or principled level
Usaha dilakukan mendefinisikan prisip-prinsip moralitas yang tidak  terikat oleh orang pendukung atau pemegang atau penganutnya.
Stages of Moral Develoment (Tahapan Perkembangan moral)
a. The punishment obdience orientation
Anak berusaha menghindari hukuman menaruh respect karena melihat sifat yang memberi aturan yang bersangkutan.
b. The instrumental ralativist orientation
Sesuatu itu dapat dipandang benar kalau dapat memuaskan dirinya, juga orang lain. Hubungan insani seperti jual-beli, kau cubit aku, kucubit kau.
c.  The interpersonal concordance orientation
Sesuatu perillaku di pandang baik kalau menyenangkan, dan membantu orang lain, kau kan disetujui atau diterima kalau berbuat baik.
d. Authorithy and social order maintaining orientation
Perilaku yang benar ialah menunaikan tugas kewajiban, menghargai kewibawaan, dan mempertahankan peraturn yang berlaku.
e.  The social contract legalistic orientation
Pelaksanaan undang-undang dan ha-hak individu diuji secara kritis, aturan yang diterima masyarakat penting. Prosedur penyusunan aturan di tekankan : rasional
f. The universal ethical principle orientation
Kebenaran didefinisikan atas kesesuaiannya dengan kata hati, prinsip-prinsip etika yang logis dan komprehensif.Pengakuan atas hak dan nilai asasi manusia dan individu.
Peranan Orang Tua Terhadap Moral Anak
Keluarga yaitu ayah dan ibu adalah peran terpenting dalam pembentukan moral seorang anak, orang tualah yang akan mempertanggung jawabkan masa depan anak-anaknya. Dunia ini penuh dengan cobaan dan hal-hal yang tidak diduga-duga, oleh karena itu orang tua mempunyai peran dalam pengarahan dan pembimbing anak dan sebagai tempat pusat informasi dari segala hal yang tidak di ketahui. Sejak kecil orangtua lah yang mengajarkan dan mengamalkan nilai-nilai moral, keagamaan, tata krama, sopan santun dan lain-lain.Orang tualah yang mengarahkan anaknya dalam masalah keagamaan.Seorang anak  itu biasanya mengikuti agama orang tuanya.
Peranan Lingkungan Sekolah Terhadap Moral Anak
Peran sekolah adalah peran kedua setelah peran keluarga, sekolah adalah tempat anak bersosialisasi dengan teman-temannya.lingkungan sekolah sangat mempengaruhi pembentukan anak.Oleh karena itu sebagai orang tua harus memilih sekolah yang tepat karena mempengaruhi masa depan seorang anak kelak. Dalam memilih sekolah untuk anak kita harus memperhatikan hal-hal yang penting yaitu spiritual, emosional, jasmani, intelektual, dan social yaitu hal-hal yang harus kita perhatikan adalah sebagai berikut:
a.       Pilihlah sekolah yang tertib, karena lingkungan sekolah yang tertib akan mempengaruhi anak menjadi orang yang tertib pula
b.      Output yaitu lihatlah lulusan dari sekolah itu, apakah menghasilkan lulusan yang unggulan dan berkualitas
c.       Jalin kerja sama yang baik dengan guru
d.      Perhatikan guru-guru pendidik, lihatlah apakah guru-guru pendidiknya berkualitas atau tidak
e.       Pertimbangkan jarak dari sekolah ke rumah, pilihan yang terbaik adalah pilihlah sekolah yang tidak terlalu jauh dari rumah agar waktu anak berkumpul bersama keluarga tidak sedikit
2. Perkembangan Penghayatan Keaagamaan
a.    Tahapan Perkembangan Penghayatan Keagamaan
Sejalan dengan perkembangannya kesadaran moralitas, perkembangan penghayatan keagamaan, yang erat hubungannya dengan perkembangan intelektual di samping emosional dan volisional (konatif), mengalami perkembangan. Menurut para ahli umumnya (Zakiyah Darajat, Starbuch, William James) yang dikutip oleh Nurihsan (2011), sependapat bahwa pada garis besarnya perkembangan penghayatan keagamaan itu dapat dibagi dalam tiga tahapan itu ialah sebagai berikut :
1.   Masa kanak-kanak (sampai usia tujuh tahun) yang ditandai, antara lain oleh hal berikut ini :
a)      Sikap keagamaan reseptif meskipun banyak bertanya.
b)      Pandangan ketuhanan yang anthtopormoph (dipersonifisikan).
c)      Penghayatan secara rohaniah masih supercial (belum mendalam) meskipun mereka telah melakukan atau partisipasi dalam berbagai kegiatan ritual.
d)      Hal ketuhanan dipahamkan secara ideosyncritic (menurut khayalan pribadinya) sesuai dengan taraf kemampuan kognitifnya  yang masih bersifat egocentric (memandang segala sesuatu dari sudut dirinya).
2.   Masa anak sekolah (7-8 sampai 11-12 tahun) yang ditandai antara lain, oleh hal berikut ini :
a)      Sikap keagamaan bersifat reseptif tetapi disertai pengertian
b)      Pandangan dan paham ketuhanan diterangkan secara rasional  berdasarkan kaidah-kaidah logika yang bersumber pada indikator alam semesta sebagai manifestasi dari eksistensi dan keagungan-Nya.
c)      Pengahayatan secara rohaniah makin mendalam, malaksanakan kegiatan ritual diterima sebagai keharusan moral.
3.    Masa remaja (12-18 tahun) yang dapat dibagi kedalam kedua sub tahapan, ialah sebagai berikut ini :
a)      Masa remaja awal
b)      Masa remaja akhir

b.    Proses Pertumbuhan Penghayatan Kegamaan
Ajaran agama menjelaskan bahwa pada dasarnya manusia itu baik dan memiliki potensi beragama, maka keluarganyalah yang akan membentuk perkembangan agamanya itu. Oleh karena itu keluarga hendaklah menciptakan lingkungan psikologis yang mendukung karakter anak dalam menjalankan ajaran agamanya.

9. Peranan Keagamaan Terhadap Moral Anak
Setiap anak mempunyai hak untuk memeluk agama yang dianutnya masing-masing.seorang pendidik harus memperhatikan pendidikan anak didiknya sesuai norma-norma agama yang berlaku dalam masyarakat dan anak diwajibkan untuk mendalami agamanya.Pendidikan agama adalah pendidikan yang penting untuk membina ketakwaan kepada Allah dan berperilaku sesuai dengan Qur’an dan As-Sunnah.


Daftar Pustaka:
-Sarwono, S.W. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2000.
-Syamsu, Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: PT. Remaja         Rosdakarya. 2004
-Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2010
-Sulaeman, D. Psikologi Remaja : Dimensi-Dimensi Perkembangan, Bandung: CV Mandar Maju. 1995.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar