BAB I
PENDAHULUAN
Al-Quran dan hadits mempunyai hubungan yang sangat erat
dimana keduanya tidak dapat dipisahkan meskipun ditinjau dari segi penggunaan
hukum syariat, hadist/sunnah mempunyai kedudukan sederajat lebih rendah
dibandingkan al-quran. Hal ini akan terasa sekali ketika seseorang membaca atau
mendapati ayat-ayat al-Quran yang masih sangat global, tidak terpirinci, dan
kerap kali terdapat keterangan-keterangan yang bersifat, tidak muqoyyad. Seperti perintah tentang kewajiban sholat.
Dalam al-Qu’ran, tidak dijelaskan bagaimana cara seseorang untuk mendirikan
sholat, ada berapa rokaat,apa yang harus dibaca, dan apa saja syarat rukunnya.
Akan tetapi, dari hadist kita dapat
mengetahui tata caranya sebagaimana yang telah disyariatkan. Oleh karenanya,
keberadaan hadist menjadi hal yang urgen melihat fungsi umum hadist menjadi
bayan ayat-ayat al-Quran yang masih butuh kajian lebih dalam untuk mengetahui
makna yang sesungguhya. Jika umat islam mempunyai pengetahuan yang sedikit
tentang hadist, maka akan sangat sulit bagi kita untuk menelaah lebih dalam dan
memahami ayat-ayat al-Quran.
Dalam makalah ini,
akan diuraikan terkait fungsi hadits dalam ajaran Islam, disertai contoh
permasalahannya dan juga perbedaan pendapat para ulama dalam mengklasifikasikannya.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Fungsi Hadist dalam Ajaran Islam
Dalam al-quran dijelaskan bahwa
Rasulullah SAW. diutus oleh Allah ke muka bumi untuk menjelaskan isi kandungan
yang terdapat dalam ayat-ayat al-Quran. Hal itu senada dengan firman Allah
dalam qur’an surat An Nahl : 44 yang artinya :
Dan kami turunkan kepadamu Al Quran,
agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang Telah diturunkan kepada mereka
dan supaya mereka memikirkan.
Dengan pemahaman ayat diatas,
tegaslah kiranya bahwa hadist itu penjelasan, pensyarah, pen-taqyid, dan
pen-takhsish ayat-ayat al-Quran.
Imam Ahmad berkata, “Mencari hukum
dalam al-Quran haruslah melalui hadist. Mencari agama demikian pula, Jalan yang
telah dibentang untuk mempelajari fiqh Islam an syariatnya ialah hadist/sunnah.
Mereka yang mencukpi dengan al-Quran saja, tidak memerlukan hadist dalam
memahami ayat, dalam mengetahui syariatnya,sesatlah perjalanannyadan tidak akan
sampai pada tujuan yang dikehendaki.”
Penjelasan-penjelasan yang dilakukan oleh nabi sangat beraneka
ragam bentuknya dan memiliki fungsi-fungsi tertentu. Penjelasan itu dapat
berupa ucapan, perbuatan, tulisan ataupun taqrir (pembenaran berupa diamnya
beliau terhadap perbuatan yang dilakukan oleh orang lain). Nabi Muhammad saw.
telah diberi oleh Allah SWT (melalui Al-Quran) hak dan wewenang tersebut.
Segala ketetapannya harus diikuti.
Banyak ayat al-quran dan hadist Rasulullah yang memberikan
penegasan bahwa hadist merupakan sumber hukum Islam selain al-quran yang wajib
diikuti.
a)
Dalil al-Quran
Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu
berpaling, Maka Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". ( ali Imron : 32)
b)
Hadist Rasulullah
تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما تمسكتم
بهما كتاب الله و سنة نبيه
Aku
tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian yang kalia tidak akan tersesat selagi
kamu berpegang teguh pada keduanya, yaitu berupa kitab Allah dan sunnah
rasul-Nya.
c)
Ijma’
Umat islam sepakat menjadikan hadist
sebagai mashadir at-tasyri’. Kesepakatan itu, bahkan telah dilakukan
sejak masa Rasulullah. Ketika masa al-khulafa ar-rasyidin dan masa-masa
selanjutnya pun, tidak ada yang mengingkarinya.
d)
Sesuai dengan logika rasional
Kerasulan Muhammad telah diakui dan dibenarkan oleh umat islam.
Karena itu, bila kerasulannya telah diakui dan dibenarkan, maka sudah
selayaknyaapabila segala peraturan dan perundang-undangan, baik yang beliau
ciptakan atas bimbingan wahyu maupun hasil ijtihad dan inisiatif sendiri,
ditempatkan sebagai sumber hukum dan
pedoman hidup.
2. Fungsi-Fungsi
Hadits Terhadap Al-Qur’an dan Contoh-Contoh Kasus Serta Dalil
Pendukungnya
Fungsi Hadits sebagai penjelas
(bayan) terhadap al-qur’an ada 4 macam, yaitu:
a.
Bayan Al-Taqrir
Bayan at-taqrir di sebut juga dengan bayan
al-ta’qid dan bayan al-isbat yaitu menetapkan dan memperkuat apa yang telah
di terangkan dalam al-qur’an. Fungsi hadits ini hanya memperkokoh isi kandungan
al-qur’an sekalipun dengan redaksi yang berbeda namun ditinjau dari substansinya
mempunyai makna yang sama. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh hadits yang
di riwayatkan Muslim dari Ibnu Umar yang berbunyi :
فإذا رأيتم الهلال فصوموا و إذا
رأيتموه فأفطروا ( رواه مسلم )
Apabila kalian melihat (ru’yah)
bulan, maka berpuasalah, juga apabila melihat (ru’yah) itu maka berbukalah.
(HR. Muslim)
Hadits ini mentaqrir (menetapkan)
ayat al-Quran Surah. Al-Baqoroh : 185 yang berbunyi :
فَمَن شَهِدَ مِنْكُمُ
الشَّهْرَ فَلْيَصُمْه
Maka barangsiapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah ia
berpuasa...
Karena ayat al-quran dan hadist
diatas mempunyai makna yang sama maka hadist tersebut berfungsi sebagai bayan
taqrir, mempertegas apa yang telah disebut dalam al-quran.
b.
Bayan Al-Tafsir
Bayan al-tafsir adalah fungsi hadits yang
memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat al-qur’an yang masih
bersifat global (mujmal), memberikan persyaratan atau batasan (taqyid)
ayat-ayat al-qur’an yang bersifat mutlak, dan mengkhususkan (takhshish)
ayat al-qur’an yang masih bersifat umum.
Diantara contoh tentang ayat-ayat
al-qur’an yang masih mujmal adalah perintah mengerjakan sholat. Banyak
sekali ayat-ayat terkait perintah kewajiban sholat dalam al-Quran. Salah
satunya sebagaimana yang termaktub dalam QS. Al-Baqoroh ayat : 43
واقيموا
الصلاة واتوا الزكاة واركعوا مع الرا كعين
dan
dirikanlah shalat, tunaikan zakat, dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku.
Ayat tersebut menjelaskan tentang
kewajiban sholat tetapi tidak dirinci atau dijelaskan bagaimana operasionalnya,
berapa rokaatnya, serta apa yang harus dibaca dalam setiap gerakan sholat.
Kemudian Rasulullah memperagakan bagaimana mendirikan sholat yang baik dan
benar. Hingga beliau bersabda,
صلوا
كما رايتموني اصلي(رواه البخاري)
Shalatlah sebagaimana engkau melihat
aku shalat. (HR.Bukhori.)
Sedangkan
contoh hadits yang membatasi (taqyid) ayat-ayat al-qur’an yang bersifat
mutlak adalah seperti sabda rasullullah,
أتي رسول الله صلى
الله عليه و سلم بسارق فقطع يده من مفصل الكف
Rasullullah
didatangi seseorang dengan membawa pencuri, maka beliau memotong tangan pencuri
dari pergelangan tangan.
Hadits ini
men-taqyid QS.Almaidah : 58
yang berbunyi :
والسارق و السارقة فاقطعوا أيديهما جزاء بما كسبا
نكالامن الله و الله عزيز حكيم
Laki-laki
yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan, dan sebagai siksaan dari Allah
sesungguhnya Allah maha Mulia dan Maha Bijaksana.
Dalam ayat
diatas belum ditentukan batasan untuk memotong tangannya. Bisa jadi dipotong
sampai pergelangan tangan saja, atau sampai siku-siku, atau bahkan dipotong
hingga pangkal lengan karena semuanya itu termasuk dalam kategori tangan. Akan tetapi, dari hadist nabi tersebut, kita
dapat mengetahui ketetapan hukumnya secara pasti yaitu memotong tangan pencuri
dari pergelangan tangan.
Sedangkan
contoh hadits yang berfungsi untuk mentakhshish keumuman ayat-ayat al-Quran,
adalah :
قال النبي
صلى الله عليه و سلم لا يرث المسلم الكافر و لا الكافر المسلم ( رواه البخارى )
Nabi SAW bersabda : “tidaklah
seorang muslim mewarisi dari orang kafir , begitu juga kafir tidak mewarisi
dari orang muslim.
Hadits tersebut mentakhshish
keumuman ayat :
يوصيكم الله
في أولادكم للذكر مثل حظ الأنثيين ( النساء : 11 )
Allah
mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu:
bahagian anak laki-laki sama dengan bahagian anak perempuan. (QS. An- Nisa :
11)
c.
Bayan At-Tasyri’
Bayan
at-Tasyri’ adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam
al-Quran , atau dalam al-quran hanya terdapat pokok-pokoknya saja. Seperti
contoh berikut:
أن الرسول
الله صلى الله عليه و سلم فرض زكاة الفطر من رمضان على الناس صاعا من تمر أو صاعا
من شعير على كل حر أو عبد ذكر أو أنثى من المسلمين (رواه المسلم )
Bahwasahnya
Rasulullah telah mewajibkan zakat fitroh kepada umat islam pada bulan ramadhan satu sukat
(sha’) kurma atau gandum untuk setiap orang, baik merdeka atau hamba, laki-laki
atau perempuam muslim.
(HR.
Muslim).
Hadits
Rasulullah yang termasuk bayan al-tasyri’ ini, wajib diamalkan, sebagaimana
mengamalkan hadits-hadits lainnya.
Namun
demikian, sebagian ulama membantah bahwa sunnah dapat membentuk hukum baru yang
tidak disebutkan dalam al-Quran. Karena menurut mereka, sunnah tidak dapat
berdiri sendiri dalam menetapkan hukum baru.
d.
Bayan Al-Nasakh
Nasakh menurut bahasa berarti (membatalkan
dan menghilangkan), oleh para ahli Ushul Fiqih diartikan dengan: “Penghapusan
hukum Syar'i dengan suatu dalil syar'i yang datang kemudian”.
Dalam menasakh al-Qur’an dengan
sunah/hadist ini terdapat dua macam pendapat di antara para ahli Ushul tentang
boleh tidaknya. Pendapat pertama menyatakan, menasakh Alquran dengan Sunah
diperkenankan, asalkan dengan Sunah Mutawatir atau Sunah Masyhur, bukan sunah
Ahad. Sedang pendapat kedua menyatakan, menasakh Alquran dengan Sunah tidak
dibolehkan, karena derajat al-quran lebih tinggi dari pada Sunah. Padahal
syarat nasikh itu adalah yang lebih tinggi derajatnya atau sepadan.
Contoh
hadist yang berfungsi sebagai bayan al-naskh :
لا وصية
لوارث
Tidak ada wasiat bagi ahli waris.
Hadist ini menaskh firman Allah :
كتب عليكم
إذا حضر أحدكم الموت إن ترك خيرا الوصية للوالدين و الأقربين بالمعروف حقا على
المتقين (البقرة : 180)
Diwajibkan
atas kamu, apabila seseorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika
ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu bapa dan karib
kerabatnya secara ma’ruf (ini adalah kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa.
(QS. Al-Baqoroh : 180).
BAB III
KESIMPULAN
Al-qur’an dan Hadits adalah sebagi
pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran dalam Islam antara satu dengan yang lain
tidak dapat dipisahkan. Dengan kata lain, hadist adalah sumber hukum islam
kedua setelah al-quran.
Fungsi hadits sebagai
penjelas(bayan) terhadap Al-qur’an mempunyai empat(4) macam, yaitu:
1. Bayan
Al-Taqrir di sebut
juga dengan bayan al-ta’qid dan bayan al-isbat yaitu menetapkan dan
memperkuat apa yang telah di terangkan dalam al-qur’an
2. Bayan Al-Tafsir adalah
fungsi hadits yang memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat al-qur’an
yang masih bersifat global (mujmal), memberikan persyaratan atau batasan
(taqyid) ayat-ayat al-qur’an yang bersifat mutlak, dan mengkhususkan (takhshish)
ayat al-qur’an yang masih bersifat umum.
3. Bayan
At-Tasyri’ adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam
al-Quran , atau dalam al-quran hanya terdapat pokok-pokoknya saja
4. Bayan
At-Nasakh yaitu penghapusan
hukum Syar'i dengan suatu dalil syar'i yang datang kemudian
DAFTAR
PUSTAKA
Amin, Muhammadiyah, Ilmu Hadist, Yogyakarta: Graha
Guru, 2008
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Sejarah &
Pengantar Ilmu Hadist, Semarang :
Pustaka Rizki Putra
Shihab, Quraisy, Membumikan Al-Quran, Bandung: Mizan,
1996
Suparta, Munzier. ILMU HADITS
. Jakarta : Fajar Interpratama Offset, 2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar