Minggu, 07 September 2014

PERKEMBANGAN MOTOR & KOGNITIF PESERTA DIDIK



Nama              : Ikan Hasanah
NIM                 : 1132080039
Jur/prodi        : Pend. MIPA / Pend. Kimia
Dosen              : Prof. Dr. Muhibbin Syah, M.Pd
  Dra. Yuyun Yulianingsih, M.Pd

PERKEMBANGAN MOTOR & KOGNITIF PESERTA DIDIK

A. Proses Perkembangan Motor
            Dalam psikologi kata motor diartikan sebgai istilah yang menujukan pada hal, keadaan, dan kegiatan yang melibatkan otot-otot juga gerakan-gerakannya, demikian pula kelenjar-kelenjar juga sekresinya(pengeluaran cairan/getah). Secara singkat, motor dapat pula dipahami sebagai segala keadaan yang meningkatkan atau menghasilkan stimulasi/ rangsangan terhadap kegiatan organ-organ fisik.
            Proses perkembangan fisik anak berlangsung kurang lebih selama dua decade (dua dasawarsa) sejak ia lahir. Semburan perkembangan terjadi pada masa anak menginjak usia remaja antara 12 atau 13 tahun hingga 21 atau 22 tahun. Pada saat perkembangan berlangsung , beberapa bagian jasmani, seperti pada kepala dan otak yang pada waktu dalam rahim berkembang tidak seimbang (tidak secepat badan dan kaki), mulai menunjukan perkembangan yang cukup berarti hingga bagian bagian lainnya menjadi matang.
            Ketika anak memasuki sekolah dasar atau ibtidaiyah pada umur 6 tahun atau tujuh tahun sampai 12 tahun atau 13 tahun perkembangan fisik nya mulai tampak dan benar-benar seimbang dan proposional. Artinya, organ-organ jasmani tumbuh serasi dan tidak lebih panjang atau lebih besar dari yang semestinyamisalnya. Misalnya, ukuran tangtan kanan tidak lebih panjang dari pada tangan kiri atau bukuran leher tidak lebih besar dari pada ukuran kepala yang di sangganya.
Gerakan-gerakan organ tubuh anak juga mejadi lincah dan terarah seiring dengan munculnya keberanian mentalnya. Contoh, jika dalan usia balita atau seusia anak TK tidak berani naik sepeda atau memanjat phon dan melompati pagar, pada usia sekolah ia akan menunjukan keberanian melakukan itu. Keberanian dan kemampuan ini, disamping karena perkembangan kapasitas mental, juga disebabkan leh adanya keseimbangan dan keselarasan gerakan organ-organ tubuh anak. Namun, patut di catat bahwa perkembangan kemampuan fisik anak itu kurang berati dan tak bisa meluas menjadi keterampilan-keterampilan psikomotor yang berfaidah tanpa usaha pendidikan dan pengajaran.
            Gerakan-gerakan motor siswa akan terus meningkat meanekaragaman, keseimbangan dan kekuatannya ketika ia menduduki bangku SLTP dan SLTA. Namun, peningkatan kualitas bahawa siswa ini justru membawa konsekuensi sendiri, yakni perlunya pengadaan guru yang lebih piawai dan terampil. Kepiawaian guru dalam hal ini bukan hanya yang menyangkut cara melatih keterampilan para siswa, melainkan juga kepiawaian  yang berhubungan dengan penyampaian ilmu tentang alasan dan cara keterampilan tersebut.
            Belajar keterampilan fisik (motor learning) dianggap telah terjadi dalam diri seseorang apabila ia telah memperoleh kemampuan dan keterampilan yang melibatkan penggunaan lengan (seperti menggambar) dan tungkai (seperti berlari) secara baik dan benar. Untuk belajar memperoleh kemampuan keterampilan jasmani ini, ia tidak hanya cukup learning (belajar berdasarkan pengamatan) atau kegiatan sensory-motor learning (belajar keterampilan indriawi-jasmani ). Dalam kenyataan sehari-hari, cukup banyak keterampilan indriawi-jasmani yang rumit dan karenanya memerlukan upaya manipulasi (penggunaan secara cermat), koordinasi, dan organisasi rangkaian gerakan secara tepat, umpamanya keterampilam bermain piano. Dalam memainkan piano seorang pianis bukan hanya melakukan sejumlah gerakan terpisah begitu saja, melainkan juga menggunakan proses yang telah direncanakan dan dikendalikan secara internal oleh fungsi ranah ciptanya, sehingga gerakan itu menhasilkan suara merdu dan contoh lain nya, semua ini mebutuhkan proses ranah cipta. Sebab, kinerja jasmani (physical performance) dalam aktivitas-aktivitas tersebut hanya akan bermutu baik apabila pelaksanaan nya disertai dengan keterlibatan fungsi ranah cipta atau akal. Hal ini mengingat pola-pola gerakan yang cakap dan terkoordinasi itu tak dapat tercapai dengan baik semata-mata dengan mekanisme sederhana, tetapi dengan menggunakan proses mental yang sangat kompleks.

B. Perkembangan Motor Skills
            Motor skill (kecakapan-kecakapan jasmani) perlu dipelajari melalui aktivitas mengajar dan latihan langsung, bisa juga melakukan pengajaran teori-teori pengetahuan yang bertalian dengan motor skill itu sendiri. Aktivitas latihan perlu dilaksanakan dalam bentuk praktik yang berulang-ulang oleh siswa, termasuk praktik gerakan-gerakan yang salah dan tidak di butuhkan, sehingga siswa memahami bagian yang keliru yang dapat segera melakukan perbaikan. Akan tetapi, dalam praktik itu hendaknya dilibatkan pengetahuan ranah akal siswa. Praktik tanpa melibatkan ranah akal, umpamanya insight (tilikan akal) siswa yang memadai terhadap teknik dan patokan kinerja yang diperluakan, tak dapat dipandang bernialai dan hanya ibarat orang yang senam beramai-ramai.
            Terdapat empat macam faktor yang mendorong kelanjutan perkembangan motor skills anak yang juga memungkinkan campur tangan orang tua dan guru dalam mengarahkannya. Keempat faktor itu sebagai berikut:
a)      Pertumbuhan dan perkembangan sistem syaraf
Pertumbuhan dan perkembangan kemampuannya membuat intelegensi (kecerdasan) anak meningkat dan menibulkan pola tingkah laku yang baru. Semakin baik perkembangan kemampuan sistem syaraf seorang anak akan semakin baik dan beragam pula pola-pola tingkah laku yang dimilikinya. Akan tetapi organ sitem syaraf ini lain dari yang lain, karena apabila rusak tidak dapat diganti atau tumbuh lagi.
b)     Pertumbuhan otot-otot
Otot merupakan jaringan sel-sel yang dapat berubah memanjang dan juga sekaligus merupakan unit atau kesatuan sel yang memiliki daya mengkerut. Diantara fungsi-fungsi pokoknya adalah sebagai pengikat organ-organ lainnya dan sebagai jaringan pembuluh yang mendistribusikan sari makanan. Peningkatan tegangan otot anak dapat menimbulkan perubahan dan peningkatan aneka ragam kemampuan dan kekuatan jasmaninya. Perubahan ini sangat tampak dari anak yang sehat dari tahun ke tahun dengan semakin banyaknya keterlibatan anak tersebut dalam permainan yang bermacam-macam atau dalam membuat kerajinan tangan yang semakin meningkat kualitas dan kuantitasnya dari masa ke masa.
c)      Perkembangan dan pertumbuhan fungsi kelenjar endokrin
Kelenjar adalah alat tubuh yang mengahasilkan cairan atau getah, seperti kelenjar keringat. Perubahan fungsi dari kelenjar-kelenjar endokrin akan mengakibatkan berubahnya pola sikap dan tingkah laku seorang remaja terhadap lawan jenisnya. Perubahan ini dapat berupa seringnya bekerja sama dalam belajar atau beolah raga, perubahan pola perilaku yang bermaksud menarik perhatian lawan jenis, berubahnya gaya dandanan/penampilan dan lain-lain
d)     Perubahan struktur jasmani
Semakin meningkat usia anak maka akan semakin menigkat pula ukuran tinggi dan bobot serta proporsi tubuh pada umumnya. Perubahan jasmani ini akan banyak berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan dan kecakapan motor skills anak. Pengaruh perubahan fisik seorang siswa juga tampak pada sikap dan perilakunya terhadap orang lain, karena perubahan fisik itu sendiri mengubah konsep diri (self-concept) siswa tersebut.
C. Arti Penting Aspek Kognitif
Ranah psikologis siswa yang terpenting adalah ranah kognitif. Ranah kejiwaan yang berkedudukan pada otak ini, dalam perspektif psikologi kognitif adalah sumber sekaligus pengendali ranah-ranah kejiwaan lainnya, yakni ranah afektif, dan ranah psikomotor.
1.      Mengembangkan Kecakapan Kognitif
Upaya pengembangan fungsi ranah kognitif akan berdampak positif bukan hanya terhadap ranah kognitif sendiri, melainkan juga terhadap ranah afektif dan psiko-motor. Sekurang-kurangnya ada dua macam kecakapan kognitif siswa yang sangat perlu dikembangkan khususnya oleh guru yakni :
a)      Strategi belajar memahami isi materi pelajaran
b)      Strategi meyakini arti penting isi materi pelajaran dan aplikasinya serta menyerap pesan-pesan moral yang terkandung dalam materi pelajaran tersebut.
Tanpa pengembangan dua macam kecakapan kognitif ini, siswa sulit diharapkan mampu mengembangkan ranah afektif dan psikomotornya sendiri.
2.      Mengembangkan Kecakapan Afektif
Keberhasilan pengembangan ranah kognitif tidak hanya akan mnghasilkan kecakapan kognitif, tetapi juga mnghasilkan kecakapan ranah afektif.
3.      Mengembangkan Kecakapan Psikomotor
Kecakapan psikomotor ialah segala amal jasmaniah yang konkret dan mudah diamati baik kuantitasnya maupun kualitasnya, karena sifatnya yang terbuka. Namun di samping kecakapan psikomotor itu tidak terlepas dari kecakapan kognitif ia juga banyak terikat oleh kecakapan afektif. Jadi, kecakapan psikomotor siswa merupakan manifestasi wawasan pengetahuan dan kesadaran serta sikap mentalnya.

