Nama : Ikan Hasanah
NIM
: 1132080039
Jur/prodi : Pend. MIPA / Pend. Kimia
Dosen : Prof. Dr. Muhibbin Syah, M.Pd
Dra. Yuyun Yulianingsih, M.Pd
PERKEMBANGAN MOTOR & KOGNITIF
PESERTA DIDIK
A.
Proses Perkembangan Motor
Dalam psikologi kata motor diartikan
sebgai istilah yang menujukan pada hal, keadaan, dan kegiatan yang melibatkan
otot-otot juga gerakan-gerakannya, demikian pula kelenjar-kelenjar juga
sekresinya(pengeluaran cairan/getah). Secara singkat, motor dapat pula dipahami
sebagai segala keadaan yang meningkatkan atau menghasilkan stimulasi/
rangsangan terhadap kegiatan organ-organ fisik.
Proses perkembangan fisik anak
berlangsung kurang lebih selama dua decade (dua dasawarsa) sejak ia lahir.
Semburan perkembangan terjadi pada masa anak menginjak usia remaja antara 12
atau 13 tahun hingga 21 atau 22 tahun. Pada saat perkembangan berlangsung ,
beberapa bagian jasmani, seperti pada kepala dan otak yang pada waktu dalam
rahim berkembang tidak seimbang (tidak secepat badan dan kaki), mulai menunjukan
perkembangan yang cukup berarti hingga bagian bagian lainnya menjadi matang.
Ketika anak memasuki sekolah dasar atau ibtidaiyah pada umur 6 tahun atau tujuh tahun sampai 12 tahun atau
13 tahun perkembangan fisik nya mulai tampak dan benar-benar seimbang dan
proposional. Artinya, organ-organ jasmani tumbuh serasi dan tidak lebih panjang
atau lebih besar dari yang semestinyamisalnya. Misalnya, ukuran tangtan kanan
tidak lebih panjang dari pada tangan kiri atau bukuran leher tidak lebih besar
dari pada ukuran kepala yang di sangganya.
Gerakan-gerakan organ tubuh anak juga mejadi lincah dan
terarah seiring dengan munculnya keberanian mentalnya. Contoh, jika dalan usia
balita atau seusia anak TK tidak berani naik sepeda atau memanjat phon dan
melompati pagar, pada usia sekolah ia akan menunjukan keberanian melakukan itu.
Keberanian dan kemampuan ini, disamping karena perkembangan kapasitas mental,
juga disebabkan leh adanya keseimbangan dan keselarasan gerakan organ-organ
tubuh anak. Namun, patut di catat bahwa perkembangan kemampuan fisik anak itu
kurang berati dan tak bisa meluas menjadi keterampilan-keterampilan psikomotor
yang berfaidah tanpa usaha pendidikan dan pengajaran.
Gerakan-gerakan motor siswa akan terus meningkat
meanekaragaman, keseimbangan dan kekuatannya ketika ia menduduki bangku SLTP
dan SLTA. Namun, peningkatan kualitas bahawa siswa ini justru membawa
konsekuensi sendiri, yakni perlunya pengadaan guru yang lebih piawai dan
terampil. Kepiawaian guru dalam hal ini bukan hanya yang menyangkut cara
melatih keterampilan para siswa, melainkan juga kepiawaian yang berhubungan dengan penyampaian ilmu
tentang alasan dan cara keterampilan tersebut.
Belajar keterampilan fisik (motor learning) dianggap telah terjadi dalam diri seseorang apabila
ia telah memperoleh kemampuan dan keterampilan yang melibatkan penggunaan
lengan (seperti menggambar) dan tungkai (seperti berlari) secara baik dan
benar. Untuk belajar memperoleh kemampuan keterampilan jasmani ini, ia tidak
hanya cukup learning (belajar
berdasarkan pengamatan) atau kegiatan sensory-motor
learning (belajar keterampilan indriawi-jasmani ). Dalam kenyataan
sehari-hari, cukup banyak keterampilan indriawi-jasmani yang rumit dan
karenanya memerlukan upaya manipulasi (penggunaan secara cermat), koordinasi,
dan organisasi rangkaian gerakan secara tepat, umpamanya keterampilam bermain
piano. Dalam memainkan piano seorang pianis bukan hanya melakukan sejumlah
gerakan terpisah begitu saja, melainkan juga menggunakan proses yang telah
direncanakan dan dikendalikan secara internal oleh fungsi ranah ciptanya,
sehingga gerakan itu menhasilkan suara merdu dan contoh lain nya, semua ini mebutuhkan
proses ranah cipta. Sebab, kinerja jasmani (physical
performance) dalam aktivitas-aktivitas tersebut hanya akan bermutu baik
apabila pelaksanaan nya disertai dengan keterlibatan fungsi ranah cipta atau
akal. Hal ini mengingat pola-pola gerakan yang cakap dan terkoordinasi itu tak
dapat tercapai dengan baik semata-mata dengan mekanisme sederhana, tetapi
dengan menggunakan proses mental yang sangat kompleks.
B. Perkembangan Motor Skills
Motor skill (kecakapan-kecakapan jasmani) perlu
dipelajari melalui aktivitas mengajar dan latihan langsung, bisa juga melakukan
pengajaran teori-teori pengetahuan yang bertalian dengan motor skill itu sendiri. Aktivitas latihan perlu dilaksanakan dalam
bentuk praktik yang berulang-ulang oleh siswa, termasuk praktik gerakan-gerakan
yang salah dan tidak di butuhkan, sehingga siswa memahami bagian yang keliru
yang dapat segera melakukan perbaikan. Akan tetapi, dalam praktik itu hendaknya
dilibatkan pengetahuan ranah akal siswa. Praktik tanpa melibatkan ranah akal,
umpamanya insight (tilikan akal)
siswa yang memadai terhadap teknik dan patokan kinerja yang diperluakan, tak
dapat dipandang bernialai dan hanya ibarat orang yang senam beramai-ramai.
Terdapat empat macam faktor yang
mendorong kelanjutan perkembangan motor skills anak yang juga
memungkinkan campur tangan orang tua dan guru dalam mengarahkannya. Keempat
faktor itu sebagai berikut:
a)
Pertumbuhan
dan perkembangan sistem syaraf
Pertumbuhan dan perkembangan
kemampuannya membuat intelegensi (kecerdasan) anak meningkat dan menibulkan
pola tingkah laku yang baru. Semakin baik perkembangan kemampuan sistem syaraf
seorang anak akan semakin baik dan beragam pula pola-pola tingkah laku yang
dimilikinya. Akan tetapi organ sitem syaraf ini lain dari yang lain, karena
apabila rusak tidak dapat diganti atau tumbuh lagi.
b)
Pertumbuhan
otot-otot
Otot merupakan jaringan sel-sel
yang dapat berubah memanjang dan juga sekaligus merupakan unit atau kesatuan
sel yang memiliki daya mengkerut. Diantara fungsi-fungsi pokoknya adalah
sebagai pengikat organ-organ lainnya dan sebagai jaringan pembuluh yang
mendistribusikan sari makanan. Peningkatan tegangan otot anak dapat menimbulkan
perubahan dan peningkatan aneka ragam kemampuan dan kekuatan jasmaninya.
Perubahan ini sangat tampak dari anak yang sehat dari tahun ke tahun dengan
semakin banyaknya keterlibatan anak tersebut dalam permainan yang
bermacam-macam atau dalam membuat kerajinan tangan yang semakin meningkat
kualitas dan kuantitasnya dari masa ke masa.
c)
Perkembangan
dan pertumbuhan fungsi kelenjar endokrin
Kelenjar adalah alat tubuh yang
mengahasilkan cairan atau getah, seperti kelenjar keringat. Perubahan fungsi
dari kelenjar-kelenjar endokrin akan mengakibatkan berubahnya pola sikap dan
tingkah laku seorang remaja terhadap lawan jenisnya. Perubahan ini dapat berupa
seringnya bekerja sama dalam belajar atau beolah raga, perubahan pola perilaku
yang bermaksud menarik perhatian lawan jenis, berubahnya gaya
dandanan/penampilan dan lain-lain
d)
Perubahan
struktur jasmani
Semakin meningkat usia anak maka
akan semakin menigkat pula ukuran tinggi dan bobot serta proporsi tubuh pada
umumnya. Perubahan jasmani ini akan banyak berpengaruh terhadap perkembangan
kemampuan dan kecakapan motor skills anak. Pengaruh perubahan fisik seorang
siswa juga tampak pada sikap dan perilakunya terhadap orang lain, karena
perubahan fisik itu sendiri mengubah konsep diri (self-concept) siswa tersebut.
C. Arti Penting Aspek Kognitif
Ranah psikologis siswa yang terpenting
adalah ranah kognitif. Ranah kejiwaan yang berkedudukan pada otak ini, dalam
perspektif psikologi kognitif adalah sumber sekaligus pengendali ranah-ranah
kejiwaan lainnya, yakni ranah afektif, dan ranah psikomotor.
1.
Mengembangkan Kecakapan Kognitif
Upaya pengembangan fungsi ranah
kognitif akan berdampak positif bukan hanya terhadap ranah kognitif sendiri,
melainkan juga terhadap ranah afektif dan psiko-motor. Sekurang-kurangnya ada
dua macam kecakapan kognitif siswa yang sangat perlu dikembangkan khususnya
oleh guru yakni :
a) Strategi belajar memahami
isi materi pelajaran
b) Strategi meyakini arti
penting isi materi pelajaran dan aplikasinya serta menyerap pesan-pesan moral
yang terkandung dalam materi pelajaran tersebut.
Tanpa pengembangan dua macam
kecakapan kognitif ini, siswa sulit diharapkan mampu mengembangkan ranah afektif
dan psikomotornya sendiri.
2.
Mengembangkan Kecakapan Afektif
Keberhasilan pengembangan ranah
kognitif tidak hanya akan mnghasilkan kecakapan kognitif, tetapi juga
mnghasilkan kecakapan ranah afektif.
3.
Mengembangkan Kecakapan Psikomotor
Kecakapan psikomotor ialah segala
amal jasmaniah yang konkret dan mudah diamati baik kuantitasnya maupun
kualitasnya, karena sifatnya yang terbuka. Namun di samping kecakapan
psikomotor itu tidak terlepas dari kecakapan kognitif ia juga banyak terikat
oleh kecakapan afektif. Jadi, kecakapan psikomotor siswa merupakan manifestasi
wawasan pengetahuan dan kesadaran serta sikap mentalnya.
D. Tahapan Perkembangan Aspek
Kognitif
Adapun tahap-tahap perkembangan aspek
kognitif yang di kemukakan
oleh Piaget yaitu :
1.
Tahap Sensori Motor
Selama perkembangan dalam periode sesori motor yang
berlangsung sejak lahir sampai usia 2 tahun intelegensi yang dimiliki anak tersebut masih
berbentuk primitif dalam arti masih didasarkan pada perilaku terbuka. Meskipun
primitif dan terkesan intelegensi dasar yang amat berarti karena ia menjadi
fondasi untuk tipe-tipe intelegensi tertentu yang akan dimiliki anaka tersebut
kelak.
Intelegensi sensori motor di pandang sebagai intelegensi
praktis (practical intelligenci) yang
faidah bagi anak usia 0-2 tahun untuk belajar berbuat terhadap lingkungannya
sebelum ia mapu untuk berfikir mengenai hal yang sedang ia perbuat. Anak pada
periode ini belajar cara mengikuti dunia kbendaan secara praktis dan belajar
menimbulkan efek tertentu tanpa memahami hal yang sedang ia perbuat kecuali
hanya mencari cara melakukan perbuatan seperti diaatas
2.
Tahap Pra-operasional (2-7 tahun)
Periode perkembangan kognitif Pra-operasional terjadi
dalam diri anak ketika berumur 2 sampai 7 tahun. Perkembangan ini bermula pada
saat anak telah memiliki penguasaan sempurna mengenai objek npermanence.
Artinya, anak tersebut telah memiliki kesadaran akan “tetap eksisnya” suatu
benda yang harus ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia
tinggalkan atau sudah tak dilihat dan tak di dengar lagi. Jadi, eksistensi
benda tersebut berada dengan periode sensori-motor, tidak lagi bergantung pada
pengamatannya belaka.
Perolehan kemampuan berupa kesadaran terhadap eksistensi object
permanence (ketetapan adanya benda) adalah hasil dari munculnya
kapasitas kognitif baru yang disibut representation atau mental refresentation (gambaran mental) secara singkat refresentasi
adalah sesuatu yang mewakili atau menjadi simbol atau wujud sesuatu yang lainnya. Refresentasi
mental merupakan bagian penting dari skema kognitif yang memungkinkan anak
berfikir dan menyimpulkan eksistensi sebuah benda atau kejadian tertentu
walaupun benda atau kejadian itu berada diluar pandangan, pendengaran, atau
jangkauan tangannya.
Referensi mental juga memungkinkan anak untuk
mengembangkan deferred-imitation (peniruan
yang tak tertunda) yakni kapasitas meniru perilaku oranglain yan sebelumnya
pernahia lihat untuk merespon lingkungan. Perilaku-perilaku yang ditiru
terutama prilaku oranglain (khususnya orang tua dan guru) yang pernah ia lihat
ketika orang itu merespon barang, orang, keadaan, dan kejadian yang dihadapi
pada masa lampau.
Seiiring dengan munculnya kapasitas deferred-imitation muncul pula gejala insight-learning yakni gejala belajar berdasarkan tilikan akal.
Dalam hal ini, anak mulai mampu melihat situasi problematik, yakni memahami
bahwa sebuah keadaan mengandung masalah, lalu berfikir sesaat. Sesuai berfikir
iya memperoleh reaksi “aha” yaitu pemahaman atau ilham epontan untuk memecahkan
masalah versi anak-anak. Selain itu juga yang sangat penting ialah di peroleh
nya kemampuan berbahasa. Dalam periode ini anak mulai mampu menggunakan kata-kata
yang benar dan mampu pula meng ekspresikan kalimat-kalimat pendek tetapi
efektif.
Hal lain yang perlu yang harus di utarakan sehubungan
dengan penggunaan skema kognitif anak yang masih terbatas itu ialah bahwa
pengamatan dan pemahaman anak terhadap situasi lingkungan yang ia tanggapi
sangat di pengaruhi oleh watak egocentrism
(egosentrisme). Maksudnya anak tersebut belum bisa memahami pandangan pandangan orang lain yang berbeda
dengan pandangan sendiri. Gejala egosentrisme ini disebabkan oleh masih
terbatasnya conversation (konservasi/pengekalan)
yakni operasi kognitif yang berhubungan dengan pemahaman anak terhadap aspek
dan dimensi kuantitatif materi lingkungan yang ia respon.
3.
Tahap Konkret-operasional (7-11 tahun)
Berakhirnya tahap perkembangan pra-operasional tidak
berarti berakhirnya pula tahap berfikir intuitif yakni berfikir dengan
mengandalkan ilham.
Dalam periode ini yang berlangsung hingga usia menjelang
remaja, anak memperoleh tambahan kemampuan yang di sebut system of operations (satuan langkah berfikir. Kemampuan ini
berfaedah bagi anak untuk mengkoordinasikan pemikiran dan ide nya dengan
peristiwa tertentu kedalam simtem pemikirannya sendiri.
Dalam intelegensi operasional anak yang sedang berada
pada tahap ini terdapat sistem operasi kognitif yang meliputi :
a.
Conversation (konservasi/pengekalan) adalah kemampuan anak dalam memahami aspek
kumulatif materi seperti volum dan jumlah.
b.
Addition of classes (penambahan golongan benda) yakni kemampuan anak dalam
memahami cara mengkombinasikan beberapa golongan benda yang dianggap berkelas
lebih rendah, seperti mawar, dan melati, dan menghubungkannya dengan golongan
benda yang berkelas lebih tinggi, seperti bunga.
c.
Multiplication of classes (pelipatgandaan golongan benda) yakni kemampuan yang
melibatkan penegtahuan mengenai cara mempertahankan dimensi-dimensi benda
(serta warna bunga dan tipe bunga) untuk membentuk golongan benda (seperti
mawar merah mawar putih dll) dan sebaliknya yaitu memisahkannya.
4.
Tahap Formal-operasional (11-15 tahun)
Dalam tahap ini anak yang sudah menjelang atau sudah
menginjak masa remaja, yakni usia 11-15 tahun, akan dapat mengatasi masalah
keterbatasan pemikiran tahap ini. Tahap perkembangan kognitif terakhir yang
menghapus keterbatasan-keterbatasan tersebut sesungguhnya tidak hanya berlaku
bagi remaja hingga usia 15 tahun, tetapi juga bagi remaja dan bahkan orang
dewasa yang berusia lebih tua sebab upaya riset piaget yang mengambil subjek
anakdan remaja hingga usia 15 tahun itu di anggap sudah cukup refresentatif
bagi usia-usia selanjutnya.
Dalam perkembangan kognitif tahap akhir ini seorang
remaja telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik secara serentak maupun
berurutan dua ragam kemampuan kognitif yakni
a.
Kapasitas
menggunakan hipotesisis
b.
Kapasitas
menggunakan prinsip-prinsip abstrak
Dengan kapasitas menggunakan hipotesis (anggapan dasar)
seorang remaja akan mampu berfikir hipotesis, yakni berfikir mengenai sesuatu
khususnya dalam hal pemecahan dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan
dengan lingkungan yang ia respon. Sementara itu dengan menggunakan kapasitas
menggunakan prinsip-prinsip abstrak remaja tersebut akan mampu mempelajari
materi-materi pelajaran yang abstrak seperti ilmu agama, ilmu matematika dan
ilmu-ilmu abstrak lainnyadengan luas dan lebih mendalam.
Daftar
Pustaka:
Syah, Muhibbin. 2013. Psikologi
Pendidikan. Bandung: Rosdakarya
Syah, Muhibbin. 2012. Psikologi
Belajar. Bandung: Rosdakarya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar