Nama : Ika Hasanah
NIM
: 1132080039
Jur/prodi : Pend. MIPA / Pend. Kimia
Dosen : Prof. Dr. Muhibbin Syah, M.Pd
Dra. Yuyun Yulianingsih, M.Pd
SIGNIFIKANSI
PERKEMBANGAN KOGNITIF PESERTA DIDIK BAGI PROSES BELAJAR
A.
Deskripsi Aspek Kognitif
Ranah
kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom,
segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah
kognitif. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk
didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis,
mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam
aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan
jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud adalah:
- Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge)
Adalah
kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau
mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, rumus-rumus, dan sebagainya,
tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunkannya. Pengetahuan atau ingatan
adalah merupakan proses berfikir yang paling rendah.
- Pemahaman (comprehension)
Adalah
kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu
diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang
sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seseorang peserta didik
dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi
uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya
sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berfikir yang setingkat lebih
tinggi dari ingatan atau hafalan.
- Penerapan (application)
Adalah
kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara
ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan
sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret. Penerapan ini adalah
merupakan proses berfikir setingkat lebih tinggi ketimbang pemahaman.
- Analisis (analysis)
Adalah
kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan
menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara
bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya.
Jenjang analisis adalah setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang aplikasi.
- Sintesis (syntesis)
Adalah
kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis.
Sisntesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur
secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang yang berstruktur atau
bebrbentuk pola baru. Jenjang sintesis kedudukannya setingkat lebih tinggi
daripada jenjang analisis.
·
Penilaian/penghargaan/evaluasi
(evaluation)
Adalah
merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif dalam taksonomi
Bloom. Penilian/evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat
pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai atau ide, misalkan jika seseorang
dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang
terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada.

Aspek
kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir termasuk di dalamnya kemampuan
memahami, menghafal, mengaplikasi, menganalisis, mensistesis dan kemampuan
mengevaluasi. Menurut Taksonomi Bloom (Sax 1980), kemampuan kognitif adalah
kemampuan berfikir secara hirarki yang terdiri dari pengetahuan, pemahaman,
aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.
Pada
tingkat pengetahuan, peserta didik menjawab pertanyaan berdasarkan hafalan saja.
Pada tingkat pemahaman peserta didik dituntut untuk menyatakan masalah dengan
kata-katanya sendiri, memberi contoh suatu konsep atau prinsip. Pada tingkat
aplikasi, peserta didik dituntut untuk menerapkan prinsip dan konsep dalam
situasi yang baru. Pada tingkat analisis, peserta didik diminta untuk untuk
menguraikan informasi ke dalam beberapa bagian, menemukan asumsi, membedakan
fakta dan pendapat serta menemukan hubungan sebab—akibat. Pada tingkat
sintesis, peserta didik dituntut untuk menghasilkan suatu cerita, komposisi,
hipotesis atau teorinya sendiri dan mensintesiskan pengetahuannya. Pada tingkat
evaluasi, peserta didik mengevaluasi informasi seperti bukti, sejarah,
editorial, teori-teori yang termasuk di dalamnya judgement terhadap hasil analisis
untuk membuat kebijakan.
Tujuan
aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan
intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan
memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungkan dan menggabungkan
beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan
masalah tersebut.
Dengan
demikian aspek kognitif adalah sub-taksonomi yang mengungkapkan tentang
kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat
yang paling tinggi yaitu evaluasi. Aspek kognitif terdiri atas enam tingkatan
dengan aspek belajar yang berbeda-beda. Keenam tingkat tersebut yaitu:
- Tingkat pengetahuan (knowledge), pada tahap ini menuntut siswa untuk mampu mengingat (recall) berbagai informasi yang telah diterima sebelumnya, misalnya fakta, rumus, terminologi strategi problem solving dan lain sebagianya.
- Tingkat pemahaman
(comprehension), pada tahap ini kategori pemahaman dihubungkan dengan
kemampuan untuk menjelaskan
pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri. Pada tahap ini peserta didik diharapkan menerjemahkan atau menyebutkan kembali yang telah didengar dengan kata-kata sendiri. - Tingkat penerapan (application), penerapan merupakan kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan informasi yang telah dipelajari kedalam situasi yang baru, serta memecahlcan berbagai masalah yang timbuldalam kehidupan sehari-hari.
- Tingkat analisis (analysis),
analisis merupakan kemampuan
mengidentifikasi, memisahkan dan membedakan komponen-komponen atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesa atau kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada atau tidaknya kontradiksi. Dalam tingkat ini peserta didik diharapkan menunjukkan hubungan di antara berbagai gagasan dengan cara membandingkan gagasan tersebut dengan standar, prinsip atau prosedur yang telah dipelajari. - Tingkat sintesis (synthesis), sintesis merupakan kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh.
- Tingkat evaluasi (evaluation), evaluasi merupakan level tertinggi yang mengharapkan peserta didik mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, produk atau benda dengan menggunakan kriteria tertentu.
B. Arti Penting Perkembangan
Kognitif bagi Proses Belajar
Ranah
psikologis siswa yang terpenting adalah ranah kognitif. Ranah kejiwaan yang
berkedudukan pada otak ini, dalam perspektif psikologi kognitif, adalah sumber
sekaligus pengendali ranah-ranah kejiwaan lainnya, yakni ranah afektif (rasa)
dan ranah psikomotor (karsa). Tidak seperti organ-organ tubuh lainnya, organ
otak sebagai markas fungsi kognitif bukan hanya menjadi penggerak aktivitas
perasaan dan perbuatan.
Tanpa ranah kognitif, sulit di
bayangkan seorang siswa dapat berfikir. Selanjutnya, tanpa kemampuan berfikir
mustahil siswa tersebut dapat dapat memahami dan meyakini faidah-faidah materi
pelajaran yang disajikan kepadanya. Tanpa berfikir juga sulit bagi siswa untuk
mengangkat pesan-pesan moral yang terkandung dalam materi pelajaranyang ia
ikuti.Walaupun demikian, tidak berarti fungsi afektif dan psikomotor seorang
siswa tidak perlu. Kedua fungsi psikologis siswa ini juga penting, tetapi
seyogyanya cukup dipandang sebagai buah-buah keberhasilan atau kegagalan
perkembangan dan aktifitas fungsi kognitif.
Sekurang-kurangnya ada dua macam
kecakapan kognitif siswa yang amat perlu di kembangkan segera khususnya oleh
guru, yakni 1) strategi belajar memahami isi materi pelajaran ; 2) strategi
meyakini arti penting isi materi pelajaran dan aplikasinya serta menyerap
pesan-pesan moral yang terkandung dalam materi pelajaran tersebut. Tanpa
pengembangan dua macam kecakapan kognitif ini, agaknya siswa sulit di harapkan
mampu mengembangkan rsnsh efektif dan psikomotornys sendiri .
Preferensi kognitif yang pertama pada umumnya timbul karena dorongan luar ( motif ekstrinsik ) yang mengakibatkan siswa menganggap belajar hanya sebagai alat pencegah ketidaklulusan atau ketidaknaikan . aspirasi yang di milikinya pun bukan ingin menguasai materi secara mendalam , melainkan sekedar asal lulus atau naik kelas . sebaliknya, preferensi kognitif yang ke dua biasnya timbul karena dorongan dari dalam diri siswa sendiri ( motif instrinsik ) , dalam arti siswa tersebut memang tertarik dan membutuhkan materi-materi pelajran yang di sajikan gurunya. Oleh karena nya , siswa ini lebih memusatkan perhatiyan nya untuk benar-benar memahami dan juga memikirkan cara menyampaikannya ( Good & Brophy ). Untuk mencapai aspirasi ini ia memotivasi dirinya sendiri agar memusatkan perhatiyannya pada aspek signifikan materi dan menghubungkannya dengan materi-materi lain yang relevan. Jadi, mengaplikasikan materi tidak selalu berarti dalam bentuk pelaksanaan dalam kehidupan nyata di luar sekolah , meskipun ada beberapa jenis materi yang memerlukan atau dapat di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari .
Tugas guru dalam hal ini ialah menggunakan pendekatan mengajar yang memungkinkan para siswa menggunakan strategi belajar yang berorientasi pada pemahaman yang mrendalam terhadap isi materi pelajaran. Guru di harapkan mampu menjauhkan para siswa dari strategi dan preferensi akal yang hanya mengarah ke aspirasi asal naik atau lulus . Kepada para siswanya seyoginya di jelaskan contoh-contoh dan peragaan sepanjang memungkinkan agar mereka memahami signifikansi materi dan hubungannya dengan materi-materi lain. Selanjutnya , guru juga di tuntut untuk mengembangkan kecakapan kognitif para siswa dalam memecahkan masalah dengan menggunakan pengetahuan yang di milikinya dan keyakinan-keyakinan terhadap pesan-pesan moral atau nilai yang terkandung dan menyatu dalam pengetahuannya.seiring dengan upaya ini , guru di harapkan tak bosan-bosan melatih penggunaan procedural knowledge ( pengetahuan tentang cara melakukan sesuatu ) yang relevan dengan pengetahuan normatif ( declarative knowledge ) .
Preferensi kognitif yang pertama pada umumnya timbul karena dorongan luar ( motif ekstrinsik ) yang mengakibatkan siswa menganggap belajar hanya sebagai alat pencegah ketidaklulusan atau ketidaknaikan . aspirasi yang di milikinya pun bukan ingin menguasai materi secara mendalam , melainkan sekedar asal lulus atau naik kelas . sebaliknya, preferensi kognitif yang ke dua biasnya timbul karena dorongan dari dalam diri siswa sendiri ( motif instrinsik ) , dalam arti siswa tersebut memang tertarik dan membutuhkan materi-materi pelajran yang di sajikan gurunya. Oleh karena nya , siswa ini lebih memusatkan perhatiyan nya untuk benar-benar memahami dan juga memikirkan cara menyampaikannya ( Good & Brophy ). Untuk mencapai aspirasi ini ia memotivasi dirinya sendiri agar memusatkan perhatiyannya pada aspek signifikan materi dan menghubungkannya dengan materi-materi lain yang relevan. Jadi, mengaplikasikan materi tidak selalu berarti dalam bentuk pelaksanaan dalam kehidupan nyata di luar sekolah , meskipun ada beberapa jenis materi yang memerlukan atau dapat di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari .
Tugas guru dalam hal ini ialah menggunakan pendekatan mengajar yang memungkinkan para siswa menggunakan strategi belajar yang berorientasi pada pemahaman yang mrendalam terhadap isi materi pelajaran. Guru di harapkan mampu menjauhkan para siswa dari strategi dan preferensi akal yang hanya mengarah ke aspirasi asal naik atau lulus . Kepada para siswanya seyoginya di jelaskan contoh-contoh dan peragaan sepanjang memungkinkan agar mereka memahami signifikansi materi dan hubungannya dengan materi-materi lain. Selanjutnya , guru juga di tuntut untuk mengembangkan kecakapan kognitif para siswa dalam memecahkan masalah dengan menggunakan pengetahuan yang di milikinya dan keyakinan-keyakinan terhadap pesan-pesan moral atau nilai yang terkandung dan menyatu dalam pengetahuannya.seiring dengan upaya ini , guru di harapkan tak bosan-bosan melatih penggunaan procedural knowledge ( pengetahuan tentang cara melakukan sesuatu ) yang relevan dengan pengetahuan normatif ( declarative knowledge ) .
Referensi
:
Syah,
Muhibbin, Psikologi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2013
Conny R. Semiawan. 1998/1999. Perkembangan
& Belajar Peserta Didik. Jakarta :
Depdikbud Dirjen Dikti.
Assalamu'alaikum
BalasHapus