D. Tahapan Perkembangan Aspek Kognitif
            Adapun tahap-tahap perkembangan aspek kognitif yang di kemukakan oleh Piaget yaitu :
1.      Tahap Sensori Motor
            Selama perkembangan dalam periode sesori motor yang berlangsung sejak lahir sampai usia 2 tahun intelegensi yang dimiliki anak tersebut masih berbentuk primitif dalam arti masih didasarkan pada perilaku terbuka. Meskipun primitif dan terkesan intelegensi dasar yang amat berarti karena ia menjadi fondasi untuk tipe-tipe intelegensi tertentu yang akan dimiliki anaka tersebut kelak.
            Intelegensi sensori motor di pandang sebagai intelegensi praktis (practical intelligenci) yang faidah bagi anak usia 0-2 tahun untuk belajar berbuat terhadap lingkungannya sebelum ia mapu untuk berfikir mengenai hal yang sedang ia perbuat. Anak pada periode ini belajar cara mengikuti dunia kbendaan secara praktis dan belajar menimbulkan efek tertentu tanpa memahami hal yang sedang ia perbuat kecuali hanya mencari cara melakukan perbuatan seperti diaatas
2.      Tahap Pra-operasional (2-7 tahun)
            Periode perkembangan kognitif Pra-operasional terjadi dalam diri anak ketika berumur 2 sampai 7 tahun. Perkembangan ini bermula pada saat anak telah memiliki penguasaan sempurna mengenai objek npermanence. Artinya, anak tersebut telah memiliki kesadaran akan “tetap eksisnya” suatu benda yang harus ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan atau sudah tak dilihat dan tak di dengar lagi. Jadi, eksistensi benda tersebut berada dengan periode sensori-motor, tidak lagi bergantung pada pengamatannya belaka.
            Perolehan kemampuan berupa kesadaran terhadap eksistensi object  permanence (ketetapan adanya benda) adalah hasil dari munculnya kapasitas kognitif baru yang disibut representation atau mental refresentation (gambaran mental) secara singkat refresentasi adalah sesuatu yang mewakili atau menjadi simbol  atau wujud sesuatu yang lainnya. Refresentasi mental merupakan bagian penting dari skema kognitif yang memungkinkan anak berfikir dan menyimpulkan eksistensi sebuah benda atau kejadian tertentu walaupun benda atau kejadian itu berada diluar pandangan, pendengaran, atau jangkauan tangannya.
            Referensi mental juga memungkinkan anak untuk mengembangkan deferred-imitation (peniruan yang tak tertunda) yakni kapasitas meniru perilaku oranglain yan sebelumnya pernahia lihat untuk merespon lingkungan. Perilaku-perilaku yang ditiru terutama prilaku oranglain (khususnya orang tua dan guru) yang pernah ia lihat ketika orang itu merespon barang, orang, keadaan, dan kejadian yang dihadapi pada masa lampau.
            Seiiring dengan munculnya kapasitas deferred-imitation muncul pula gejala insight-learning yakni gejala belajar berdasarkan tilikan akal. Dalam hal ini, anak mulai mampu melihat situasi problematik, yakni memahami bahwa sebuah keadaan mengandung masalah, lalu berfikir sesaat. Sesuai berfikir iya memperoleh reaksi “aha” yaitu pemahaman atau ilham epontan untuk memecahkan masalah versi anak-anak. Selain itu juga yang sangat penting ialah di peroleh nya kemampuan berbahasa. Dalam periode ini anak mulai mampu menggunakan kata-kata yang benar dan mampu pula meng ekspresikan kalimat-kalimat pendek tetapi efektif.
            Hal lain yang perlu yang harus di utarakan sehubungan dengan penggunaan skema kognitif anak yang masih terbatas itu ialah bahwa pengamatan dan pemahaman anak terhadap situasi lingkungan yang ia tanggapi sangat di pengaruhi oleh watak egocentrism (egosentrisme). Maksudnya anak tersebut belum bisa memahami  pandangan pandangan orang lain yang berbeda dengan pandangan sendiri. Gejala egosentrisme ini disebabkan oleh masih terbatasnya conversation (konservasi/pengekalan) yakni operasi kognitif yang berhubungan dengan pemahaman anak terhadap aspek dan dimensi kuantitatif materi lingkungan yang ia respon.
3.      Tahap Konkret-operasional (7-11 tahun)
            Berakhirnya tahap perkembangan pra-operasional tidak berarti berakhirnya pula tahap berfikir intuitif yakni berfikir dengan mengandalkan ilham.
Dalam periode ini yang berlangsung hingga usia menjelang remaja, anak memperoleh tambahan kemampuan yang di sebut system of operations (satuan langkah berfikir. Kemampuan ini berfaedah bagi anak untuk mengkoordinasikan pemikiran dan ide nya dengan peristiwa tertentu kedalam simtem pemikirannya sendiri.
            Dalam intelegensi operasional anak yang sedang berada pada tahap ini terdapat sistem operasi kognitif yang meliputi :
a.       Conversation (konservasi/pengekalan) adalah kemampuan anak dalam memahami aspek kumulatif materi seperti volum dan jumlah.
b.      Addition of classes (penambahan golongan benda) yakni kemampuan anak dalam memahami cara mengkombinasikan beberapa golongan benda yang dianggap berkelas lebih rendah, seperti mawar, dan melati, dan menghubungkannya dengan golongan benda yang berkelas lebih tinggi, seperti bunga.
c.       Multiplication of classes (pelipatgandaan golongan benda) yakni kemampuan yang melibatkan penegtahuan mengenai cara mempertahankan dimensi-dimensi benda (serta warna bunga dan tipe bunga) untuk membentuk golongan benda (seperti mawar merah mawar putih dll) dan sebaliknya yaitu memisahkannya.
4.      Tahap Formal-operasional (11-15 tahun)
            Dalam tahap ini anak yang sudah menjelang atau sudah menginjak masa remaja, yakni usia 11-15 tahun, akan dapat mengatasi masalah keterbatasan pemikiran tahap ini. Tahap perkembangan kognitif terakhir yang menghapus keterbatasan-keterbatasan tersebut sesungguhnya tidak hanya berlaku bagi remaja hingga usia 15 tahun, tetapi juga bagi remaja dan bahkan orang dewasa yang berusia lebih tua sebab upaya riset piaget yang mengambil subjek anakdan remaja hingga usia 15 tahun itu di anggap sudah cukup refresentatif bagi usia-usia selanjutnya.
            Dalam perkembangan kognitif tahap akhir ini seorang remaja telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik secara serentak maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif yakni
a.       Kapasitas menggunakan hipotesisis
b.      Kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak
            Dengan kapasitas menggunakan hipotesis (anggapan dasar) seorang remaja akan mampu berfikir hipotesis, yakni berfikir mengenai sesuatu khususnya dalam hal pemecahan dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan yang ia respon. Sementara itu dengan menggunakan kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak remaja tersebut akan mampu mempelajari materi-materi pelajaran yang abstrak seperti ilmu agama, ilmu matematika dan ilmu-ilmu abstrak lainnyadengan luas dan lebih mendalam.









Daftar Pustaka:
Syah, Muhibbin. 2013. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosdakarya
Syah, Muhibbin. 2012. Psikologi Belajar. Bandung: Rosdakarya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar